(Vibiznews – Banking & Insurance) – Kredit macet merupakan masalah yang sering dihadapi dalam kredit perbankan dan kini juga menjadi permasalahan fintech peer to peer lending.
Berdasarkan penelitian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendapatkan adanya ketidakstabilan pada sektor tertentu bisa saja berimbas juga terhadap kinerja suatu fintech.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pihaknya sejauh ini terus melakukan monitoring. Terhadap berbagai isu, terutama yang dapat berdampak pada masing-masing penyelenggara P2P lending.
Dia juga menyampaikan pada industri ini memang dijumpai karakteristik tertentu. Kebanyakan penyelenggara hanya fokus untuk melayani sektor-sektor tertentu saja, seperti pertanian, perdagangan ritel, properti, pendidikan, hingga UMKM.
“Terfokusnya layanan pada suatu sektor tertentu memiliki risiko yang relatif besar melekat pada sektor tersebut. Misalnya, sektor tersebut sedang tidak stabil, maka dapat memengaruhi kinerja pendanaan penyelenggara P2P lending yang melayani sektor tersebut,” ucap Ogi, Selasa (4/7).
Meskipun demikian, OJK tidak mengarahkan penyelenggara untuk melayani pendanaan pada sektor tertentu.
Idealnya, kata Ogi, penyelenggara perlu melakukan penilaian risiko atas sektor yang dilayaninya. Selanjutnya, diikuti dengan analisa penilaian kelayakan pinjaman yang cocok serta memadai.
Sementara itu, Ogi juga mendorong para penyelenggara baik secara satu per satu maupun berkelompok melalui Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Hal ini bertujuan agar dapat memperluas kerja sama kepada berbagai pihak.
Dengan demikian, layanan dapat terus diperluas dan memperkuat manajemen risiko. Pada akhirnya, diharapkan bisa meminimalisir dampak dari risiko sektoral maupun risiko gagal bayar di kemudian hari. Hal ini menjadi catatan penting bagi penyelenggara fintech P2P lending.
Perlu diketahui, kinerja fintech peer to peer (P2P) lending pada Mei 2023 mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 28,11 persen yoy. Ini menunjukkan penurunan dibandingkan outstanding April 2023 sebesar 30,64 persen, dan nilainya menjadi sebesar Rp51,46 triliun, berdasarkan data OJK.
Sementara itu, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) naik menjadi 3,36 persen dibandingkan bulan sebelumnya, April 2023 yaitu sebesar 2,82 persen.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting