Krisis Politik Prancis: Pemerintah Terancam Jatuh, Ekonomi Ikut Tertekan

408
View of the Eiffel tower and Seine river at sunrise, Paris

(Vibiznews – Economy & Business) Prancis kembali berada dalam pusaran ketidakpastian politik. Perdana Menteri François Bayrou, yang baru beberapa bulan menjabat, mengumumkan bahwa ia akan mengajukan mosi percaya di Majelis Nasional pada 8 September mendatang. Langkah ini dipicu oleh kebuntuan politik seputar rancangan anggaran 2026 serta meningkatnya tekanan sosial akibat rencana penghematan besar-besaran. Dengan peluang kemenangan yang sangat tipis, skenario paling realistis adalah pemerintah akan jatuh. Situasi ini menambah risiko baru bagi perekonomian Prancis yang sudah rapuh dengan proyeksi pertumbuhan rendah dan beban utang tinggi.

Akar Masalah: Anggaran 2026 dan Defisit Publik

Masalah utama yang melatari krisis ini adalah rancangan anggaran 2026. Rencana fiskal yang disampaikan pada 15 Juli oleh Bayrou bertujuan untuk menurunkan defisit publik secara bertahap. Targetnya cukup ambisius: dari proyeksi 5,4% PDB pada 2025 diturunkan menjadi 4,6% pada 2026, dan lebih jauh lagi menuju 2,8% pada 2029.

Untuk mencapai sasaran tersebut, pemerintah merancang penghematan €43,8 miliar pada 2026, di mana sekitar 80% berasal dari pemangkasan belanja. Beberapa langkah yang diusulkan termasuk:

  • Mengurangi perekrutan pegawai negeri.
  • Membekukan indeksasi pensiun dan bracket pajak.
  • Menghapus dua hari libur nasional.

Bayrou berargumen bahwa langkah ini penting untuk mengendalikan utang publik yang diperkirakan bisa mencapai 118,3% dari PDB pada 2026 jika tidak ada reformasi. Dengan rencana penghematan, angka itu ditargetkan turun menjadi 117,6%, dan lebih lanjut ke 117,2% pada 2029, dibandingkan skenario tanpa perubahan yang bisa mendorong rasio utang hingga 125,3%.

Namun, upaya ini mendapat penolakan bulat dari seluruh spektrum politik. Partai sayap kanan RN, sayap kiri LFI, Partai Hijau, hingga Partai Komunis, semua menolak rencana tersebut dengan alasan dampak sosial yang terlalu berat. Bahkan, Partai Sosialis yang bisa menjadi penentu, memberi sinyal bahwa mereka hanya akan mendukung jika ada revisi besar, sesuatu yang kecil kemungkinan terjadi.

Ketidakstabilan Politik: Jalan Menuju Jatuhnya Pemerintah

Dengan koalisi yang hanya memegang 210 dari 577 kursi di Majelis Nasional, Bayrou praktis menghadapi tembok besar. Partai oposisi secara kolektif sudah memiliki 264 suara penentang, cukup untuk menggagalkan mosi percaya. Berbeda dengan mekanisme menghindari mosi tidak percaya, untuk memenangkan mosi percaya dibutuhkan mayoritas absolut.

Meski masih ada waktu hingga 8 September, peta politik saat ini menunjukkan peluang Bayrou hampir mustahil. Jika ia gagal, maka pemerintahannya akan runtuh, memaksa Presiden Emmanuel Macron mengambil keputusan sulit: menunjuk perdana menteri baru yang mampu membentuk pemerintahan dalam parlemen yang terfragmentasi, atau membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu baru—opsi yang sebelumnya dinyatakan Macron tidak akan ia lakukan.

Kedua pilihan ini sama-sama berisiko dan berpotensi memperburuk ketidakpastian politik Prancis.

Dampak Ekonomi: Dari Defisit Hingga Kepercayaan Pasar

Ketidakpastian politik bukan hanya persoalan tata kelola pemerintahan, tetapi juga berdampak langsung pada perekonomian. Saat ini, pertumbuhan PDB Prancis diperkirakan hanya 0,8% pada 2025, angka yang mencerminkan kondisi ekonomi yang lemah.

Runtuhnya pemerintah akan menunda proses penyusunan dan pengesahan anggaran 2026. Akibatnya, upaya konsolidasi fiskal bisa tertunda, dan jalur utang publik Prancis berisiko semakin memburuk. Semakin lama reformasi ditunda, semakin besar pula penyesuaian yang harus dilakukan di masa depan.

Selain itu, pasar keuangan dan lembaga internasional akan mencermati situasi ini dengan cermat. Investor biasanya tidak menyukai ketidakpastian politik, apalagi di negara sebesar Prancis yang menjadi pilar utama Uni Eropa. Potensi ketidakmampuan pemerintah untuk mengendalikan defisit bisa memicu kenaikan biaya pinjaman, memperlebar spread obligasi pemerintah Prancis terhadap obligasi Jerman (Bunds), dan pada akhirnya melemahkan daya tarik investasi di kawasan euro.

Risiko Sosial: Tekanan dari Jalanan

Selain perlawanan politik, Bayrou juga menghadapi tekanan sosial yang besar. Seruan untuk melakukan pemblokiran total” mulai 10 September menandakan potensi gelombang protes yang luas. Langkah-langkah penghematan seperti pembekuan indeksasi pensiun dan penghapusan hari libur tentu akan memicu ketidakpuasan publik.

Prancis memiliki sejarah panjang protes sosial terhadap kebijakan ekonomi yang dianggap merugikan masyarakat, mulai dari unjuk rasa mahasiswa hingga mogok massal pekerja transportasi. Ketidakstabilan sosial ini berisiko semakin mengganggu aktivitas ekonomi, menekan konsumsi rumah tangga, dan memperlambat pemulihan pertumbuhan.

Dampak bagi Uni Eropa dan Pasar Global

Krisis politik Prancis tidak hanya berimplikasi domestik, tetapi juga berpotensi mengguncang Uni Eropa. Sebagai ekonomi terbesar kedua di zona euro, ketidakpastian di Prancis dapat menular ke stabilitas keuangan kawasan. Euro bisa tertekan, sementara kepercayaan investor global terhadap pasar Eropa bisa melemah.

Selain itu, penundaan konsolidasi fiskal di Prancis dapat menyulitkan upaya kolektif Uni Eropa dalam menjaga disiplin anggaran di era pasca-pandemi. Negara-negara dengan defisit tinggi lainnya bisa merasa terdorong untuk menunda reformasi, yang pada akhirnya merugikan kredibilitas fiskal seluruh blok.

Apa yang Perlu Dicermati Investor?

Investor dan pengamat ekonomi akan menaruh perhatian penuh pada 8 September, ketika mosi percaya digelar. Namun, yang lebih penting adalah apa yang terjadi setelahnya. Apakah Macron akan mencoba merakit pemerintahan baru dengan basis politik yang rapuh, atau justru mengambil langkah berani membubarkan parlemen?

Ketidakpastian ini akan tercermin dalam volatilitas pasar obligasi Prancis, pergerakan euro, hingga dinamika pasar saham Eropa. Dalam jangka pendek, risiko meningkatnya biaya pinjaman dan tertundanya reformasi fiskal menjadi sorotan utama. Dalam jangka menengah, stabilitas politik Prancis akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Krisis politik Prancis memperlihatkan bagaimana ketidakstabilan politik dapat menjadi beban bagi ekonomi. Ambisi pemerintah untuk menurunkan defisit dan utang publik menghadapi jalan buntu, baik dari parlemen maupun dari tekanan sosial. Dengan peluang tipis memenangkan mosi percaya, jatuhnya pemerintahan Bayrou menjadi skenario yang paling mungkin.

Bagi perekonomian yang sudah lemah dengan pertumbuhan hanya 0,8%, tambahan ketidakpastian politik ini menjadi pukulan berat. Investor dan lembaga internasional akan memantau dengan cermat, karena apa yang terjadi di Prancis tidak hanya berdampak domestik, tetapi juga berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi Eropa secara keseluruhan.