IDX-IC Akan Lebih Mempermudah Pelaku Pasar Modal Indonesia

567

(Vibiznews – IDX Stocks) – Berangkat dari keterbatasan-keterbatasan Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA), PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan meluncurkan klasifikasi indeks baru pekan depan, Senin (25/1). Klasifikasi indeks bernama Indonesia Stock Exchange Industrial Classification (IDX-IC) itu akan menggantikan JASICA setelah tiga bulan dirilis.

“JASICA masih akan tetap dipertahankan dalam masa transisi dalam tiga bulan ke depan sejak (IDX-IC) diluncurkan,” ungkap Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi dalam acara Edukasi Wartawan Pasar Modal dengan tema IDX Industrial Classification yang digelar secara daring, Rabu (20/1) lalu.

Oleh karenanya, data-data sektoral JASICA masih akan dipaparkan oleh pihak bursa bersamaan dengan IDX-IC selama tiga bulan ke depan atau hingga akhir April 2021.

Kepala Divisi Pengembangan Bisnis BEI Ignatius Denny Wicaksono mengungkapkan, keterbatasan JASICA salah satunya tidak mampu mewadahi jenis-jenis usaha baru yang mulai berkembang.

Misalnya saja, perusahaan energi alternatif, produsen barang hobi, penyedia jasa olahraga, holding atau konglomerasi keuangan, perusahaan perfilman, dan perusahaan teknologi informasi.

Selain itu, terdapat sektor-sektor yang terlalu luas dan tidak homogen serta tidak terdefinisi secara spesifik. Misalnya saja, sektor aneka industri yang berisikan subsektor beragam seperti mesin dan alat berat, otomotif dan komponen, tekstil dan garmen, alas kaki, kabel, elektronik.

Sektor lain yang dinilai terlalu luas yakni perdagangan, jasa, dan investasi yang mencakup perdagangan, media, kesehatan, perusahaan TI, dan perusahaan investasi. Termasuk, Others untuk mengakomodir perusahaan yang tidak dapat dikelompokkan di subsektor manapun.

Ketidakmampuan JASICA dalam menggolongkan jenis-jenis usaha baru ini tercermin dari puluhan perusahaan yang masuk ke dalam subsektor Others. Berdasar catatan BEI ada 22 perusahaan yang masuk dalam subsektor Others saat ini.

Selain itu, prinsip klasifikasi JASICA dianggap tidak common practice di bursa efek lain di dunia. Prinsip klasifikasi bursa efek di dunia berdasarkan produk atau eksposur pasar. Sementara JASICA menggunakan prinsip klasifikasi aktivitas ekonomi.

Sejarahnya, klasifikasi yang sudah digunakan sejak tahun 1996 itu mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLUI) yang dirilis oleh Badan Pusat Statsitik. Adapun KBLUI mengacu pada International Standard Industrial Classification (ISIC) oleh United Nations.

“Sebelumnya kita mengambil dari government classification yang mana biasanya digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi. Sekarang, kami ambil dari commercial side-nya yang lebih common global knowledge untuk klasifikasi,” ungkap Denny.

Untuk  IDC-IC, klasifikasinya berkiblat pada klasifikasi industri  komersial dari perusahaan data yang biasa menjadi acuan, seperti Klasifikasi Global Industry Classification Standard (GICS) milik MSCI dan S&P, Industry Classification Benchmark (ICB) milik FTSE dan Dow Jones. Ada juga Thomson Reuters Business Classification (TRBC) yang dimiliki oleh Refinitiv (Thomson Reuters).

Dengan klasifikasi yang lebih baik, standarisasi definisi industri juga semakin jelas. Sehingga, manajer portofolio dan analis dapat membandingkan dan menganalisis perusahaan dan industri atau sektor dengan lebih tepat.

Klasifikasi yang lebih tepat akan berguna juga dalam pembuatan benchmark industri atau tolak ukur kinerja industri.

Sementara untuk investor ritel, adanya pembaruan klasifikasi akan memudahkan mereka dalam menganalisa. Sehingga investor sebenarnya tidak perlu mengkhawatirkan perubahan tersebut.

IDX-IC ini memiliki empat sturktur klasifikasi, lebih banyak dibanding JASICA yang hanya dua tingkat klasifikasi.

Dengan klasifikasi yang detail, emiten-emiten yang selama ini tercampur dalam satu subsektor lebih dapat teridentifikasi. Sehingga akan mempermudah dari sisi analisanya, serta mempermudah dalam melihat valuasi industrinya.

Ia mencontohkan, dahulu infrastruktur bisa dibandingkan antara TLKM dan PGAS. Padahal keduanya memiliki industri yang berbeda. Dengan adanya pengelompokan detail akan dibedakan antara industri operator dan industri tower.

Perubahan ini tidak merugikan investor, baik investor ritel maupun institusi, pengelompokan tersebut cukup efektif guna membandingkan antar sektor secara lebih objektif, sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan investasi nantinya.

Sementara bagi emiten dengan adanya pengelompokan, secara objektif dapat melakukan perbandingan emiten sejenis terkait performa, sehingga perbandingannya lebih valid.

Di sisi lain, adanya indeks baru dapat membuka peluang baru berupa munculnya produk-produk lain seperti indeks, reksadana, maupun ETF.

Selasti Panjaitan/Vibiznews
Editor : Asido Situmorang

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here