(Vibiznews – Economy & Business) – Saat melaporkan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belana Negara (APBN) pada bulan Januari Tahun Anggaran 2023, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati masih tetap optimis namun waspada.
Hal ini tercermin dari pertumbuhan pendapatan negara mencapai 48,1 persen dibandingkan akhir tahun 2022. Yaitu sebesar Rp 232,2 triliun atau 9,4 persen dari target APBN.
“Ini tentu mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan,” ungkap Menteri Keuangan pada Konferensi Pers APBN Kita, Rabu (22/02)
Selain itu, Menkeu juga menyampaikan kondisi perekonomian global di tahun 2022 secara keseluruhan. Dimana masih di dominasi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia. Dengan begitu, Indonesia yang mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen relatif dalam situasi yang sangat baik. Dan memiliki momentum pertumbuhan yang kuat dibandingkan negara-negara di ASEAN maupun G20.
“Ini adalah sebuah prestasi sekaligus juga menjadi landasan bahwa kita bisa optimis karena dari sisi perekonomian menunjukkan adanya resiliensi. Juga momentum pemulihan ekonomi yang sangat kuat,” ungkapnya.
Namun, terdapat juga tren harga komoditas yang harus diwaspadai karena sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, dalam hal ini APBN. Seperti halnya ketidakpastian yang masih tinggi dari harga gas, batu bara, minyak, gandum, corn dan kedelai.Yang disebabkan oleh kondisi geopolitik dan climate change memerlukan respon berupa mitigasi dari harga komoditas yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi.
“Kalau kita lihat, sekarang perhatian selalu pada pergerakan harga. Kita lihat di sini karena coal mulai menurun, kemudian CPO, brent, dan gas menurun. Hal ini tentu memberikan sumbangan terutama inflasi yang berasal dari komoditas energi di negara-negara maju,” ujar Menkeu.
Disamping itu, selain melalui pertumbuhan yang kuat, optimisme lainnya juga dapat dilihat dari sisi permintaan atau konsumsi pemerintah. Yang mengalami kontraksi karena adanya konsolidasi fiskal dan motor penggerak perekonomian non pemerintah yang sudah mulai bangkit dan mendukung pemulihan.
Dari sisi investasi, ekspor, impor Indonesia juga tumbuh cukup kuat. Hal ini yang membuat PMI manufaktur Indonesia masih dalam kondisi ekspansif akseleratif dan mendorong pemulihan.
Menkeu juga menyampaikan, tren pemulihan lainnya juga terlihat dari sisi produksi atau sektoral, seperti sektor manufaktur, perdagangan, pertanian, pertambangan, konstruksi. Juga transportasi, infokom, real estate, serta akomodasi makanan dan minuman yang sempat terpukul sangat dalam. Kini telah menunjukan rebound pada tahun 2022 dan diharapkan masih akan terus berlanjut di tahun 2023.
“Ini yang menggambarkan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia bersifat broad base. Seluruh sektor yang dulu terpukul juga sudah mulai kembali,” terangnya.
Dari sisi eksternal, neraca pembayaran menunjukan kondisi yang sangat baik. Serta neraca perdagangan yang juga mencatat surplus hingga sebanyak 33 bulan berturut-turut hingga berhasil memecahkan rekor tertinggi.
“Ini menggambarkan external balance kita bagus dan confidence terhadap ekonomi Indonesia yang juga membaik. Kalau kita lihat dari sisi capital inflow juga menggambarkan persepsi terhadap Indonesia yang makin positif,” tegasnya.
Sementara, terkait arus modal ke surat berharga negara dan pasar obligasi Indonesia juga menunjukkan tren positif. Perbankan dan Bank Indonesia masih menjadi pemilik atau investasi dari kepemilikan surat berharga negara terbesar, dengan kepemilikan asing yang terus menurun.
“Ini tentu karena kinerja dari perekonomian kita dan juga kebijakan fiskal yang sangat prudent. Hal ini menjadi satu faktor yang menentukan confidence terhadap surat berharga Indonesia,” pungkasnya.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting