Shutdown AS 2025 : Akankah Emas Melaju ke Rekor Baru?

602
Ekonomi Amerika

(Vibiznews – Economy & Business) Kekhawatiran terhadap penutupan sebagian pemerintahan Amerika Serikat (government shutdown) kembali menjadi sorotan utama pasar global. Sejarah menunjukkan bahwa setiap kali krisis fiskal ini terjadi, dolar AS cenderung melemah, sementara aset safe haven seperti emas justru mendapatkan dukungan. Situasi serupa kini kembali dihadapi investor, dengan gejolak politik di Washington yang berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi dan kepercayaan pasar. Shutdown pemerintah AS diperkirakan akan terjadi pada pukul 12:01 a.m. waktu AS (Eastern Time, ET) atau pada hari ini 1 Oktober 2025 sekitar jam 13.01 WIB.

Shutdown sebagai Risiko Fiskal

Government shutdown bukanlah fenomena baru dalam politik Amerika. Ketika Kongres dan Gedung Putih gagal mencapai kesepakatan mengenai anggaran, sebagian besar aktivitas pemerintahan federal terhenti. Dampaknya, lembaga-lembaga publik tidak dapat beroperasi normal, layanan terganggu, bahkan rilis data ekonomi resmi ikut tertunda.

Bagi pasar keuangan, shutdown bukan hanya simbol kebuntuan politik, tetapi juga mencerminkan lemahnya disiplin fiskal di negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Setiap kali krisis ini mencuat, investor mulai meragukan kemampuan pemerintah AS untuk mengelola anggaran, apalagi ketika defisit dan utang nasional sudah berada di level yang tinggi.

Pola Historis: Dolar Melemah, Volatilitas Naik

Tiga episode shutdown terakhir memberikan gambaran jelas tentang dampaknya terhadap dolar. Pada tahun 2013, ketika pemerintahan Barack Obama menghadapi kebuntuan politik terkait Obamacare, indeks dolar melemah sepanjang periode shutdown. Fenomena serupa terulang pada awal 2018 dan pada penghujung 2018 hingga awal 2019.

Khusus pada periode Desember 2018 hingga Januari 2019, shutdown berlangsung hingga 35 hari  terpanjang dalam sejarah AS. Sepanjang periode itu, Bloomberg Dollar Spot Index turun sekitar 2%. Meski angka ini tampak tidak terlalu besar, bagi pasar mata uang global yang biasanya bergerak tipis, pelemahan 2% mencerminkan guncangan signifikan. Sejarah ini mengajarkan bahwa semakin lama shutdown berlangsung, semakin besar tekanan yang dialami dolar AS.

Selain itu, volatilitas di pasar valuta asing biasanya meningkat menjelang shutdown. Trader mata uang kerap menggunakan instrumen derivatif seperti opsi untuk mengantisipasi risiko gejolak. Namun menariknya, lonjakan volatilitas aktual tidak selalu sejalan dengan ekspektasi. Pada tahun 2013, misalnya, volatilitas tersirat naik sebelum shutdown, tetapi realisasi di pasar spot relatif tenang. Pada Januari 2018, ekspektasi dan realisasi sejalan. Sementara itu, pada shutdown 2018/2019, volatilitas tersirat tinggi, tetapi realisasi tetap terjaga.

Artinya, meski pasar selalu bersiap menghadapi gejolak, sering kali pelaku pasar justru menahan diri dan menunggu kepastian politik. Namun, risiko tetap nyata: setiap perpanjangan kebuntuan berpotensi mengguncang pasar lebih dalam.

Tekanan Tambahan pada Dolar

Tahun ini, dolar sebenarnya sudah berada dalam tren pelemahan. Bloomberg Dollar Spot Index turun lebih dari 8% sepanjang 2025, didorong oleh siklus pemangkasan suku bunga The Fed yang dimulai bulan ini dan meningkatnya kritik terhadap independensi bank sentral dari Presiden Trump.

Dengan latar belakang tersebut, ancaman shutdown menjadi “batu tambahan” yang memperberat langkah greenback. Ketika kepercayaan terhadap kebijakan fiskal diguncang, investor cenderung mencari alternatif lain yang dianggap lebih stabil. Emas, yen Jepang, dan franc Swiss menjadi tujuan utama aliran modal.

Citigroup dalam sebuah catatan terbaru memperkirakan, jika shutdown benar-benar terjadi, dolar kemungkinan melemah moderat terhadap ketiga mata uang tersebut. Namun, analis Citi juga menekankan bahwa jika kebuntuan politik cepat terselesaikan, pelemahan dolar bisa terbatas, dan pergerakan pasar akan kembali ke kisaran normal dalam beberapa bulan terakhir.

Dampak terhadap Emas dan Pasar Global

Di sisi lain, emas kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, menembus $3.871 per troy ounce pada akhir September, melanjutkan reli 5 sesi beruntun. Kombinasi ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed, melemahnya dolar, serta kekhawatiran politik membuat logam mulia ini semakin diminati. Emas dikenal sebagai instrumen lindung nilai terhadap ketidakpastian, baik inflasi maupun gejolak politik.

Jika shutdown berlangsung lama, emas berpotensi melanjutkan reli dan menembus level psikologis baru di atas $3.900. Dukungan tambahan juga datang dari pasar obligasi, di mana imbal hasil US Treasury cenderung melemah karena investor beralih ke instrumen yang lebih aman. Penurunan yield membuat opportunity cost memegang emas menurun, sehingga memperkuat daya tariknya.

Pasar global juga tak luput dari dampak shutdown. Penundaan rilis data ekonomi penting, termasuk laporan ketenagakerjaan bulanan, akan menyulitkan investor dalam membaca arah perekonomian. JPMorgan mencatat bahwa hal ini memberi “lapisan signifikansi tambahan” pada data alternatif seperti survei Conference Board, laporan ADP, hingga data lowongan kerja (JOLTS). Dengan informasi resmi yang terbatas, pasar bisa menjadi lebih sensitif terhadap data sekunder, memperbesar volatilitas jangka pendek.

Risiko Berlapis

Meski shutdown sering kali hanya berdampak sementara, kali ini risikonya lebih kompleks. Pertama, kondisi ekonomi global sedang berada di fase rapuh akibat perlambatan perdagangan internasional dan ketegangan geopolitik. Kedua, kepercayaan terhadap kebijakan fiskal AS sudah tertekan oleh defisit yang melebar. Ketiga, The Fed berada dalam posisi sulit: di satu sisi menghadapi perlambatan ekonomi, di sisi lain harus menjaga kredibilitas dalam memerangi inflasi.

Jika shutdown benar-benar terjadi dan berlangsung lama, kombinasi faktor tersebut bisa menciptakan tekanan berlapis bagi dolar dan memperpanjang reli emas. Sebaliknya, jika solusi cepat tercapai, pasar mungkin hanya melihat gejolak singkat, dan perhatian kembali beralih pada fundamental ekonomi serta arah kebijakan moneter.

Pelajaran dari Krisis Shutdown

Bagi investor, pelajaran utama dari sejarah shutdown AS adalah bahwa dolar biasanya melemah, meskipun skala pelemahan bergantung pada durasi krisis politik tersebut. Emas, sebaliknya, hampir selalu menjadi pemenang karena statusnya sebagai aset safe haven. Dengan dolar yang sudah tertekan sepanjang tahun ini, ancaman shutdown berpotensi memperpanjang tren bearish bagi greenback, sekaligus membuka peluang baru bagi emas untuk mencetak rekor berikutnya.

Ke depan, arah pasar akan sangat ditentukan oleh dinamika politik di Washington. Investor global perlu bersiap menghadapi ketidakpastian, karena dalam dunia keuangan, krisis fiskal AS tidak pernah menjadi isu domestik semata , melainkan persoalan yang mengguncang pasar global.