(Vibiznews – Economy & Business) – Bulan Oktober, menunjukkan bagaimana inflasi terus bergerak turun meskipun jalannya tidak rata dan terjal. Laporan terbaru kemungkinan tidak cukup untuk menghalangi pemotongan suku bunga lebih lanjut oleh Federal Reserve pada bulan Desember 2024.
Namun, ditopang dengan data pengeluaran konsumen yang solid dan perekrutan tenaga kerja yang stabil, inflasi yang lebih kuat. Hal ini dapat memicu perdebatan lebih besar pada pertemuan pejabat The Fed berikutnya. Yaitu mengenai apakah akan memperlambat laju pemotongan suku bunga pada awal tahun depan.
Dasar Keputusan The Fed Untuk Pemangkasan Suku Bunga di bulan Desember 2024
Sebagai informasi, pertemuan The Fed bulan Desember akan diadakan pada tanggal 17-18 Desember 2024. Dan diperkirakan The Fed akan memangkas suku bunganya kembali. Namun dipastikan The Fed akan melihat perkembangan data inflasi, data tenaga kerja dan data ekonomi AS.
Perkembangan Data Inflasi
Jika dilihat untuk tahun 2024 ini, maka tren inflasi konsumen diperkirakan menurun.
Grafik Data Inflasi AS perbulan dari Oktober 2023 – Oktober 2024
Berdasarkan grafik di atas maka data inflasi AS bulan Oktober secara bulanan diindikasikan akan tetap pada 0,2%, demikian juga secara tahunan diindikasikan akan meningkat dari 2,4% menjadi 2,6%.
Grafik Inflasi Harga Konsumen AS Oktober 2023-Oktober 2024
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa inflasi indeks harga konsumen pada bulan Oktober naik menjadi 2,6% dari 2,4% pada bulan September 2024.
Departemen Tenaga Kerja melaporkan pada hari Rabu, 13 November 2024, bahwa harga konsumen pada bulan Oktober naik 2,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ini menunjukkan peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya, ketika indeks harga konsumen naik 2,4%. Harga inti, yang mengecualikan barang makanan dan energi untuk mencerminkan tren inflasi yang lebih mendasar, naik 3,3%.
Menurut para ekonom AS kenaikan harga konsumen sebesar 2,6% tidak mungkin menghalangi langkah pemotongan suku bunga pada bulan Desember.
Kedua hasil tersebut sesuai dengan ekspektasi para ekonom yang disurvei oleh The Wall Street Journal. (Sumber : The Wall Street Journal, 14 November 2024).
Investor telah mempersiapkan diri untuk membaca inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan konsensus. Dan mereka menganggap laporan hari Rabu sebagai kabar baik.
Para pedagang meningkatkan taruhan mereka bahwa pejabat Fed akan memangkas suku bunga sebesar seperempat poin. Pada pertemuan mereka berikutnya di bulan Desember, bukannya tetap mempertahankan suku bunga.
Respon positif para investor terhadap laporan tersebut mungkin sebagian didorong oleh rasa lega bahwa Presiden terpilih Donald Trump dan Fed tidak akan langsung berselisih. Trump berulang kali mendesak untuk menurunkan suku bunga selama masa jabatannya yang pertama.
Ekonom Menilai Beberapa Kebijakan yang Diusulkan Trump, Seperti Tarif yang Lebih Tinggi, Dapat Mendorong Inflasi Naik
Laporan ini adalah yang pertama setelah pemilihan yang ditandai dengan frustrasi masyarakat Amerika terhadap inflasi selama pemerintahan Presiden Biden. Di mana harga konsumen kini sekitar 20% lebih tinggi dibandingkan saat dia menjabat.
Pemilih di seluruh dunia telah mengecam pemimpin dan partai yang berkuasa saat ini karena harga yang tinggi dan inflasi. Meskipun inflasi menunjukkan tren penurunan, Trump akan memasuki jabatan pada waktu yang sensitif bagi ekonomi.
Dengan Fed bertujuan menurunkan suku bunga dan memastikan kesehatan ekonomi yang berkelanjutan tanpa memicu inflasi kembali.
Dampaknya pada Pasar Saham
Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 mengalami kenaikan tipis. Indeks Nasdaq Composite turun sedikit. Kenaikan inflasi secara keseluruhan sebagian disebabkan oleh perbandingan yang lebih sulit dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Namun, ada juga beberapa barang yang mengalami kenaikan harga signifikan pada bulan Oktober. Misalnya, harga mobil bekas dan truk naik 2,7% secara teradjustasi musiman dibandingkan bulan sebelumnya, sementara tarif penerbangan naik 3,2%.
Harga energi tidak berubah dibandingkan bulan lalu, meskipun harga bensin turun. Hal ini karena harga bensin yang lebih rendah di pompa diimbangi dengan kenaikan harga listrik dan gas alam. Kenaikan harga secara bulanan tercatat sebesar 0,2% yang telah disesuaikan secara musiman.
Pasar Futures dan Prediksi Suku Bunga
Harga futures untuk harga inti menunjukkan kemungkinan sekitar 60% bahwa Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan Desember mendatang. Setelah laporan tersebut, kemungkinan ini naik menjadi sekitar 80%.
Meskipun ada beberapa hambatan di sepanjang jalan, inflasi masih terlihat berada dalam tren penurunan. Pada Oktober 2023, harga konsumen secara keseluruhan naik 3,2% dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada Juni 2022, harga naik 9,1% dibandingkan tahun sebelumnya, yang merupakan inflasi tertinggi sejak awal 1980-an. Selain itu, masih ada derajat “inflasi penyesuaian” dalam data.
Misalnya, perusahaan asuransi mobil harus bernegosiasi dengan regulator negara bagian untuk menaikkan harga, sehingga memerlukan waktu untuk lonjakan biaya mereka tercermin dalam harga.
Jika Pejabat Fed Melanjutkan Pemotongan suku bunga pada Desember, fokus akan beralih ke Apa yang Mungkin Memicu Mereka untuk Memperlambat Pengurangan Suku Bunga Tahun Depan
Pendapat Beberapa Pejabat The Fed Mengenai Suku Bunga
Beberapa pejabat pada hari Rabu mengatakan bahwa mereka ingin menghindari menurunkan suku bunga terlalu rendah hanya untuk kemudian membalikkan arah kebijakan.
Sebagian besar dari mereka melihat tingkat suku bunga jangka pendek saat ini sebagai bersifat restriktif. Yang berarti bahwa tanpa pemotongan lebih lanjut, pasar tenaga kerja bisa mendingin lebih dari yang mereka inginkan.
Bahkan dapat menempatkan ekonomi pada risiko resesi. Pejabat ingin membawa suku bunga kembali ke posisi yang lebih “netral,” yang tidak mendorong atau memperlambat pertumbuhan. Tetapi mereka tidak tahu di mana posisi tersebut berada.
Presiden Fed St. Louis, Alberto Musalem, mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu, 13 November 2024 bahwa bank sentral mungkin akan mengambil waktu untuk menurunkan suku bunga ke tingkat netral.
“Kekuatan ekonomi kemungkinan akan memberikan ruang bagi pelonggaran kebijakan secara bertahap tanpa urgensi untuk mencoba mencari di mana posisi suku bunga netral,” katanya.
Lain halnya dengan Presiden Fed Dallas Lorie Logan. Dalam pidatonya pada hari Rabu, 13 November 2024 mengatakan bahwa dia mengharapkan lebih banyak pemotongan suku bunga akan diperlukan.
Tetapi dia juga mengatakan ada beberapa petunjuk bahwa Fed mungkin sudah mendekati suku bunga netral yang telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara pernyataan hawkish Ketua Fed Jerome Powell pada hari Jumat, 15 November 2024 mengatakan bahwa Fed tidak perlu terburu-buru memangkas suku bunga menyebabkan kenaikan dollar yang meningkat. Hal ini ditandai oleh Indeks dolar AS berakhir naik 0,36% pada 106,86.
Penguatan ekonomi AS juga memberikan dukungan untuk The Fed tidak memangkas suku bunga secara agresif dan berdampak positif bagi dolar dengan klaim pengangguran mingguan AS turun ke level terendah dalam 5,5 bulan, dan PPI Oktober naik lebih dari yang diperkirakan.
Ketua Fed Powell mengatakan kinerja ekonomi AS baru-baru ini “sangat baik” dan “tidak mengirimkan sinyal apa pun bahwa kita perlu terburu-buru menurunkan suku bunga.”
Dengan demikian, pasar memperkirakan peluang sebesar 60% untuk penurunan suku bunga -25 bp pada pertemuan FOMC 17-18 Desember 2024.
Bagaimana pengaruhnya dengan BI-Rate ?
Apakah Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga acuannya pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu, 20 November 2024 atau mempertahankan BI-Rate tetap 6%?
Atau mungkinkah BI melakukan pemangkasan BI-Rate pada bulan Desember 2024?
Ada beberapa pertimbangan BI dalam memangkas BI-Rate:
1. Kejelasan arah penurunan Fed Fund Rate baik timing dan besarannya karena berdampak pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Seperti yang kita ketahui, The Fed sudah menurunkan FFR pada tanggal 7 November 2024 sebesar 25 basis point menjadi 4,75%.
Dan diperkirakan masih akan menurunkan suku bunga the Fed pada bulan Desember 2024 tergantung dari ekonomi dan tingkat inflasi di Amerika.
2. Kestabilan Rupiah dilihat dari Nilai tukar Rupiah apakah menguat atau melemah.
Jika kita cermati pergerakan Rupiah dalam 3 bulan terakhir maka Rupiah cenderung melemah, berdasarkan laporan perkembangan indikator stabilitas nilai Rupiah pada hari Jum’at 15 November 2024 Indeks DXY (Indeks dollar, yang mengukur dollar terhadap keranjang enam mata uang saingan utamanya), DXY terpantau sempat menguat 0,14% ke angka 106,82. Indeks ini turun dibandingkan level penutupan sesi sebelumnya di 106,86.
Posisi DXY saat ini juga tercatat merupakan yang tertinggi sejak 1 November 2023 atau satu tahun terakhir. Hal menarik lainnya yakni DXY tampak melambung dengan signifikan sejak 30 September 2024 yakni dari 100,78 menjadi 106,82 atau naik 5,99%.
Kenaikan dolar ini juga bisa menjadi sinyal akan ada pelemahan rupiah. Tingginya DXY ini tentu akan memberikan tekanan bagi nilai tukar rupiah. Kenaikan dolar ini juga bisa menjadi sinyal akan ada pelemahan rupiah.
3. Tingkat inflasi secara bulanan di bulan Oktober 2024 tercatat inflasi sebesar 0,08% (mtm).
Inflasi di bulan Oktober ini terjadi setelah 5 bulan deflasi berturut-turut. Sehingga secara tahunan sedikit menurun menjadi 1,71% (yoy) dari realisasi inflasi bulan sebelumnya sebesar 1,84% (yoy. Inflasi inti pada Oktober 2024 tercatat sebesar 0,22% (mtm), lebih tinggi dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,16% (mtm).
Secara tahunan, inflasi inti Oktober 2024 tercatat sebesar 2,21% (yoy), meningkat dari inflasi inti bulan sebelumnya sebesar 2,09% (yoy).
Berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Analis Vibiz Research Center, BI diprakirakan masih mempertahankan BI-Rate dalam RDG pada hari Rabu 20 November 2024 mendatang.
Namun kondisi ekonomi global yang masih bergejolak karena faktor geopolitik yang meningkat, dan pengaruh kemenangan Trump pada pilpres Amerika yang membuat dollar menguat, ditandai dengan melonjaknya DXY.
Melonjaknya DXY terjadi bersamaan dengan naiknya imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun yang menanjak ke angka 4,463% pada pagi hari Jumat. Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak 1 Juli 2024 atau empat bulan terakhir.
Tingginya imbal hasil ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk masuk ke pasar keuangan AS dan keluar dari pasar keuangan Indonesia. Apalagi selisih antara imbal hasil UST10Y dan Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang semakin menipis membuat investor semakin meninggalkan Indonesia.
Mencermati arah keputusan the Fed pada bulan Desember 2024 dan kondisi ekonomi global serta menguatnya dollar, diprakirakan BI akan melakukan pemangkasan BI-Rate sebesar 25 basis point pada bulan Desember 2024.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting