Penjualan Ritel AS Menguat, Namun Dampak Tarif dan Sentimen Konsumen Masih Membayangi

273
wall street
Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Economy & Business) Ekonomi Amerika Serikat kembali menunjukkan sinyal yang beragam pada Agustus. Dari satu sisi, belanja konsumen terlihat lebih kuat dari perkiraan, menjadi penopang utama pertumbuhan di tengah kekhawatiran perlambatan. Namun di sisi lain, sejumlah tantangan struktural mulai menekan, mulai dari tekanan tarif, lemahnya kepercayaan konsumen, hingga tren jangka panjang yang menggerogoti peran sektor manufaktur. Situasi ini mencerminkan wajah ekonomi AS saat ini: tidak sepenuhnya suram, tetapi juga jauh dari kondisi ideal.

Belanja Ritel Lebih Tinggi dari Perkiraan

Data terbaru menunjukkan penjualan ritel AS pada Agustus tumbuh lebih solid dari ekspektasi. Secara bulanan, penjualan ritel naik 0,6%, sementara jika tidak memasukkan otomotif, kenaikannya mencapai 0,7%. Angka ini melampaui konsensus pasar yang hanya memperkirakan kenaikan 0,2% dan 0,4%.

Komponen kontrol, yang mengecualikan kategori volatil seperti otomotif, bahan bakar, jasa makanan, dan material bangunan, juga menguat 0,7%, lebih baik dari perkiraan 0,4%. Indikator ini penting karena lebih mencerminkan tren konsumsi rumah tangga secara luas.

Dari sisi kategori, penjualan non-store  yang mencakup belanja daring  melonjak 2%, pakaian naik 1%, dan konsumsi untuk makan dan minum di luar rumah meningkat 0,7%. Meski begitu, sejumlah kategori lain justru mengalami penurunan, termasuk furnitur, kesehatan, barang umum, dan kebutuhan lain yang lebih sensitif terhadap tekanan biaya rumah tangga.

Sektor Ritel Menjadi Titik Cerah Pasar Tenaga Kerja

Kinerja ritel yang kuat ini tercermin pula dalam laporan ketenagakerjaan Agustus. Sektor ritel mencatat tambahan 11.000 pekerjaan, menjadikannya salah satu dari sedikit sektor yang memberikan kontribusi positif, sementara secara keseluruhan perekonomian hanya menambah 22.000 pekerjaan. Selain itu, rata-rata jam kerja mingguan di sektor ritel meningkat dari 29,8 menjadi 30 jam, yang memberi sinyal adanya sedikit momentum tambahan di tengah pasar tenaga kerja yang mulai melemah.

Namun, perlu dicatat bahwa angka penjualan tersebut dihitung dalam dolar nominal. Jika disesuaikan dengan inflasi, pertumbuhan volume ritel hanya sekitar 0,2%. Meski lebih moderat, ini tetap menjadi sinyal positif bahwa konsumsi konsumen tidak sepenuhnya melemah. Fakta ini juga mendukung pandangan bahwa Federal Reserve kemungkinan hanya akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, bukan 50 basis poin, dalam keputusan mendatang.

Laba Ritel Lebih Didukung Kenaikan Harga

Meskipun data ritel terlihat solid, ada dinamika yang perlu dicermati. Kenaikan penjualan lebih banyak disebabkan oleh penyesuaian harga daripada peningkatan volume barang yang benar-benar dibeli konsumen. Dengan kata lain, profitabilitas sektor ritel belakangan ini lebih bergantung pada harga jual, bukan pada pertumbuhan jumlah unit yang terjual.

Hal ini menimbulkan risiko bagi margin keuntungan di masa depan. Jika biaya impor akibat tarif semakin meningkat, perusahaan akan dihadapkan pada pilihan sulit: apakah menyerap sebagian besar kenaikan biaya sendiri, atau meneruskan beban tersebut kepada konsumen?

Tekanan dari Tarif dan Lemahnya Sentimen Konsumen

Situasi semakin menantang karena harga impor (tidak termasuk minyak) pada Agustus naik 0,2%, sedikit di atas perkiraan 0,1%. Meski demikian, data Juli yang semula menunjukkan kenaikan 0,3% direvisi menjadi 0%. Kondisi ini memang masih cukup terkendali, tetapi tidak ada tanda bahwa pemasok luar negeri menanggung dampak tarif dengan cara menurunkan harga produk mereka.

Artinya, beban biaya tetap berada di tangan pelaku usaha domestik. Dalam kondisi normal, perusahaan bisa menaikkan harga untuk menutup biaya tambahan. Namun, kepercayaan konsumen yang menurun membatasi ruang tersebut. Banyak rumah tangga kini menghadapi tekanan keuangan, khawatir pada kenaikan harga akibat tarif, sekaligus cemas dengan prospek pekerjaan dan pendapatan. Kombinasi faktor ini dapat menahan laju pertumbuhan konsumsi dalam beberapa bulan ke depan.

Setelah adanya dorongan belanja sementara pada kuartal III, laju pertumbuhan konsumsi diperkirakan bisa kembali turun mendekati 1% secara tahunan pada kuartal IV. Hal ini menandakan bahwa pemulihan yang terjadi masih rapuh dan berisiko kehilangan momentum dengan cepat.

Produksi Industri: Tumbuh Tipis

Selain ritel, laporan ekonomi Agustus juga memuat data produksi industri. Secara mengejutkan, produksi industri naik 0,1%, melampaui ekspektasi yang memperkirakan penurunan dengan besaran sama. Namun, gambaran lebih luas menunjukkan tantangan struktural yang jauh lebih serius.

Revisi data Juli mengungkap bahwa produksi industri sebenarnya turun 0,4%, lebih dalam dari estimasi awal yang hanya -0,1%. Jika dirinci lebih lanjut:

  • Output manufaktur naik 0,2%.
  • Utilitas turun 2%, dipicu lemahnya permintaan listrik.
  • Pertambangan naik 0,9%.

Secara tahunan, manufaktur hanya tumbuh 0,9%, meski survei bisnis seperti ISM masih menunjukkan pelemahan. Lebih memprihatinkan lagi, output manufaktur masih 7,5% di bawah level puncak yang terakhir terjadi pada Desember 2007.

Menyusutnya Peran Manufaktur dalam Ekonomi AS

Tren jangka panjang menunjukkan bahwa manufaktur tidak lagi menjadi motor utama perekonomian Amerika. Saat ini, manufaktur hanya menyumbang kurang dari 10% dari total output ekonomi dan sekitar 8% dari lapangan kerja. Pada tahun 1980, angka tersebut mencapai 21% dari seluruh pekerjaan.

Pergeseran struktur ini sebagian mencerminkan keberhasilan transformasi menuju ekonomi berbasis jasa dan teknologi, tetapi juga menimbulkan kerentanan tersendiri. Ketika konsumsi rumah tangga melambat, AS tidak lagi memiliki cadangan kekuatan yang besar dari sektor manufaktur untuk menopang pertumbuhan.

Antara Optimisme dan Kehati-hatian

Jika ditinjau secara keseluruhan, data terbaru menampilkan wajah ekonomi AS yang kontradiktif. Di satu sisi, belanja konsumen masih menunjukkan kekuatan, meskipun lebih banyak ditopang oleh kenaikan harga ketimbang volume. Sektor ritel juga masih mampu menambah lapangan kerja. Di sisi lain, lemahnya kepercayaan konsumen, tekanan tarif, dan stagnasi di sektor manufaktur memberi sinyal peringatan yang tidak bisa diabaikan.

Dengan pertumbuhan konsumsi yang rapuh dan pasar tenaga kerja yang mulai kehilangan momentum, risiko perlambatan pada kuartal mendatang semakin nyata. Federal Reserve kemungkinan besar tetap akan memangkas suku bunga, tetapi tidak secara agresif, mengingat inflasi inti masih berada di kisaran 3% dan tekanan harga belum sepenuhnya mereda.

Belanja Rumah Tangga Menguat, Momentum Ekonomi AS Tetap Terjaga

Belanja konsumen memang berhasil memberikan dorongan bagi ekonomi pada Agustus, namun tantangan struktural dan tekanan eksternal tetap menjadi batu sandungan. Kombinasi antara biaya impor yang meningkat, lemahnya sentimen rumah tangga, serta keterbatasan sektor manufaktur memperlihatkan bahwa ekonomi AS masih berada dalam jalur berliku.

Bagi pelaku pasar, data ini menghadirkan dua sisi yang perlu diwaspadai. Pertama, daya tahan konsumsi menunjukkan bahwa resesi belum di depan mata. Kedua, fondasi pertumbuhan yang rapuh menandakan bahwa momentum positif bisa cepat memudar jika tekanan eksternal dan domestik meningkat.

Dengan latar belakang ini, arah kebijakan The Fed dan respons pasar menjadi sangat krusial. Apakah pemangkasan suku bunga cukup untuk menjaga momentum, atau justru akan dianggap terlambat dan tidak memadai? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan arah ekonomi AS  dan pada gilirannya, dinamika pasar global  dalam beberapa bulan mendatang.