Pasca Brexit dan Inflasi : London Bisakah Tetap Menjadi Pusat Finansial Dunia?

208
Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Economy) – Setelah melewati berbagai guncangan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir, masa depan London sebagai pusat keuangan global kini berada di persimpangan penting.

Meski tetap menjadi salah satu kota dengan pengaruh besar di sektor finansial, sejumlah indikator menunjukkan bahwa daya tariknya mulai tergerus, terutama akibat biaya hidup yang melonjak, dampak berkelanjutan dari Brexit, serta meningkatnya persaingan dari pusat keuangan internasional lainnya.

Dari Gemerlap Big Apple ke Realitas London : Lonjakan Biaya Hidup

Perbedaan suasana antara New York dan London bukan hanya terlihat dari arsitektur atau pilihan kudapan di sudut jalan. Di balik pesona bangunan Victoria dan toko roti Greggs yang menggantikan Dunkin Donuts, terdapat tantangan ekonomi yang semakin terasa.

Biaya hidup di London meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir, mencakup kenaikan tarif sewa, biaya utilitas, hingga ongkos transportasi publik. Sebagai ilustrasi, harga tiket kereta pulang-pergi dari London ke Norwich kini mencapai £72, naik lebih dari 30% dibandingkan tarif sebelumnya sebesar £54.

Perbandingan inflasi antara Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan gambaran yang kurang menggembirakan bagi U.K. Dalam setahun hingga Juni 2025, inflasi Inggris mencapai 3,6%, sedangkan AS hanya 2,7%.

Bank of England memproyeksikan inflasi akan memuncak di 4% pada September dan baru kembali ke target 2% pada pertengahan 2027. Kondisi ini membebani daya beli masyarakat dan meningkatkan tekanan terhadap pelaku usaha.

Dampak Brexit yang Belum Reda

Sejak referendum Brexit pada 2016, perekonomian Inggris belum sepenuhnya pulih dari dampak keluarnya negara tersebut dari Uni Eropa. Hambatan perdagangan, kenaikan biaya perbatasan, serta penurunan produktivitas dibandingkan jika tetap menjadi anggota UE terus menjadi sorotan para pelaku bisnis.

Para CEO dan pemimpin bisnis menilai bahwa Brexit telah menghambat arus perdagangan dan investasi. Banyak perusahaan yang harus menyesuaikan rantai pasok, menanggung biaya tambahan, dan menghadapi keterbatasan akses pasar yang sebelumnya terbuka lebar.

Reputasi London di Panggung Finansial Global Memudar

London menghadapi tantangan berat untuk mempertahankan reputasinya sebagai pusat keuangan terdepan dunia. Persaingan semakin ketat dengan kota-kota seperti New York, Hong Kong, dan Frankfurt. Data Dealogic menunjukkan bahwa dana yang terkumpul dari penawaran saham perdana (IPO) di London anjlok ke level terendah dalam setidaknya 30 tahun, mengindikasikan menurunnya minat investor terhadap pasar saham Inggris.

Gubernur Bank of England, Andrew Bailey, menegaskan bahwa ketidakpastian bisnis di Inggris masih sangat tinggi. Ia menyoroti fenomena di mana banyak keputusan investasi ditunda karena sifatnya yang irreversible, sehingga nilai untuk “menunggu” menjadi lebih besar.

Ketidakpastian Aturan Pajak dan Dampaknya pada Pasar Properti

Perubahan aturan pajak bagi warga asing kaya yang dikenal dengan istilah non-dom tax rules menjadi isu panas di London. Ketidakpastian mengenai penerapannya telah berdampak langsung pada pasar properti, dengan menurunnya minat pembeli, baik domestik maupun internasional. Data dari RightMove menunjukkan penurunan harga penawaran rumah di ibu kota, sebagian dipicu oleh kebingungan mengenai kebijakan tersebut.

Sinyal Harapan: Suku Bunga Mulai Dipangkas

Meski menghadapi tantangan besar, harapan untuk menghidupkan kembali peran London sebagai pusat finansial tetap ada. Bank of England baru-baru ini memangkas suku bunga, mengutip kemajuan dalam proses disinflasi harga domestik. Penurunan inflasi inti dan sektor jasa, serta perlambatan pertumbuhan upah, menjadi dasar kebijakan tersebut.

Lihat: BOE Umumkan Turunkan Suku Bunga ke Terendah Sejak Maret 2023

Suku bunga yang lebih rendah diharapkan dapat mendorong konsumsi, investasi, dan menghidupkan kembali pasar properti. Dengan hipotek yang lebih terjangkau, keseimbangan antara pembeli dan penjual diperkirakan dapat tercapai pada paruh kedua tahun ini.

Investasi Pasca Brexit: Fokus Sektor Spesifik

Sejak referendum Brexit, investasi bisnis di Inggris mengalami stagnasi, tetapi kini mulai muncul tanda-tanda pemulihan. Fokus diarahkan pada sektor-sektor unggulan seperti teknologi dan farmasi. Inggris juga gencar menjalin perjanjian dagang baru di luar UE, termasuk dengan Australia, Selandia Baru, India, dan Amerika Serikat.

Meskipun kesepakatan dagang dengan AS di bawah Presiden Donald Trump kali ini tidak sebaik pada periode pertama pemerintahannya, perjanjian tersebut dinilai lebih menguntungkan dibandingkan kesepakatan antara AS dan Uni Eropa.

Firma akuntan publik Lubbock Fine menilai bahwa keuntungan tarif yang signifikan ini dapat menjadikan Inggris sebagai basis produksi bagi perusahaan UE yang ingin menghindari tarif tinggi, sehingga mereka berpotensi memindahkan operasinya ke Inggris.

Menghidupkan Kembali London sebagai Pusat Keuangan

Untuk mengembalikan reputasi London sebagai kekuatan global di sektor jasa keuangan, diperlukan reformasi kebijakan yang mampu menciptakan iklim usaha kondusif. Antony Jenkins, mantan CEO Barclays, menekankan pentingnya memperluas akses modal bagi perusahaan rintisan (start-up) dan menekan biaya berbisnis.

Jenkins optimis terhadap reformasi yang mendorong lebih banyak investasi sektor swasta dan mendukung penargetan ulang insentif pajak penelitian dan pengembangan (R&D tax credit) ke bisnis dengan pertumbuhan tinggi.

Namun, ia menekankan perlunya fokus yang lebih besar pada kebijakan pertumbuhan untuk meningkatkan PDB per kapita.

Inggris masih memiliki banyak keunggulan kompetitif global, mulai dari kepemimpinan di sektor jasa keuangan, teknologi, kecerdasan buatan, industri kreatif, Inggris adalah tempat yang luar biasa untuk tinggal , hingga kualitas hidup yang tinggi.

Namun, untuk menjaga posisinya di peta ekonomi dunia, negara ini perlu “menggandakan” upaya pada aspek yang membuatnya lebih menarik bagi dunia usaha.

Ekonomi London berada pada titik krusial di mana setiap kebijakan, investasi, dan inovasi akan menentukan apakah kota ini mampu mempertahankan statusnya sebagai pusat keuangan dunia atau justru tertinggal oleh rival globalnya.

Tantangan yang dihadapi, mulai dari inflasi yang membandel, tekanan geopolitik, hingga pergeseran kekuatan ekonomi yang menuntut respons yang cepat, strategis, dan visioner.

Namun, dengan kombinasi reformasi yang tepat, adaptasi terhadap teknologi, dan kolaborasi lintas sektor, London masih memiliki peluang besar untuk mempertahankan posisinya sebagai pusat keuangan internasional yang disegani.