Harga kakao berjangka masih terus mengalami tekanan jual hingga tutup perdagangan Sabtu dini hari lalu (5/10). Harga komoditas bahan baku cokelat tersebut anjlok untuk tujuh sesi berturut-turut dan sudah mulai membentuk pola bearish yang cukup kuat setelah pertengahan September lalu gagal untuk menembus resistance level tertinggi dalam 9 bulan belakangan.
Kondisi pasar komoditas global secara umum masih lesu. Rilis data dari sektor tenaga kerja Amerika Serikat yang dirilis Jumat malam menunjukkan hasil yang kurang baik sehingga para pelaku pasar menurunkan harapan kenaikan suku bunga Fed tahun ini.
Harga kakao berjangka juga mengalami tekanan jual disebabkan oleh potensi membludaknya produksi di Pantai Gading dan Ghana. Kedua Negara penghasil kakao utama dunia ini sedang berada dalam musim tanam yang menunjukkan kondisi tanaman cukup baik. Permintaan yang lesu dan potensi peningkatan pasokan telah memberikan tekanan kuat para harga komoditas.
Di akhir perdagangan Jumat dini hari harga kakao berjangka kontrak Desember yang merupakan kontrak paling aktif terpantau ditutup dengan membukukan penurunan yang cukup signifikan. Harga komoditas tersebut ditutup melemah sebesar 10 dollar atau 0,3 persen pada posisi 3.095 dollar per ton.
Analyst Vibiz Research Center memperkirakan bahwa harga kakao berjangka untuk perdagangan selanjutnya akan bergerak dalam kelanjutan trend melemah. Saat indikator jangka pendek, menengah dan panjang sudah berada dalam kondisi bearish.
Untuk perdagangan selanjutnya harga kakao berjangka di ICE Futures New York berpotensi untuk mengetes level resistance pada posisi 3.200 dollar. Jika level resistance tersebut berhasil ditembus level selanjutnya adalah 3.230 dollar. Sedangkan level support yang akan dites jika terjadi koreksi ada pada 3.050 dollar dan 3.020 dollar.
Ika Akbarwati/VMN/VBN/Senior Analyst-Vibiz Research Center
Editor: Jul Allens