The Fed Semakin Dekat ke Pemangkasan Suku Bunga: Argumen Waller dan Realitas Ekonomi AS

177

Ketika pasar keuangan global bersiap menghadapi pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 10 Desember, perdebatan mengenai arah kebijakan moneter kembali menghangat. Salah satu suara paling berpengaruh dalam perdebatan tersebut, Gubernur Federal Reserve Christopher Waller, menyampaikan argumen yang jelas dan komprehensif untuk menurunkan suku bunga. Dalam pidato yang disampaikan pada 17 November di London, Waller menempatkan kelemahan pasar tenaga kerja, moderasi inflasi, dan tekanan rumah tangga berpendapatan rendah sebagai dasar kuat untuk beralih dari kebijakan moneter ketat.

Pandangan Waller mendapat perhatian karena posisinya sebagai anggota Komite dengan pengaruh signifikan. Argumentasinya bukan sekadar sikap akademis, tetapi sinyal yang mencerminkan dinamika internal The Fed saat ini. Di tengah ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada Desember, fokus kini bergeser pada seberapa jauh dan seberapa cepat pelonggaran dapat berlangsung.

Data Publik yang Terbatas Bukan Penghalang

Waller membuka pidatonya dengan menanggapi kekhawatiran bahwa penghentian aktivitas pemerintah AS telah mengganggu ketersediaan data publik, menyebabkan The Fed “terbang tanpa instrumen”. Menurutnya, anggapan tersebut dilebih-lebihkan. The Fed rutin menggabungkan berbagai sumber data, baik keras maupun lunak, termasuk indikator sektor swasta yang masih tersedia secara luas.

Meskipun data tersebut lebih “berisik”, ia menilai informasi yang diterima tetap cukup untuk memantau perekonomian. Dengan kata lain, ketiadaan sebagian data resmi tidak menghalangi The Fed memahami kondisi ekonomi secara menyeluruh.

Pasar Tenaga Kerja Melemah, Permintaan Turun Lebih Cepat dari Penawaran

Waller menggambarkan kondisi pasar tenaga kerja saat ini sebagai “hampir stagnan”. Ia menilai bahwa jika mempertimbangkan revisi data, pertumbuhan lapangan kerja dari Mei hingga Agustus kemungkinan negatif. Sejak saat itu, data payroll swasta memperlihatkan peningkatan yang minimal, sementara indikator lain seperti tingkat lowongan, pengunduran diri, dan pengumuman PHK memberi sinyal jelas bahwa permintaan tenaga kerja melemah.

Lebih penting lagi, ia melihat pelemahan ini sebagai didorong oleh turunnya permintaan, bukan peningkatan penawaran. Distingsi tersebut penting, karena pelemahan permintaan mencerminkan risiko perlambatan ekonomi yang lebih struktural, bukan sekadar penyesuaian pasar tenaga kerja.

Dalam kerangka kebijakan, penurunan permintaan tenaga kerja berimplikasi pada kebutuhan respons moneter yang lebih suportif untuk menahan risiko resesi.

Pertumbuhan Ekonomi Melambat, Sentimen Konsumen Anjlok

Waller menyoroti bahwa pertumbuhan PDB pada paruh kedua 2025 tampaknya melambat, sejalan dengan peningkatan tekanan di pasar kerja. Penurunan tajam dalam sentimen konsumen yang kini berada dekat level terendah historis menambah kekhawatiran, mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang dua pertiga PDB AS.

Sementara booming pasar saham mendukung belanja sebagian rumah tangga, Waller memperingatkan bahwa efek ini tidak inklusif secara ekonomi. Banyak kenaikan harga saham terjadi pada perusahaan teknologi terkait kecerdasan buatan, yang secara agregat hanya mempekerjakan kurang dari 3% tenaga kerja AS. Dengan demikian, reli ekuitas belum tercermin dalam dinamika kesejahteraan ekonomi lintas populasi.

Tekanan Kesejahteraan Rumah Tangga Kian Meningkat

Tekanan terhadap rumah tangga berpendapatan rendah dan menengah menjadi salah satu fokus utama pidato Waller. Keterjangkauan rumah berada di level terburuk dalam sejarah modern: suku bunga hipotek bertahan di atas 6%, sementara harga rumah meningkat jauh lebih cepat dibanding pendapatan. Pasar otomotif menunjukkan dinamika serupa, dengan harga kendaraan tinggi dan suku bunga pinjaman yang meningkat tajam sejak pandemi.

Kombinasi antara pendapatan yang stagnan dan biaya hidup yang lebih berat menekan kemampuan konsumsi rumah tangga. Kondisi ini dinilai dapat menjadi pemicu penurunan aktivitas ekonomi yang lebih tajam apabila pasar tenaga kerja terus melemah.

Inflasi Mendekati Target, Risiko Kenaikan Kembali Terbatas

Di saat inflasi masih menjadi fokus global, Waller menunjukkan bahwa tekanan harga di AS telah mereda secara substansial. Setelah mengeluarkan dampak tarif dalam perhitungan, ukuran inti inflasi berada dekat target 2%. Ekspektasi inflasi tetap terjaga, sementara pertumbuhan upah melemah dan aktivitas ekonomi melambat.

Dalam konteks ini, ia melihat sedikit risiko munculnya kembali inflasi yang persisten, terutama dalam lingkungan di mana tekanan permintaan melemah. Dengan demikian, mempertahankan suku bunga tinggi dinilai tidak lagi sejalan dengan kondisi inflasi aktual.

Pemangkasan Suku Bunga sebagai Penyesuaian Kebijakan yang Wajar

Dengan mempertemukan seluruh bukti, Waller berargumen bahwa kebijakan moneter saat ini mungkin sudah terlalu ketat, terutama bagi kelompok yang paling rentan secara finansial. Menurutnya, pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember akan menjadi langkah wajar dalam mengelola risiko. Ini akan membantu menahan perlambatan ekonomi dan membawa suku bunga lebih dekat ke tingkat netral.

Ia menambahkan bahwa keengganan melakukan penyesuaian kebijakan kini dapat memperbesar risiko penurunan tajam yang justru akan memaksa pelonggaran lebih agresif di masa depan.

Apakah FOMC Akan Sejalan?

Meski argumen Waller kuat dan berbasis data, pertanyaan kunci adalah apakah anggota FOMC lainnya berbagi pandangan tersebut. Tekanan politik untuk menurunkan suku bunga telah meningkat, dan The Fed perlu menyeimbangkan data ekonomi dengan persepsi independensi kebijakan.

Pasar saat ini telah mem-price in pemangkasan suku bunga 25 basis poin pada Desember. Namun, arah kebijakan setelah itu belum jelas. Sebagian anggota mungkin menilai Waller terlalu optimistis terhadap inflasi, sementara yang lain khawatir bahwa pelonggaran dini berpotensi memicu tekanan harga di kemudian hari.

Keputusan Desember: Fed Pilih Hati-Hati atau Agresif?

Pidato Waller menggaris bawahi perlunya penyesuaian menuju kebijakan moneter yang lebih akomodatif. Dengan melemahnya pasar tenaga kerja, inflasi yang mendekati target, dan tekanan konsumsi yang semakin nyata, biaya mempertahankan suku bunga tinggi tampak semakin besar, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah dan menengah.

Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan FOMC secara kolektif. Dengan ekonomi AS memasuki fase yang lebih rapuh, keputusan kebijakan pada Desember dan bulan-bulan berikutnya akan menentukan apakah The Fed memilih jalan hati-hati atau bergerak lebih tegas untuk menopang pertumbuhan.