Data Ekonomi yang Lebih Kuat Mengubah Ekspektasi Pasar
Laporan inflasi Amerika Serikat yang akan dirilis pada hari Jumat nanti malam kini mendapat perhatian besar, setelah serangkaian data ekonomi menunjukkan bahwa perekonomian masih jauh lebih tangguh dari perkiraan sebelumnya. Sinyal ketahanan ini muncul di tengah tekanan tarif yang seharusnya menjadi penghambat pertumbuhan. Fakta bahwa ekonomi tetap bertahan bahkan berkembang, membuat para investor dan analis pasar harus meninjau ulang ekspektasi mereka terhadap kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed).
Para ekonom memperkirakan bahwa Personal Consumption Expenditures (PCE) yakni ukuran inflasi yang menjadi patokan The Fed akan naik ke 2,7% pada Agustus dari 2,6% di bulan Juli. Lebih penting lagi, inflasi inti atau Core PCE, yang mengecualikan harga pangan dan energi yang fluktuatif, diperkirakan tetap di level 2,9%. Angka ini masih jauh di atas target inflasi The Fed sebesar 2%, dan menunjukkan bahwa tekanan harga masih belum benar-benar reda.
Skenario yang Membuat The Fed Ragu
Sebelum data-data ekonomi pekan ini dirilis, pasar hampir bulat memperkirakan pemangkasan suku bunga akan terjadi dalam pertemuan The Fed di bulan Oktober. Namun, situasinya kini tidak sesederhana itu.
- Data PDB kuartal kedua menunjukkan pertumbuhan yang direvisi lebih tinggi dari perkiraan awal.
- Klaim tunjangan pengangguran terbaru turun, mencerminkan pasar tenaga kerja yang masih solid.
- Penjualan rumah baru melonjak tajam hingga 20% pada Agustus, sebuah sinyal bahwa konsumsi masyarakat belum benar-benar melemah.
Semua indikator ini menambah keraguan apakah The Fed benar-benar perlu segera memangkas suku bunga. Di satu sisi, perekonomian terlihat kuat, yang mendukung pandangan agar suku bunga tetap tinggi untuk menjinakkan inflasi. Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa pasar tenaga kerja bisa mulai melemah jika suku bunga tinggi dipertahankan terlalu lama.
Inflasi Sebagai Penentu Arah Kebijakan
Laporan inflasi pada Jumat ini diperkirakan akan menjadi titik balik penting. Jika inflasi muncul lebih tinggi dari perkiraan, The Fed berpotensi menunda pemangkasan suku bunga atau bahkan mempertahankan tingkat suku bunga saat ini lebih lama. Sebaliknya, jika data menunjukkan inflasi mulai mendingin, peluang pemangkasan di Oktober bisa meningkat kembali.
Dampak dari keputusan The Fed akan dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan pasar keuangan. Suku bunga tinggi membuat pinjaman kartu kredit, cicilan mobil, hingga kredit rumah tetap mahal. Namun, di sisi lain, suku bunga tinggi juga menjaga imbal hasil deposito berjangka (CD) dan tabungan berbunga tinggi tetap menarik bagi para penabung.
Tarik Ulur Antara Inflasi dan Pasar Tenaga Kerja
Sejak awal tahun, The Fed berada dalam posisi sulit. Mandat ganda yang dimilikinya—menjaga stabilitas harga sekaligus mendukung lapangan kerja yang membuat setiap keputusan harus diambil dengan hati-hati.
Pekan lalu, The Fed sempat memangkas suku bunga seperempat poin, pemangkasan pertama tahun ini. Langkah ini ditafsirkan sebagai sinyal kepedulian terhadap kondisi pasar tenaga kerja yang mulai menunjukkan pelemahan. Namun, jika inflasi terus bertahan tinggi, ruang untuk melanjutkan pemangkasan semakin terbatas.
David Mericle, Kepala Ekonom AS di Goldman Sachs, memperkirakan bahwa tren inflasi inti sebenarnya akan menurun, tetapi efek kumulatif dari tarif impor akan mendorong inflasi naik hingga puncaknya di 3,2% pada Desember sebelum akhirnya kembali mereda di 2026. Hal ini sejalan dengan kekhawatiran bahwa faktor eksternal bisa menahan penurunan inflasi dalam jangka pendek.
Sikap Pejabat The Fed: Masih Ada Perbedaan Pandangan
Tidak semua pejabat The Fed sependapat mengenai arah kebijakan moneter. Richard Flax, Chief Investment Officer di Moneyfarm, menekankan bahwa dengan inflasi yang masih berada di atas target, sulit untuk membayangkan pemangkasan suku bunga signifikan dalam waktu dekat.
Hal senada juga disampaikan Jeffrey Schmid, Presiden The Fed Kansas City. Dalam sebuah acara di Dallas, ia menilai inflasi masih terlalu tinggi, sementara pasar tenaga kerja meski melambat masih relatif seimbang. Menurutnya, kebijakan moneter saat ini hanya sedikit bersifat restriktif dan sudah berada di posisi yang tepat.
Pernyataan-pernyataan ini menunjukkan bahwa ada kelompok dalam The Fed yang lebih condong untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, ketimbang terburu-buru memangkasnya.
Reaksi Pasar Menunggu Konfirmasi
Sejauh ini, pasar keuangan masih memprediksi adanya pemangkasan suku bunga di bulan Oktober, namun probabilitasnya menurun. Berdasarkan FedWatch Tool dari CME Group, peluang pemangkasan turun dari 92% pada Rabu menjadi 85,5% pada Kamis.
Hal ini menunjukkan bahwa para pelaku pasar mulai berhati-hati. Jika data inflasi pada Jumat lebih tinggi dari perkiraan, kemungkinan pasar saham akan terguncang. Sebaliknya, jika inflasi menunjukkan tanda-tanda pendinginan, optimisme terhadap pemangkasan suku bunga bisa kembali mendorong reli saham.
Daniela Sabin Hathorn, analis pasar senior di Capital.com, menekankan bahwa pasar membutuhkan bukti lebih konkret bahwa inflasi benar-benar melandai. Menurutnya, jika laporan inflasi mengecewakan dengan angka lebih tinggi, pasar saham bisa mengalami tekanan besar.
Jumat Jadi Hari Krusial
Bagi The Fed, laporan inflasi Jumat ini bisa menjadi salah satu rilis data paling menentukan di tahun 2025. Tekanan inflasi yang lebih tinggi akan mempersempit ruang kebijakan moneter yang akomodatif, sementara tanda-tanda pendinginan bisa memperkuat argumen bahwa siklus pemangkasan suku bunga sudah dekat.
Bagi pelaku pasar, laporan ini bukan sekadar data statistik, melainkan sinyal arah kebijakan moneter, pergerakan suku bunga, dan pada akhirnya, pergerakan pasar saham serta obligasi. Dengan ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan, namun inflasi masih membandel, keputusan The Fed akan semakin rumit.
Jumat ini, semua mata akan tertuju pada angka inflasi.



