Tekanan inflasi di Amerika Serikat kembali menjadi fokus utama pasar keuangan global. Laporan Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) yang dijadwalkan rilis pada Kamis diperkirakan menunjukkan inflasi tahunan naik ke 3,1% pada November, level tertinggi sejak Mei 2024. Jika terkonfirmasi, angka ini menandai bahwa inflasi AS masih jauh dari target 2% Federal Reserve, sekaligus memperpanjang ketidakpastian arah kebijakan moneter ke depan.
Berdasarkan survei ekonom yang dihimpun Dow Jones Newswires dan The Wall Street Journal, inflasi November diproyeksikan meningkat dari 3,0% pada September. Sementara itu, inflasi inti (core CPI) data yang mengecualikan komponen energi dan pangan diperkirakan bertahan di 3,0% secara tahunan, mencerminkan tekanan harga yang masih persisten di sektor jasa dan barang non-energi.
Tarif Impor Dorong Inflasi Barang
Kenaikan inflasi yang terjadi sejak pertengahan tahun tidak terlepas dari kebijakan perdagangan Amerika Serikat. Inflasi mulai kembali menguat sejak April, ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap hampir seluruh mitra dagang utama. Beban biaya tambahan tersebut secara bertahap diteruskan dunia usaha kepada konsumen.
Dampaknya paling terasa pada harga barang impor, yang kembali mencatat kenaikan, meskipun tekanan harga di sektor lain seperti perumahan dan sewa yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Kondisi ini menciptakan struktur inflasi yang tidak seimbang: sebagian sektor mulai mendingin, sementara sektor lain justru kembali memanas.
Bagi Federal Reserve, kombinasi tersebut memperumit upaya pengendalian inflasi. Bank sentral AS telah berkomitmen menjaga stabilitas harga dengan target inflasi 2%, sebuah sasaran yang belum tercapai sejak 2021.
Dilema Kebijakan The Fed
Inflasi yang kembali menguat menempatkan The Fed pada posisi kebijakan yang semakin sulit. Di satu sisi, tekanan harga yang bertahan menjadi alasan kuat untuk menahan suku bunga tetap tinggi lebih lama. Di sisi lain, pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan, meningkatkan risiko perlambatan ekonomi.
Sebagian anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mendorong pendekatan ketat dengan mempertahankan suku bunga tinggi untuk menekan inflasi. Namun, kelompok ini kalah suara dari mayoritas pembuat kebijakan yang lebih fokus pada perlindungan pasar tenaga kerja, terutama setelah data terbaru menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran.
Federal Reserve telah memangkas suku bunga pada pertemuan terakhirnya, tetapi memberikan sinyal yang relatif hawkish untuk periode selanjutnya. Proyeksi resmi bank sentral menunjukkan hanya satu kali pemangkasan suku bunga tambahan pada 2026, menandakan sikap yang lebih berhati-hati dibanding ekspektasi pasar.
Pasar Bertaruh Lebih Agresif
Berbeda dengan proyeksi The Fed, pasar keuangan menilai ruang pelonggaran kebijakan masih terbuka. Kontrak berjangka dana Fed saat ini mencerminkan ekspektasi dua kali pemangkasan suku bunga tahun depan, meskipun peluang pemangkasan dalam waktu dekat termasuk pada Januari dinilai kecil.
Ketidakselarasan antara pandangan pasar dan bank sentral membuat data inflasi terbaru menjadi sangat krusial. Angka CPI November berpotensi menjadi penentu apakah The Fed dapat mempertahankan sikap hawkish-nya, atau justru harus membuka ruang pelonggaran lebih cepat jika tekanan inflasi mereda.
Kekosongan Data Inflasi Oktober
Ketidakpastian semakin diperbesar oleh ketiadaan data inflasi Oktober. Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) menyatakan tidak akan merilis laporan CPI Oktober akibat terganggunya proses pengumpulan data selama penutupan pemerintahan (government shutdown) pada Oktober dan November.
Kondisi ini menciptakan kekosongan data yang belum pernah terjadi sebelumnya, memaksa pelaku pasar membaca tren inflasi hanya dari satu titik data terbaru. Laporan CPI November yang juga dirilis lebih lambat dari jadwal—kini menjadi referensi utama untuk menilai arah inflasi AS.
Dampak Langsung ke Konsumen
Bagi konsumen, inflasi yang bertahan di atas 3% berarti kenaikan harga kebutuhan pokok belum akan mereda dalam waktu dekat. Barang impor diperkirakan menjadi sumber tekanan utama, seiring dampak tarif yang masih mengalir dalam rantai pasok global.
Kondisi ini berpotensi menggerus daya beli rumah tangga, khususnya kelompok berpendapatan menengah dan rendah. Suku bunga yang tetap tinggi juga berdampak pada biaya kredit, mulai dari cicilan rumah hingga pinjaman konsumsi.
Prospek Inflasi 2026: Turun Bertahap
Meski inflasi saat ini masih relatif tinggi, mayoritas ekonom memperkirakan tekanan harga akan mulai mereda secara bertahap pada paruh kedua tahun depan. Analis Wells Fargo Securities, dipimpin oleh Sarah House, menilai bahwa efek tarif masih akan mendorong inflasi barang dalam beberapa bulan ke depan, terutama saat perusahaan menyesuaikan harga di awal tahun.
Namun, mereka memperkirakan inflasi keseluruhan akan bertahan di sekitar 3,0% hingga paruh pertama 2026, sebelum akhirnya bergerak turun menuju target 2%.
“Seiring berjalannya waktu, tekanan tarif diperkirakan mereda, pasar tenaga kerja melemah, dan produktivitas meningkat, yang secara bertahap akan menurunkan inflasi,” tulis Wells Fargo dalam catatannya.
Pasar Siaga Jelang CPI AS
Laporan CPI Kamis ini berpotensi memicu volatilitas di pasar global. Pergerakan dolar AS, imbal hasil obligasi, emas, dan pasar saham akan sangat bergantung pada apakah inflasi melampaui atau justru di bawah ekspektasi.
Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat memperkuat dolar dan menekan aset berisiko, sementara inflasi yang lebih jinak berpotensi menghidupkan kembali spekulasi pemangkasan suku bunga, memberikan dukungan bagi pasar saham dan komoditas.
CPI November: Penentu Nasib Kebijakan The Fed
Dengan inflasi yang kembali mendekati level tertinggi dalam beberapa bulan terakhir, The Fed menghadapi persimpangan kebijakan yang krusial. CPI November akan menjadi ujian apakah tekanan harga hanya bersifat sementara akibat tarif, atau menandakan inflasi yang lebih persisten.
Bagi pasar, satu pesan semakin jelas: inflasi AS belum sepenuhnya jinak, dan jalur menuju target 2% masih dipenuhi ketidakpastian.



