(Vibiznews-Economic) Ketidakpastian politik di Washington dan ekspektasi pemangkasan suku bunga memperkuat posisi emas sebagai “asuransi institusional”
Harga emas berjangka menembus level $4.000 per ons untuk pertama kalinya pada hari Selasa, seiring para investor terus mencari aset aman bagi uang mereka Harga emas menembus tonggak psikologis baru, menorehkan rekor $4.000 per ons. Lonjakan ini tidak hanya mencerminkan meningkatnya ketidakpastian akibat shutdown pemerintahan AS yang terus berlanjut, tetapi juga mencerminkan keyakinan pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Kombinasi penurunan imbal hasil obligasi, pelemahan dolar AS, dan ketiadaan data ekonomi resmi telah menciptakan kondisi sempurna bagi emas untuk kembali menjadi aset paling dicari di tengah badai pasar global.
Shutdown Jadi Pemicu Utama Lonjakan Harga
Penutupan sebagian besar kegiatan pemerintahan federal AS kini telah memasuki minggu kedua, dengan dampak yang semakin terasa di pasar keuangan. Lembaga-lembaga penting seperti Bureau of Labor Statistics (BLS) dan Bureau of Economic Analysis (BEA) tidak dapat merilis data resmi mengenai lapangan kerja, inflasi, maupun pertumbuhan ekonomi (PDB).
Tanpa “kompas” berupa data ekonomi, pelaku pasar kini bergantung pada indikator swasta seperti laporan ADP dan PMI sektor manufaktur untuk membaca arah perekonomian. Ketidakpastian inilah yang mendorong investor beralih dari aset berisiko seperti saham menuju aset lindung nilai seperti emas dan perak.
Situasi tersebut menggambarkan pola klasik risk aversion, di mana investor lebih memilih menyimpan kekayaan pada aset nyata di tengah kabut ketidakpastian politik. Semakin lama shutdown berlangsung, semakin besar pula risiko penurunan kepercayaan terhadap prospek ekonomi AS, apalagi jika perdebatan soal pagu utang dan anggaran federal mulai menekan sistem keuangan secara langsung.
Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Memperkuat Sentimen
Kenaikan harga emas juga dipicu oleh pergeseran besar dalam ekspektasi kebijakan moneter. Setelah data payrolls versi swasta menunjukkan penurunan dan survei manufaktur melemah, pelaku pasar kini memperkirakan setidaknya dua kali pemangkasan suku bunga tambahan oleh The Fed sebelum akhir tahun ini.
Imbal hasil obligasi AS bertenor dua tahun turun hampir 20 basis poin hanya dalam sepekan, sementara imbal hasil riil (real yield) turun lebih cepat , faktor yang secara historis selalu menjadi pendorong utama harga emas.
Bagi investor, pesan pasar jelas: dengan ekonomi yang kehilangan momentum dan aliran data resmi terputus, The Fed akan berhati-hati dan cenderung “err on the side of caution”. Dalam kondisi seperti ini, emas bukan sekadar pelindung inflasi, melainkan juga instrumen lindung nilai terhadap ketidakpastian kebijakan moneter.
Pelemahan Dolar Menambah Daya Dorong
Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) melemah,. Dalam hubungan historis, emas dan dolar bergerak saling berlawanan: ketika dolar melemah, harga emas biasanya naik, dan kali ini hubungan itu kembali terbukti.
Kekhawatiran pasar bahwa shutdown bisa berdampak sementara terhadap pembayaran pemerintah federal atau bahkan peringkat kredit AS, membuat sebagian permintaan safe haven yang biasanya mengalir ke obligasi Treasury jangka pendek kini beralih ke logam mulia. Dengan dolar yang melemah dan imbal hasil yang turun, kenaikan emas ke atas $4.000 sudah terjadi.
Emas Kalahkan Semua Aset Safe Haven Lain
Menurut analis Commerzbank, emas saat ini “mengungguli semua aset safe haven lainnya”, termasuk franc Swiss, yen Jepang, dan obligasi jangka panjang AS.
Berbeda dengan mata uang dan surat utang negara, emas tidak bergantung pada stabilitas politik, tidak memiliki risiko gagal bayar, dan tidak terpengaruh oleh pembiayaan pemerintah. Dalam konteks krisis politik seperti saat ini, hal itu menjadi keunggulan yang sangat penting.
Perak juga ikut menikmati limpahan permintaan, dengan harga bertahan di atas $45 per ons, namun emas jelas menjadi pemenang utama. Perannya kini bergeser: dari sekadar lindung nilai inflasi menjadi “asuransi institusional” , perlindungan terhadap disfungsi sistem itu sendiri.
Breakout Teknis Terkonfirmasi
Dari sisi teknikal, reli emas kali ini menegaskan kekuatan tren bullish yang telah berlangsung sejak pertengahan tahun. Penembusan di atas level $3.980–$4.000 membuka jalan menuju potensi kenaikan lebih lanjut karena area ini sebelumnya menjadi zona resistensi struktural dalam beberapa kali percobaan rekor. Secara keseluruhan, struktur pasar tetap mendukung pergerakan naik.
Belajar dari Sejarah: Kali Ini Berbeda
Secara historis, setiap kali terjadi penutupan pemerintahan, emas hampir selalu mendapat dorongan permintaan. Pada periode shutdown 2018–2019, harga emas naik sekitar 6% dalam waktu satu bulan.
Namun, situasi kali ini jauh lebih kompleks: ekonomi AS tengah melambat, pasar obligasi rapuh, dan The Fed sendiri terpecah dalam pandangan kebijakan.
Jika pada episode sebelumnya investor masih bisa bergantung pada data tenaga kerja yang kuat atau kompromi fiskal yang cepat, kali ini kedua faktor tersebut absen. Hal inilah yang membuat reli emas kali ini terasa lebih fundamental dan berakar pada kepercayaan yang terkikis terhadap kapasitas pemerintah mengelola risiko sistemik.
Apakah Emas Bisa Bertahan di Atas $4.000?
Pertanyaan besar kini bergeser dari “mengapa naik” menjadi “seberapa lama bisa bertahan?”.
Dari sudut pandang makro, selama shutdown masih berlangsung, ekspektasi pemangkasan suku bunga tetap tinggi, dan dolar terus melemah, arah pergerakan emas masih condong ke atas.
Namun, koreksi sementara tetap mungkin terjadi jika Kongres mencapai kesepakatan anggaran atau jika The Fed berupaya menahan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter yang terlalu agresif.
Meski begitu, banyak analis menilai bahwa pergeseran fokus pasar dari risiko moneter ke risiko politik telah menciptakan perubahan struktural dalam permintaan emas. Dengan kata lain, setiap penurunan harga justru kemungkinan besar akan dimanfaatkan investor untuk menambah posisi beli.
Emas Kembali Jadi Primadona Safe Haven
Di tengah dunia yang semakin bergantung pada kebijakan fiskal dan moneter untuk menjaga keseimbangan ekonomi, emas kembali menegaskan perannya sebagai penyimpan nilai terakhir yang bebas dari politik, kebijakan, dan janji.



