Inflasi Rendah dan Deflasi Beruntun, Indikasi Penurunan Daya Beli?

919
Inflasi Rendah dan Deflasi Beruntun, Indikasi Penurunan Daya Beli?

 

(Vibiznews – Economy & Business) – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi year on year (y-on-y) Agustus 2024 sebesar 2,12 persen. Dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,06.

Inflasi tahunan IHK Agustus 2024 cukup rendah, menurun tipis menjadi 2,12 % (yoy) dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 2,13% (yoy). Menurut BPS, penurunan inflasi ini karena pada Agustus 2024 tercatat deflasi sebesar 0,03% (mtm).

Ada beberapa pendapat pakar ekonomi menyatakan dampak dari deflasi beruntun tersebut.
Ada yang mengatakan dapat menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga yang berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat bahkan berpotensi terjadinya PHK.

Sementara menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, deflasi yang empat kali berturut-turut ini disebabkan oleh faktor melimpahnya pasokan atau supply side. Namun terkait dugaan fenomena pelemahan daya beli masyarakat, dia menyebut perlu ada kajian yang lebih mendalam.

Perkembangan Inflasi di Indonesia

Tingkat Inflasi IHK YoY dari Januari 2023 – Agustus 2024

Perkembangan Inflasi Tahun ke Tahun Jan 2023-Agst 2024
Sumber: Badan Pusat Statistik , 2 September 2024

Dari grafik di atas maka tingkat inflasi di Indonesia sejak Juni 2023 cukup rendah berkisar dari tertinggi Juni 2023 sebesar 3,52% dan terendah di Agustus 2024 sebesar 2.12%

Data inflasi Indonesia periode 2014 -2024

Data inflasi Indonesia periode 2014-2024
Sumber: Trading Economics

Dari data tersebut di atas, inflasi di Indonesia rata-rata rendah dalam 10 tahun terakhir kecuali pada December 2014 inflasi sebesar 8,15%. Inflasi ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks beberapa kelompok pengeluaran. Kelompok bahan makanan memberikan andil terbesar yaitu 2,80%

Sedangkan data inflasi 5 tahun terakhir tertinggi pada September 2022 sebesar 5,95% , ditopang oleh inflasi inti sebesar 3,21% saat pandemi Covid. Dan terendah sebesar 2,20% pada Agustus 2020

Jadi dapat dikatakan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir pemerintah Indonesia sanggup menjaga inflasi yang cukup rendah.

Dan dalam periode sejak Juni 2023 sampai Agustus 2024 inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tetap terjaga dalam kisaran sasaran 2,5±1%. Ini sesuai dengan target Bank Indonesia.

Sementara itu, jika kita bandingkan data inflasi Indonesia bulan Agustus 2024 dibandingkan dengan di negara lain sangat rendah.

Misalnya negara Turki inflasi bulan Agustus 2024 mencapai 51,97% bahkan Argentina mencapai 263% (Sumber: Trading Economics)

Deflasi

Deflasi merupakan fenomena penurunan harga yang ada di dalam suatu wilayah. Deflasi terjadi karena kekurangan jumlah uang beredar yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi turun.

Berikut ini data inflasi periode Januari 2023 – Agustus 2024

Inflasi bulan ke bulan Jan 2023 - Agustus 2024
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2 September 2024

Berdasarkan tabel di atas, maka terlihat deflasi yang terjadi di Indonesia saat ini terjadi beruntun dalam 4 bulan terakhir. Sejak Mei hingga Agustus 2024 Indonesia dilanda deflasi.
Pada Mei 2024, deflasi tercatat 0,03%. Disusul Juni mengalami deflasi 0.08%, dan terendah deflasi Juli 0,18%. Sementara di bulan Agustus 2024 tercatat deflasi 0,03%.

Deflasi ini tentunya dapat menimbulkan dampak negatif ekonomi di antaranya:

1. Penurunan Konsumsi dan Investasi:
Ketika harga barang turun, konsumen mungkin menunda pembelian karena mereka berharap harga akan turun lebih jauh. Hal ini bisa mengurangi permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya bisa menyebabkan perusahaan menunda investasi atau mengurangi produksi.

2. Penurunan Pendapatan dan Upah:
Dengan menurunnya permintaan, perusahaan mungkin merespons dengan memangkas upah atau melakukan pemutusan hubungan kerja.
Penurunan pendapatan ini tentunya dapat mengurangi daya beli konsumen, bahkan memperburuk siklus deflasi.

3. Menurunnya Produksi dan Pertumbuhan Ekonomi:
Penurunan permintaan dan produksi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Nah, jika deflasi berlanjut, hal ini dapat memicu resesi ekonomi yang lebih dalam.

Namun berdasarkan data BPS, pada saat yang bersamaan, kelas menengah turun tajam sebanyak 9,48 juta orang sejak 2019. BPS mencatat kelompok ini tersisa 47,85 juta orang atau 17,13 persen pada 2024.

Menurunnya jumlah kelas menengah ini juga memberikan sinyal melemahnya daya beli masyarakat,

Sementara di sisi lain, dampak deflasi yang berturut-turut ini sudah imbasnya di sektor manufaktur yang eksis. Serta aktivitas bisnis mereka terus tertekan. Kemudian, sebagian tenaga kerja akhirnya harus di “lay off” atau pemutusan kerja.

Perkembangan Data Inflasi Agustus 2024 menurut komponen (m-to-m).

Data inflasi bulan ke bulan – 0,03%. Hal ini disebabkan oleh komponen inti dan diatur pemerintah mengalami inflasi sedangkan komponen bergejolak mengalami deflasi.

Inflasi Inti Jan 2023 - Agustus 2024
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) 2 September 2024

Komponen Inti mengalami inflasi sebesar 0,20% dengan andil inflasi sebesar 0,13%.
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen inti adalah kopi bubuk, emas perhiasan, biaya sekolah dasar, biaya akademi/perguruan tinggi, dan biaya sekolah menengah pertama.

Inflasi Diatur Pemerintah dan Harga Bergejolak
Sumber: BPS 2 September 2024

Komponen Diatur Pemerintah (%)
Komponen Diatur Pemerintah mengalami inflasi sebesar 0,23% dengan andil inflasi sebesar 0,04%.
Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen diatur pemerintah adalah bensin dan sigaret kretek mesin (SKM).

Komponen Bergejolak mengalami deflasi sebesar 1,24% dengan andil deflasi sebesar 0,20%.

Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen bergejolak adalah bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras

Dari data BPS di atas menunjukkan bahwa inflasi yang negatif di bulan Agustus merupakan deflasi yang disebabkan oleh inflasi inti dan komponen diatur pemerintah yang meningkat dan komponen bergejolak yang mengalami deflasi cukup besar 1,24%.

Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, Indonesia mengalami deflasi empat kali berturut-turut. Menurutnya, tren deflasi hingga Agustus 2024 ini didukung oleh sisi penawaran atau supply side. Yakni, andil deflasi di sumbang karena penurunan harga pangan seperti produk tanaman pangan kemudian hortikultura dan peternakan.(sumber: BPS 2 September 2024)

Kondisi ini disebabkan karena biaya produksi yang terus menurun. Penurunan biaya produksi ini berdampak pada harga di tingkat konsumen juga ikut turun.

“Nah ini juga karena seiring dengan adanya panen raya ya, sehingga pasokannya berlimpah dan akibatnya harganya juga ikut turun,” menurut Pudji Ismartini (sumber: BPS 2 September 2024).

Pudji mengatakan, tren peristiwa deflasi selama empat bulan berturut-turut ini bahkan pertama kali terjadi.

Penutup

Data deflasi beruntun selama 4 bulan berturut-turut ini tentunya perlu dimonitor. Walaupun saat ini deflasi yang terjadi lebih disebabkan oleh sisi supply karena panen raya, dan turunnya harga pangan seperti bawang merah, daging ayam ras, telur dan tomat.

Apa yangharus dilakukan pemerintah?

Pertama, melakukan intervensi dari sisi kebijakan sosial kesejahteraan dalam berbagai bentuk dan jenis agar bisa membatu daya beli masyarakat tidak semakin turun.

Kedua, melakukan berbagai macam terobosan agar tidak terjadi perluasan PHK di satu sisi dan mendorong percepatan pembukaan lapangan kerja baru dengan menstimulasi investasi baru di sisi lain.

Karena semakin banyak lapangan pekerjaan yang terbuka, semakin banyak mayarakat yang berpendapatan.
Sehingga semakin banyak masyarakat yang mengosumsi barang dan jasa.
Hal ini menyebabkan permintaan naik, prospek usaha dan investasi meningkat yang akan mengundang semakin banyak investasi baru, karena prospek permintaan semakin naik.

Menurunnya dampak lanjut dari penurunan daya beli adalah penurunan penjualan dan laba perusahaan.
Sebagai konsekuensinya, perusahaan punya hak untuk mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 pada tahun ini.

Untuk mengantisipasi hal tersebut maka pemerintah harus mempermudah para investor untuk menanamkan dananya di Indonesia sehingga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting