Harga Minyak Sawit Turun dari Harga Tertinggi Dua Tahun

1560

(Vibiznews – Commodity) – Harga minyak sawit turun dari harga tertingginya dua tahun karena pemerintah Malaysia masih mempertimbangkan untuk membebaskan pajak atau meneruskan pengenaan pajak dengan pajak ekspor yang lebih kecil.

Harga minyak sawit  di Bursa Malaysia Derivatives turun 18 ringgit (0.67%) menjadi $2,667 per kg

Pemerintah Malaysia akan  terus membebaskan pajak ekspor terhadap CPO pada tahun depan supaya harga minyak sawit bisa tetap kompetitif. Kemungkinan yang terjadi pemerintah akan menerapkan kembali pajak ekspor dengan hanya akan menurunkan pajak ekspornya di tahun 2020.

Perbedaan harga minyak sawit antara Malaysia dan Indonesia akan lebih tinggi, dan akan membuat harga lebih rendah di pasar Global.

Sekarang harga minyak sawit di Malaysia lebih tinggi dari Indonesia sebesar USD25 –USD30 per ton. Jadi pemerintah Malaysia diperkirakan akan menunggu apa yang dilakukan Indonesia sebelum menghapus atau mengurangi pajak ekspor.

Kenaikan harga minyak sawit sampai tertinggi dua tahun disebabkan oleh:

  1. Permintaan Bio Diesel.

Harga CPO meningkat pada saat ini karena momentum yang baik ketika pemerintah dari  the Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC), negara-negara produsen minyak sawit, memerintahkan untuk penggunaan biodiesel sehingga penggunaan minyak sawit meningkat.

Pemerintah Indonesia adalah negara yang menggerakkan penggunaan biodiesel, sehingga permintaan biodiesel meningkat di negara-negara sekitar.

Dengan penggunaan B30  ( 9.59 juta kl biodiesel ) yang dipakai untuk tahun 2020 permintaan biodiesel naik 8.5 juta ton tahun depan.

Produksi biodiesel di Thailand naik sejak 2017, karena adanya insentif dari pemerintah dan juga system pajak. Penerapan dari penggunaan biodiesel  di Thailand lebih dulu dari Malaysia.

Anggota CPOPC terdiri dari Malaysia, Indonesia dan Colombia,  sementara tiga negara ini  adalah produsen minyak sawit, dan berikutnya negara-negara yang akan bergabung  tahun depan adalah Nigeria, Papua New Guinea dan Honduras

  1. Produksi minyak sawit menurun

Persediaan minyak sawit di Malaysia diperkirakan akan turun 1.6 juta ton dalam enam bulan ke depan dari 2.35 juta ton di bulan Oktober karena pengurangan pupuk, kekeringan, kebakaran dan melemahnya produksi di daerah baru tahun ini.

Turunnya produksi diikuti dengan peningkatan permintaan biodiesel di Negara Asia Tenggara, menjadi penyumpang kenaikan harga CPO menjadi USD750 (USD1 = RM4.168) perton di kuartal ke dua 2020.

Sekarang harga CPO RM2,500 dan RM2,600 perton, harga yang terbaik bagi para  pemain di industri ini.

Persediaan minyak sawit Malaysia diperkirakan turun 1.6 juta ton selama 6 bulan ke  depan dari 2.35 juta ton pada bulan Oktober tahun ini karena pengurangan dari penggunaan pupuk, kekeringan, asap dan melemahnya produksi di area baru tahun ini.

Melemahnya perkembangan produksi berbarengan dengan meningkatnya biodiesel di Negara-negara Asia Tenggara meningkatkan harga

Perkembangan dari produksi minyak sawit yang melemah beberapa tahun ke depan mengurangi persediaan dan meningkatkan harga.

Cuaca kering dan  berkurangnya penggunaan dari pupuk membuat penghematan biaya, akan berpengaruh terhadap produksi pada tahun ini bagi produsen besar seperti Indonesia dan Malaysia dan akan merupakan faktor yang akan berlanjut pada tahun yang akan datang.

Yang menjadi masalah adalah tekanan dari NGO melarang penanaman sawit. Ini akan membuat berkurangnya penanaman sawit yang baru yang terjadi pada saat harga masih rendah.

Pencinta lingkungan menyalahkan penggunaan minyak sawit untuk pembuatan ice cream sampai lipstik karena perkebunan sawit membuka hutan-hutan Asia Tenggara dan membahayakan kelangsungan hidup dari binatang liar seperti orang hutan dan gajah.

Produksi Indonesia tahun ini diperkirakan akan berubah sedikit dari output tahun yang akan datang sedangkan Malaysia  akan berkembang,

Produksi Indonesia dan Malaysia akan berkembang sedikit  pada tahun yang akan datang dan mengakibatkan persediaan menjadi defisit di pasar karena permintaan akan biodiesel berkembang di kedua negara.

  1. Inovasi pembuatan biojet

Malaysia mengatakan bahwa akan memulai produksi biojet fuel dipadu minyak sawit sampai lima tahun ke depan dan  sedang membicarakan potensi ini dengan beberapa partner untuk membangun pabrik ini.

Malaysia sedang mencari pasar baru untuk meningkatkan permintaan akan minyak sawit, yang bisa digunakan untuk segala hal mulai dari sabun sampai lipstik juga untuk makanan kecil.

MPOB mengatakan bahwa sedang mencari berbagai kemungkinan investor potesial, dan berharap permintaan biojet fuel berkembang di tahun yang akan datang.

Di tahun 2020 Malaysia sudah mengalokasikan penelitian penggunaan dari palm oil – biojet fuel, untuk lima tahun ke depan Malaysia berharap menjadi produsen biojet fuel yang pertama.

Di bulan April MPOC di Beijing menandatangani MOU dengan  Badan Industri Cina, Bagian dari Departemen Perdagangan Komersiil untuk Produk makanan dan Produksi Lokal, Cina akan menginvest paling tidak dua milyar ringgit (USD480 juta) untuk membuat pabrik biojet fuel.  Tapi perjanjian itu baru permulaan belum ada diskusi lebih lanjut dengan seluruh partner yang potensial.

Keinginan Malaysia untuk memproduksi biojet fuel datang dari  perusahaan penerbangan global yang mengurangi remisi penerbangan, sesuai dengan rencana dari International Civil Aviation Organization (ICAO), salah satu bagian dari PBB yang mengurus standar  international perjalanan udara.  Rencana tersebut istilahnya “Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA), mencari cara membatasi emisi CO2 dari perjalanan di udara pada 2020, mengurangi pengaruh penerbangan terhadap lingkungan.

Indonesia sebagai  produsen terbesar juga melihat peluang ini sebagai pasar baru untuk minyak sawit, Indonesia melalui Presiden Jokowi di bulan Agustus meminta kepada menteri-menterinya untuk mempelajari lebih lanjut kemungkinan mencampur minyak sawit untuk biojet fuel.

MPOB mengatakan bahwa produksi minyak sawit Malaysia tahun depan tidak akan lebih dari 20 juta ton di tahun 2019 dan 2020 dibanding produksi di 2018 sebesar 19.5 juta ton.

Indonesia dan Malaysia melihat kenaikan produksi yang kecil tahun depan , membuat persediaan defisit  dan harga akan meningkat.

Analisa tehnikal support pertama di $2,560 dan berikut ke $2,510 sedangkan resistant pertama di $2,670 dan berikut ke $2,680.

Loni T / Analyst Vibiz Research Centre – Vibiz Consulting Group

Editor : Asido

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here