Pada akhir perdagangan Rabu dinihari (26/04), harga batubara Rotterdam berakhir lemah terpengaruh menurunnya permintaan Tiongkok.
Perencana negara Tiongkok mengatakan bahwa negara tersebut bertujuan untuk membuat bahan bakar non-fosil sekitar 20 persen dari total konsumsi energi pada tahun 2030 dan memberikan kontribusi pada lebih dari setengah permintaan pada tahun 2050, demikian seperti yang dilansir Digital Journal.
Tiongkok telah berusaha mengalihkan produksi listrik dari batu bara selama beberapa tahun. Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) mengatakan bahwa emisi karbon dioksida akan mencapai puncaknya di Tiongkok pada tahun 2030.
Harga batubara Rotterdam berjangka untuk kontrak paling aktif yaitu kontrak bulan Juli 2017 turun di posisi 72,00 dollar per ton. Harga komoditas tersebut mengalami penurunan sebesar -0,55 dollar atau setara dengan -0,76 persen dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelumnya.
Malam nanti akan dirilis data persediaan minyak mentah mingguan AS oleh EIA yang diindikasikan menurun. Jika terealisir akan menguatkan harga minyak mentah.
Analyst Vibiz Research Center memperkirakan bahwa pergerakan harga batubara berjangka Rotterdam pada perdagangan selanjutnya berpotensi naik jika kenaikan minyak mentah terealisir. Harga batubara berjangka berpotensi mengetes level Resistance pada posisi 72,50 dollar dan Resistance kedua di level 73,00 dollar. Sedangkan level Support yang akan diuji jika terjadi penurunan harga ada pada posisi 71,50 dollar dan 71,00 dollar.
Freddy/VMN/VBN/Analyst-Vibiz Research Center Editor: Asido Situmorang