Beberapa Fakta Mengapa Sri Lanka Mengalami Krisis Ekonomi ?

937

(Vibiznews – Economy) – Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajaksa diberitakan akan mengundurkan diri dari jabatannya karena kondisi ekonomi negara yang mengalami krisis.

Kondisi ekonomi negara dengan 22 juta penduduk ini terus memburuk dan telah menekan banyak sisi esensial kehidupan masyarakat sehingga membangkitkan gelombang protes terhadap pemerintahannya.

Rentetan permasalahan yang menimpa Sri Lanka menuju krisis adalah:

1. Hutang Sri Lanka lebih dari US$50 milyar atau Rp 750 triliun, 10% pinjaman berasal dari China. Hutang yang jatuh tempo tahun ini lebih dari US$7 milyar, sedang cadangan devisa Maret 2022 hanya US$1,6 milyar.

2. Impor-nya US$3 milyar, jauh lebih tinggi dari nilai ekspor-nya, hal ini menguras cadangan devisa.

3. Cadangan devisa merosot dari US$7,6 milyar pada akhir tahun 2019 menjadi US$250  juta. Cadangan yang habis ini menyebabkan tidak sanggup lagi mengimpor kebutuhan pokok seperti bahan bakar, beras, susu dan obat-obatan.

4. Sektor Pariwisata yang menjadi andalan pemasukan devisa terpukul akibat covid 19, juga beberapa kejadian bom pada 2019.

5. Pemerintah membuat keputusan pembatasan pupuk yang justru mengakibatkan produksi beras dan teh merosot tajam, kedua komoditas ini adalah andalan ekspor untuk memperoleh devisa.

6. Sejak Januari 2022, mata uang Sri Lanka rupee mengalami depresiasi hingga 26% terhadap US dollar, menyebabkan harga-harga barang impor semakin mahal.

7. Pada Mei 2022 pemerintah menyatakan tidak sanggup membayar pinjaman luar negeri.

 

8. Inflasi periode bulan Juni 2022 mencapai 54%, diperkirakan bisa mencapai di atas 70% beberapa bulan mendatang.

Protes dipicu oleh meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok dan memburuknya pasokan makanan serta kesulitan bahan bakar tersebut semakin meluas dan tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah.

Beberapa Fakta yang telah menyentuh kehidupan masyarakat yang membawa ekonomi Sri Lanka mengalami krisis:

1. Harga-harga setiap hari melonjak dengan drastis, terutama makanan.

2. Obat-obatan menjadi langka sehingga sistem kesehatan menuju kehancuran.

3. Pasokan bahan bakar tidak mencukupi untuk kegiatan utama seperti bis, kereta dan bahkan kendaraan untuk operasional medis, karena pemerintah tidak sanggup mengimpor bahan bakar. Antrian panjang dan berhari-hari terjadi di pompa bensin dan gas.

4. Untuk menghembat bahan bakar, sekolah ditutup karena guru dan orang tua tidak sanggup membawa murid ke sekolah, dan pekerja juga diminta bekerja dari rumah.

5. Pemadaman listrik hingga 13 jam sehari.

Fakta-fakta krisis ekonomi ini sudah menyeret negara ini pada krisis politik dan sosial.
Beberapa negara G7 bermaksud  meringankan pengembalian hutang dari Sri Lanka untuk meringankan beban negara yang sedang mengalami krisis ini.