(Vibiznews – Banking) – Bisnis industri perbankan di Indonesia masih menarik. Tidak heran bila banyak investor asing, seperti belakangan ini sejumlah perusahaan finansial asal Jepang, yang gencar menanamkan modalnya di sektor jasa keuangan, terutama perbankan. Salah satu daya tariknya adalah kenyataan bahwa Net Interest Margin (NIM), atau keuntungan bunga bersih bank, di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menyebutkan bahwa NIM perbankan di Indonesia masih tertinggi di Asia bahkan dunia. “Pada November 2017 dan 2018 NIM perbankan di Indonesia tertinggi di Asia atau bahkan dunia,” demikian disampaikan Fauzi kepada media (10/01).
Disebutkan, dari data LPS, pada November 2018 untuk bank umum kegiatan usaha (BUKU) I rasio NIM tercatat 5,6%. Sedangkan, untuk perbankan kategori BUKU II: 5,1%, lalu BUKU III: 4,19%, dan terakhir BUKU IV: 4,99%.
Tingginya rasio NIM mencerminkan industri perbankan di Indonesia masih sangat menarik jika dibandingkan dengan negara lain.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga baru-baru ini menjelaskan, tahun 2019 ini akan menjadi tahun konsolidasi bagi perbankan, sebab banyak investor asing yang tengah melakukan proses akuisisi dan merger dengan perbankan di Indonesia.
OJK menyebutkan setidaknya akan ada tiga bank hasil merger di tahun 2019. Antara lain, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBCI), kemudian PT Bank Danamon Indonesia Tbk dengan Bank Tokyo Mitshubishi UFJ (MUFG) bersama dengan PT Bank Nusa Parahyangan (BNP).
Selain itu, ada rencana merger antara PT Bank Dinar Indonesia Tbk dan PT Bank Oke Indonesia yang direncanakan pada tahun 2019 ini.
Di pasar juga terakhir ini terdengar kabar Bank Permata yang ditargetkan oleh investor finansial asal Jepang. Namun belum ada keterangan resmi tentang hal tersebut sampai saat ini.
Analis Vibiznews melihat daya tarik perbankan Indonesia bagi investor asing adalah hal yang masuk akal. Dari sisi makro ekonomi, rasio kredit bank terhadap PDB Indonesia tergolong rendah, bila dibandingkan dengan beberapa negara tetangga. Diperkirakan rasio tersebut di Indonesia baru sekitar 43%, jauh lebih rendah dibandingkan rasio di Malaysia sebesar 134% dan Singapura 129%. Ini menunjukkan potensi penetrasi perbankan yang masih luas di perekonomian Indonesia.
Hal lain adalah NIM tertinggi di dunia itu tadi. Di lingkungan ASEAN, ambil contoh, dari 10 bank dengan NIM tertinggi, 5 di antaranya dari Indonesia di jajaran posisi atas. Lalu, mengapa pula investor finansial Jepang tergiur menanamkan modal pada bank di Indonesia? Di Jepang, dimana bank sentralnya menerapkan kebijakan negative interest rate, NIM industri perbankan kabarnya di bawah 1% bahkan bisa 0%. Karenanya, wajar bila mereka gencar memburu pasar kredit yang masih luas ditambah dengan tingkat keutungan yang besar di lingkungan industri perbankan di Indonesia.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting Group
Editor: Asido