(Vibiznews – Economy & Business) Federal Reserve kembali berada di titik krusial. Di satu sisi, inflasi sudah jauh turun mendekati target. Di sisi lain, pasar tenaga kerja AS menunjukkan tanda-tanda kelelahan setelah beberapa tahun menahan beban pengetatan moneter paling agresif dalam empat dekade. Di tengah tarik-menarik ini, Gubernur The Fed Christopher Waller semakin vokal menyerukan pemangkasan suku bunga lanjutan pada pertemuan FOMC 9–10 Desember mendatang.
Berbicara di hadapan Society of Professional Economists di London, Waller menggambarkan perubahan nada yang mulai muncul di kalangan pelaku korporasi Amerika. Jika beberapa minggu lalu perusahaan masih berada di fase “no hire, no fire” dengan menahan diri dari ekspansi tenaga kerja maupun pemutusan hubungan kerja dimana kini fokus mulai bergeser ke arah yang lebih suram.
“Empat sampai enam minggu yang lalu, kita masih dalam mode ‘no-hire, no-fire’,” ujar Waller. “Sekarang, ketika saya berbicara dengan para eksekutif, mereka mulai membicarakan PHK. Mereka mulai merencanakan hal itu.”
Menurut dia, rencana pemangkasan tenaga kerja ini bisa didorong oleh berbagai faktor: pelemahan permintaan, tekanan margin, maupun potensi peningkatan produktivitas dari implementasi kecerdasan buatan (AI). Namun apa pun pemicunya, satu pesan kuncinya sama: pasar tenaga kerja yang selama ini menjadi pilar kekuatan ekonomi AS mulai kehilangan momentum.
Risiko Tenaga Kerja dan Alasan Pemangkasan Bunga
Di mata Waller, kondisi ini menjadi alasan kuat bagi The Fed untuk kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Desember. Ia menilai, jika pengaruh sementara dari tarif impor dikeluarkan, inflasi kini hanya sekitar setengah poin persentase di atas target 2% The Fed dan masih berpotensi menurun.
Dengan tekanan inflasi yang lebih jinak dan laju ekonomi yang berisiko melambat, fokus kebijakan, menurut Waller, selayaknya bergeser dari “memadamkan api” inflasi ke upaya mencegah keretakan di pasar tenaga kerja dan kesejahteraan rumah tangga.
Ia menyoroti bahwa tidak semua kelompok masyarakat menikmati reli pasar saham yang mendorong kekayaan investor dalam beberapa bulan terakhir. Banyak rumah tangga berpendapatan rendah dan menengah justru menghadapi tekanan biaya hidup yang tinggi, terutama dari sisi perumahan dan pengeluaran besar lainnya. Bagi kelompok ini, kebijakan moneter yang terlalu ketat justru dapat memperdalam tekanan keuangan.
“Saya khawatir kebijakan moneter yang restriktif membebani perekonomian, terutama bagaimana hal itu mempengaruhi konsumen berpendapatan rendah dan menengah,” kata Waller. Menurutnya, pemangkasan suku bunga di bulan Desember akan menjadi “asuransi tambahan” untuk mencegah pelemahan pasar tenaga kerja yang lebih tajam dan sekaligus menggeser kebijakan menuju posisi yang lebih netral.
Shutdown 43 Hari, Waller Yakin The Fed Punya Cukup Data
Perdebatan kebijakan kali ini berlangsung dalam konteks yang tidak biasa. Penutupan pemerintahan AS (government shutdown) selama 43 hari membuat rilis sejumlah data ekonomi kunci tertunda, termasuk laporan ketenagakerjaan September yang sangat ditunggu pasar.
Namun Waller menepis anggapan bahwa absennya sebagian data resmi membuat The Fed “buta arah”. Menurutnya, bank sentral masih memiliki cukup amunisi informasi untuk mengambil keputusan yang kredibel. Ia menyebut berbagai sumber data alternatif seperti laporan penggajian swasta ADP, klaim tunjangan pengangguran di tingkat negara bagian, serta survei kepercayaan dari lembaga seperti Conference Board dan University of Michigan.
“Kita tidak berada dalam ‘kabut’ yang mengharuskan kita menunda pemangkasan suku bunga sampai semuanya jelas,” ujarnya. “Kita punya kekayaan data dari sektor swasta dan sebagian dari sektor publik yang meski tidak sempurna, cukup dapat diandalkan untuk memetakan kondisi perekonomian AS saat ini.”
Dari data-data tersebut, Waller menyimpulkan bahwa pasar tenaga kerja AS berada di “stall speed” , kecepatan yang begitu rendah hingga rentan berbalik melemah lebih tajam. Klaim tunjangan pengangguran naik tipis, angka PHK meningkat, dan tak ada tanda-tanda tekanan kenaikan upah yang signifikan. Semua ini, menurutnya, mendukung argumen bahwa The Fed perlu memberikan “sedikit bantuan napas” lewat pemangkasan bunga tambahan.
“Saya tidak khawatir inflasi akan kembali meningkat tajam atau ekspektasi inflasi akan melonjak,” tegasnya. “Fokus saya ada pada pasar tenaga kerja, dan setelah berbulan-bulan melemah, kecil kemungkinan laporan ketenagakerjaan September atau data lain dalam beberapa minggu ke depan akan mengubah pandangan saya bahwa pemangkasan suku bunga tambahan memang diperlukan.”
Perbedaan Pandangan di Internal The Fed
Meski argumen Waller konsisten dan sudah ia suarakan selama beberapa bulan, posisi ini kini makin jauh dari konsensus internal. Sejumlah presiden bank cadangan regional menilai rangkaian pemangkasan suku bunga sebelumnya sudah cukup, mengingat inflasi inti masih berada hampir satu poin persentase di atas target dan pergerakannya dalam setahun terakhir dinilai stagnan.
Wakil Ketua The Fed, Philip Jefferson, baru-baru ini juga mengakui adanya risiko pelemahan pasar tenaga kerja, tetapi memilih garis besar kebijakan yang lebih berhati-hati. Ia menyatakan The Fed sebaiknya “bergerak perlahan” dalam setiap pemangkasan tambahan untuk menghindari risiko inflasi kembali menguat.
Perbedaan pandangan ini menciptakan kontras tajam yang jarang terlihat di lingkaran pembuat kebijakan moneter AS. Waller, yang disebut-sebut masuk radar Presiden Donald Trump sebagai calon Ketua The Fed, mengakui adanya perpecahan ini namun menilai perbedaan bukan sesuatu yang negatif.
Menurutnya, tingkat groupthink (keseragaman berpikir) di FOMC saat ini mungkin salah satu yang terendah dalam beberapa tahun terakhir, dan dalam batas tertentu hal itu sehat sebagai mekanisme “uji stres” terhadap setiap argumen kebijakan. Namun ia juga mengingatkan bahwa jika hasil pemungutan suara terlalu “tipis”, misalnya 7 banding 5, kredibilitas panduan The Fed ke pasar bisa tergerus.
“Jika satu orang berganti pandangan di pertemuan berikutnya, seluruh trajektori kebijakan bisa berubah,” ujarnya. “Itu berbahaya karena tidak memberikan kejelasan arah kebijakan kepada pelaku pasar.”
Debat Dovish-Hawkish Fed dan Dampaknya ke Pasar Global
Bagi pelaku pasar global, pernyataan Waller menambah bobot pada skenario bahwa The Fed belum selesai memangkas suku bunga tahun ini. Jika FOMC mengikuti pandangan kubu “dovish” yang dipimpin Waller, pasar obligasi berpotensi melanjutkan reli, imbal hasil (yield) US Treasury berisiko turun lebih jauh, dan dolar AS bisa mendapat tekanan jangka pendek.
Sebaliknya, jika faksi yang lebih “hawkish” menang dan The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga di level saat ini, risiko koreksi di pasar aset berisiko dapat meningkat, terutama jika investor telah terlanjur membangun posisi dengan asumsi adanya pemangkasan bunga Desember.
Di tengah ketidakpastian ini, satu pesan dari Waller patut dicatat: The Fed kini tidak lagi terfokus semata-mata pada perang melawan inflasi, melainkan pada upaya menyeimbangkan stabilitas harga dengan kesehatan pasar tenaga kerja dan ketahanan rumah tangga. Bagi pasar, pertarungan narasi di internal The Fed ini akan menjadi salah satu faktor penentu arah suku bunga global dan sentimen risiko menuju pergantian tahun.



