(Vibiznews – Bonds & Mutual Fund) – Ada beberapa pihak di negara kita yang mempertanyakan nilai utang Indonesia yang cukup besar, amankah bagi negara kita? Pemberitaan di media-media juga sering melontarkan kekhawatiran mengenai besarnya utang pemerintah Indonesia, lalu bagaimana mengelola utang sebesar itu sehingga aman bagi negara kita?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kementerian Keuangan (Dirjen PPR) Luky Alfirman bersama Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Karo KLI) Nufransa Wira Sakti dan Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting, mengadakan pertemuan dengan para wartawan dalam acara “Briefing Media: Mengelola Pembiayaan Risiko agar Bermanfaat Bagi Bangsa” di Gedung Juanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta, Jum’at (06/04). Beliau menyampaikan bahwa saat ini Pemerintah mengelola utang dengan hati-hati, tepat sasaran dan terencana dengan matang.
“Utang itu adalah satu instrumen, komponen yang ada di APBN. Kalau belanjanya lebih besar dari penerimaan, kita akan mengalami apa yang disebut dengan defisit. Defisit itu kemudian ditutupi salah satunya dengan utang. Jadi, yang perlu dipahami ketika kita melakukan utang, semua sudah ada, sudah terencana,” papar Dirjen PPR.
Dalam acara tersebut, Dirjen PPR menegaskan bahwa yang paling penting adalah kebijakan utang yang diambil oleh Pemerintah tersebut dialokasikan di tempat yang tepat, memberikan manfaat yang sebesar-besar bagi masyarakat dan dikelola secara hati-hati.
“Jadi, harus dilihat dari sudut pandang kenapa kita berhutang:
Pertama,l Lihat efektifitas dan optimalitas struktur belanja kita yang sifatnya investasi. Kedua, yaitu infrastruktur dan SDM (sumber daya manusia). Benefitnya baru dirasakan di masa yang akan datang,” jelas Dirjen PPR menegaskan pengalokasian utang ke sektor-sektor produktif di masa depan.
Terkait dengan kekhawatiran beberapa pihak tentang kemungkinan utang Pemerintah default, Dirjen PPR menjelaskan bahwa posisi utang Pemerintah saat ini masih relatif aman. Jumlah akumulasi utang saat ini masih di bawah 30%, jauh dari batas maksimal threshold sebesar 60% dari PDB (Product Domestic Bruto).
“Akumulasi utang itu maksimal 60% dari PDB. (Saat ini) Rasio utang kita dengan PDB kita baru mencapai 29,2%. Kita akan tetap menjaga itu terus di bawah 30%. Jadi, dari segi ukuran kemampuan kita (untuk membayar utang kembali) insya Allah masih sangat sangat aman,” tegas Dirjen PPR.
Menjawab opini seolah-olah surat utang Indonesia dikuasai pihak asing dan kemungkinan terjadinya capital outflow, Dirjen PPR menepis kekhawatiran tersebut dengan menyatakan bahwa pembelian surat berharga negara oleh investor asing mengindikasikan kepercayaan negara lain terhadap fundamental ekonomi Indonesia. Selain itu, profil investor tersebut adalah long-term investors bukan spekulan. Namun demikian, Pemerintah tetap berhati-hati dan prudent dalam mengelola utang tersebut dan menyiapkan payung pencegahan terjadinya krisis ekonomi.
“Kalau kita lihat profil dari investor asing, sebagian besar ternyata mereka adalah long-term investors, bukan sifatnya spekulan. Kebanyakan (mereka) adalah bank sentral negara lain. Namun kita tetap waspada. Kita selalu menyiapkan payung jika hal itu (krisis ekonomi) terjadi. Kita lebih banyak menekankan pada pencegahan,” jelasnya.
Dijelaskan pula bahwa Pemerintah telah melakukan pengelolaan utang secara transparan sehingga wartawan maupun masyarakat dapat ikut pula melihat dan mengawasinya.
Senada dengan Dirjen PPR, Karo KLI berharap para wartawan dari berbagai media yang hadir dapat ikut membantu Pemerintah dalam mengedukasi publik tentang utang dan kaitannya dengan APBN secara keseluruhan.
“Tidak hanya memberitakan tapi juga mengedukasi kepada publik sehingga lebih memahami konteks APBN secara keseluruhan,” harap Karo KLI.
Sumber : Kementerian Keuangan
Belinda Kosasih/Coordinating Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting Group
Editor : Asido Situmorang