Apakah Tarif Meningkatkan Harga Ritel di Amerika Serikat?

166

(Vibiznews – Economy & Business) Kebijakan tarif impor kembali menjadi sorotan utama sejak Presiden Donald Trump memasuki masa jabatan keduanya. Lonjakan tarif impor yang diberlakukan pemerintah telah mencapai tingkat tertinggi sejak tahun 1935. Pertanyaan besar yang kini muncul adalah: sejauh mana kenaikan tarif ini benar-benar berdampak pada harga barang konsumsi yang dibayar masyarakat Amerika?

Menjawab pertanyaan tersebut tidaklah sederhana itu. Statistik harga resmi biasanya diterbitkan dengan jeda waktu yang panjang, sementara survei tradisional hanya mampu memberikan gambaran umum tanpa detail mendalam terkait kategori produk atau asal negara barang impor. Di sinilah penelitian terbaru yang menggunakan data harga online dari lima peritel besar di AS menjadi penting. Data ini memberikan gambaran real-time mengenai tren harga barang dan mengungkap bahwa meski dampak kenaikan tarif terhadap harga konsumen memang ada, sejauh ini besarnya kenaikan relatif moderat dibandingkan tarif yang diumumkan pemerintah.

Siapa Sebenarnya yang Menanggung Beban Tarif Impor?

Secara teknis, tarif adalah pajak yang dibayarkan importir kepada pemerintah federal ketika barang asing melewati perbatasan. Namun, siapa yang benar-benar menanggung beban pajak ini sangat bergantung pada dinamika pasar. Dalam beberapa kasus, produsen asing mungkin menurunkan harga agar tetap bisa bersaing di pasar AS. Sementara itu, peritel domestik atau perusahaan yang menggunakan barang impor sebagai bahan baku bisa saja menyerap sebagian biaya tambahan tersebut dalam bentuk penurunan margin keuntungan.

Namun dalam banyak kasus, beban tarif pada akhirnya akan dialihkan kepada konsumen dalam bentuk harga barang yang lebih tinggi. Besarnya pass-through  atau sejauh mana tarif diubah menjadi kenaikan harga konsumen adalah pertanyaan empiris yang hanya bisa dijawab lewat data nyata.

Dinamika Harga Impor AS: Naik-Turun Seiring Gelombang Kebijakan Tarif

Analisis terhadap lebih dari 350.000 produk yang dijual di lima peritel besar AS menunjukkan pola yang jelas: harga barang impor memang naik sebagai respons terhadap pengumuman tarif. Sejak awal Maret, harga barang impor naik sekitar 4%, atau 5,4% bila dibandingkan dengan tren harga sebelum tarif.

Kenaikan harga tidak terjadi secara serentak. Misalnya, tarif awal 10% untuk barang asal Tiongkok yang mulai berlaku pada 4 Februari tidak langsung memicu lonjakan harga. Namun, ketika pemerintah memperluas kebijakan tarif pada 4 Maret  termasuk tarif 25% untuk Kanada dan Meksiko serta tambahan 10% untuk China, harga barang impor naik sekitar 2 poin persentase.

Momentum kembali terlihat pada “Hari Pembebasan” 2 April, ketika tarif 10% diberlakukan untuk semua negara. Sementara itu, ketika AS menunda tarif tambahan untuk Tiongkok selama 90 hari pada 12 Mei, harga sempat turun singkat. Tetapi setelah 7 Juli, ketika pemerintah mengumumkan tenggat baru 1 Agustus untuk kenaikan tarif, harga kembali naik meski kemudian stabil karena adanya tantangan hukum.

Variasi Berdasarkan Negara Asal

Dampak tarif berbeda-beda tergantung negara asal barang. Barang impor dari Tiongkok mengalami kenaikan harga yang lebih besar dan lebih bertahan lama dibandingkan barang dari Kanada atau Meksiko. Hal ini bisa dijelaskan karena sebagian besar produk dalam kesepakatan dagang USMCA ( United States–Mexico–Canada Agreement ). dikecualikan dari tarif, sementara tarif terhadap China mencakup basis produk yang jauh lebih luas.

Barang dari negara lain seperti Turki, Polandia, Inggris, dan Jepang juga menunjukkan kenaikan harga signifikan. Namun karena China menyumbang lebih dari sepertiga produk dalam sampel, barang asal China menjadi pendorong utama kenaikan harga impor secara keseluruhan. Dari sisi kategori produk, “perabotan dan perlengkapan rumah tangga” menjadi yang paling terdampak, karena banyak produk tersebut diproduksi di Tiongkok.

Tarif Impor Ikut Dongkrak Harga Produk Domestik AS

Menariknya, bukan hanya barang impor yang mengalami kenaikan harga. Barang buatan dalam negeri juga ikut terdorong naik. Sejak awal Maret, harga produk domestik naik sekitar 2%, atau 2,6% bila dibandingkan tren sebelum tarif.

Ada dua mekanisme utama di balik fenomena ini. Pertama, banyak produk AS yang menggunakan komponen atau bahan baku impor, sehingga kenaikan tarif meningkatkan biaya produksi. Kedua, ketika barang impor menjadi lebih mahal, produk domestik yang menjadi substitusi langsung mendapatkan permintaan lebih tinggi, yang memungkinkan produsen menaikkan harga.

Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa produk domestik yang berada dalam kategori langsung terdampak tarif mengalami kenaikan harga setara dengan barang impor, meskipun dengan laju lebih lambat. Sebaliknya, produk domestik di kategori yang tidak terkena dampak langsung hanya naik sedikit. Fakta ini memperkuat dugaan bahwa kenaikan harga produk dalam negeri sebagian besar didorong oleh dinamika kompetisi dengan barang impor.

Mengapa Dampaknya Masih Moderat?

Kendati ada bukti kenaikan harga, besarnya kenaikan masih jauh lebih kecil dibandingkan tarif yang diumumkan, terutama terhadap produk asal China. Hal ini konsisten dengan pola pada periode perang dagang sebelumnya, ketika kenaikan harga juga relatif moderat, kecuali pada produk tertentu seperti mesin cuci yang harganya melonjak cepat.

Ada beberapa penjelasan mengapa dampaknya masih terbatas, yakni :

  1. Peritel kemungkinan menggunakan strategi front-loading dengan menimbun stok sebelum tarif berlaku.
  2. Perusahaan bisa saja mengalihkan sumber impor ke negara dengan tarif lebih rendah.
  3. Ketidakpastian mengenai jangka waktu tarif membuat sebagian pelaku usaha enggan melakukan penyesuaian harga penuh, khawatir terhadap reaksi konsumen atau perubahan kebijakan mendadak.

Barang Lokal Ikut Terdongkrak

Temuan ini menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan tidak hanya mempengaruhi barang impor, tetapi juga mendorong perubahan harga barang domestik, terutama yang bersaing langsung dengan impor. Artinya, dampak tarif bisa lebih luas dari sekadar produk asing.

Bagi konsumen, hal ini berarti harga kebutuhan rumah tangga bisa meningkat, bahkan untuk barang buatan dalam negeri. Bagi pelaku usaha, kebijakan tarif menciptakan ketidakpastian yang menyulitkan dalam perencanaan produksi dan strategi harga. Sedangkan bagi pembuat kebijakan, data ini menegaskan bahwa tarif adalah instrumen yang efeknya lebih kompleks daripada sekadar “melindungi industri dalam negeri”.

Dampak Tarif Masih Moderat, Risiko Kenaikan Harga di Depan Mata

Kebijakan tarif AS terbaru memang terbukti mendorong kenaikan harga barang, baik impor maupun domestik. Namun, dampaknya sejauh ini masih relatif moderat dibandingkan tarif yang diumumkan. Hal ini mencerminkan adanya strategi adaptasi dari pelaku usaha dengan dilakukan pengalihan sumber impor hingga penyesuaian margin keuntungan.

Ke depan, jika kebijakan tarif berlanjut atau bahkan diperluas, harga kemungkinan akan naik lebih signifikan. Namun untuk saat ini, data menunjukkan bahwa pass-through tarif ke harga konsumen masih berlangsung secara bertahap, menegaskan kompleksitas hubungan antara kebijakan perdagangan, strategi bisnis, dan daya beli masyarakat.