Sektor Properti Menuju Tahun Politik, Bagaimana Dampak dan Harapannya?

623
Survei Harga Properti Residensial Triwulan IV 2023: Harga Properti Residensial Meningkat
Vibizmedia Photo

(Vibiznews – Property) – Negeri kita pada tahun 2024 memasuki tahun politik penting. Tahun pemilihan presiden. Sangat strategis. Dari sekarang pun situasi politik terasa mulai memanas. Dengan kondisi demikian, bagaimana dampaknya terhadap perkembangan sektor properti di Indonesia?

Pandangan umum selama ini biasanya di tahun pemilu banyak pihak yang berkepentingan dengan sektor properti mengambil sikap “wait and see”. Para pengembang cenderung menahan pembangunan proyeknya untuk melihat arah politik berikutnya, para konsumen atau pembeli sebagian pun mengambil sikap lebih hati-hati, khususnya untuk mereka yang berinvestasi di properti. Akan tetapi, konsumen rumah pertama umumnya tetap melanjutkan proses pembelian karena ini menyangkut kebutuhan dasar keluarganya yang perlu segera terpenuhi.

Belum lama ini, 99 Group, kelompok usaha properti asal Singapura, merilis hasil risetnya terhadap data pendapatan delapan pengembang nasional terkemuka di Indonesia selama tahun politik di dua periode sebelumnya, yaitu tahun 2014-2015 dan 2018-2019. Kesimpulan, di antaranya, berdasarkan hasil riset tersebut, pada tahun politik, pendapatan dan penjualan sektor properti cenderung mengalami kontraksi.

“Kalau kita amati di periode Pilpres sebelumnya (tahun 2014 dan 2019) terhadap revenue sejumlah developer, itu cenderung menurun. Memang korelasi dengan momen politik cukup tinggi, karena stakeholder yang wait-and-see,” demikian disampaikan oleh Marisa Jaya, Head of Research 99 Group kepada media beberapa waktu lalu di Jakarta (8/11/2023).

Hasil riset revenue dari sejumlah pengembang mengalami penurunan sebesar 0,6% pada tahun 2015. Sementara itu, pada tahun 2018, terjadi kontraksi sebesar 4,2%. Meski begitu, kondisi ini berhasil pulih pada tahun selanjutnya. Pemicunya disebutkan karena kewaspadaan publik, termasuk investor, untuk mengambil keputusan dalam membeli properti di tengah dinamika kondisi politik.

Tertutama pada proyek properti dengan target konsumennya para investor, kepekaan terhadap situasi politik menjadi pertimbangan penting, baik di sisi pengembang, maupun di sisi konsumen investornya. Bukan hanya situasi Pilpres, tetapi dinamika global pun bisa menjadi faktor pertimbangan.

Para pemangku kepentingan di industri properti cenderung wait-and-see, menunda keputusan besar, seperti pembelian, penjualan, atau pengembangan properti sambil mengamati keberlangsungan masa tahun politik yang relatif tidak stabil, demikian menurut Head of Research 99 Group.

Pandemi Lebih Signifikan
Selanjutnya, dijelaskan jika dibandingkan dengan dampak pandemi yang terjadi di tahun 2020, kontraksi yang terjadi di tahun politik relatif lebih ringan, dimana pada saat Covid-19 menjadi wabah, pengembang mengalami penurunan pendapatan hingga 13%. Namun, industri properti cukup cepat pemulihannya serta mengalami lonjakan pertumbuhan positif sebesar 25.6% pada tahun 2021.

Meski demikian, jika ditilik dari preseden yang telah terjadi, kontraksi di tahun politik kemungkinan relatif lebih ringan dibandingkan saat pandemi. Dampaknya ini umumnya akan terasa hanya pada saat tahun politik tersebut berlangsung. Kondisinya diproyeksikan akan kembali pulih setelah tahun politik selesai.

“Tetapi semoga Pilpres tahun ini kan nuansanya beda, semoga dampaknya tidak signifikan. Karena kalau kita lihat penurunan revenue di tahun 2014 dan 2019 itu penurunannya lebih jauh di 2019, karena nuansa politiknya cenderung tidak terkontrol. Jadi semoga tahun politik kali ini tidak terlalu intens,” tambah penjelasan dari 99 Group.

Cermati Gejolak Politik

Analis Vibiz Research Group melihat riset ini mengukuhkan pandangan yang biasa dilihat pada tahun politik untuk sektor properti. Sebenarnya juga bukan hanya properti yang terkena, sejumlah sektor ekonomi lainnya banyak yang juga di posisi wait and see bila memasuki tahun politik.

99 Group sendiri merupakan perusahan teknologi properti yang mengoperasikan portal real estate-nya di kawasan Asia Tenggara.  Perusahaan ini berkantor pusat di Singapura, selain itu juga memiliki kantor di Jakarta. Menilik coverage-nya, analisis ini dapat menjadi acuan untuk menguatkan asumsi umum selama ini.

Salah satu yang terlihat juga adalah pengaruh dari tingkat gejolak politik. Di tahun 2014-2015 prosentase kontraksi penjualan properti hanya 0,6%, atau terbatas saja. Tetapi pada 2018-2019 koreksinya mencapai 4,2%, itu sejalan dengan lebih bergejolaknya dinamika politik saat itu. Karenanya, kita perlu mencermati tingkat gejolak politik yang terjadi dari hari-hari sekarang ini.

Dari sini kita dapat berharap agar tahun politik kali ini berlangsung dengan kondusif dan jauh dari segala bentuk kecurangan yang dapat memicu gejolak dan kekacauan di lapisan masyarakat. Itu harapan kita semua. Semoga.

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting