(Vibiznews – Commodity) Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi baru, didorong oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga dua kali lagi pada tahun ini. Lonjakan harga logam mulia ini mencerminkan kekhawatiran investor global terhadap stabilitas ekonomi dan arah kebijakan moneter dunia.
Pada perdagangan Rabu, harga emas sempat naik hingga 1,2% ke posisi puncak baru di US$4.193,65 per troy ounce. Sementara itu, perak juga melonjak setelah sesi perdagangan yang bergejolak pada Selasa, ketika harga sempat menyentuh rekor di atas US$53,54 per ounce sebelum terkoreksi tajam seiring tanda-tanda tekanan likuiditas yang mulai mereda di pasar London.
Sinyal The Fed dan Tekanan di Pasar Obligasi
Penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS menjadi katalis penting di balik reli emas. Yield Treasury AS turun ke level terendah sejak tahun 2022 setelah Ketua The Fed, Jerome Powell, mengisyaratkan bahwa bank sentral AS kemungkinan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin lagi dalam pertemuan bulan ini.
Bagi investor, suku bunga yang lebih rendah berarti biaya pinjaman yang menurun dan imbal hasil riil yang lebih kecil pada aset berbunga, sehingga meningkatkan daya tarik emas , aset yang tidak memberikan bunga tetapi dipandang aman saat volatilitas meningkat.
Ketegangan Dagang Baru Antara AS dan China
Selain faktor moneter, sentimen “risk-off” juga merebak di pasar global setelah Presiden Donald Trump menyatakan kemungkinan akan menghentikan perdagangan minyak goreng dengan Tiongkok. Pernyataan tersebut memicu ketegangan baru antara dua ekonomi terbesar dunia, terutama setelah Washington sebelumnya mengancam akan mengenakan tarif tambahan 100% terhadap produk asal Tiongkok.
Beijing dengan cepat menanggapi ancaman itu dan berjanji akan membalas kebijakan proteksionis AS, memperburuk kekhawatiran investor akan perang dagang jilid baru yang bisa menekan pertumbuhan global. Dalam kondisi seperti ini, emas kembali menjadi aset pelindung utama di tengah ketidakpastian ekonomi.
Pasar Perak Tertekan Krisis Likuiditas
Tidak hanya emas, perak juga mencuri perhatian karena lonjakan harga yang ekstrem akibat kekurangan pasokan di pasar London. Ketatnya likuiditas memicu perburuan global terhadap logam tersebut dan mendorong harga acuan di London melonjak di atas kontrak berjangka di New York.
Namun, kesenjangan harga antarwilayah mulai menyempit pada Selasa setelah harga di London turun dan biaya peminjaman perak menurun. Meski demikian, keduanya masih berada di tingkat yang sangat tinggi, menandakan ketegangan struktural yang belum sepenuhnya reda.
Tarif Baru dan Ancaman terhadap Logam Mulia Lain
Para pelaku pasar kini menunggu hasil investigasi pemerintah AS terkait kebijakan Section 232 terhadap mineral kritis termasuk perak, platinum, dan paladium. Penyelidikan tersebut memunculkan kekhawatiran bahwa logam-logam tersebut dapat kembali dikenai tarif baru, meskipun sebelumnya telah dikecualikan dari bea masuk pada April lalu.
Ketidakpastian ini menambah tekanan bagi pasar komoditas logam mulia, yang dalam beberapa bulan terakhir sudah mencatatkan lonjakan harga antara 58% hingga 82% sepanjang tahun. Reli tersebut didorong oleh pembelian masif dari bank sentral dunia, peningkatan kepemilikan melalui exchange-traded funds (ETF), serta kebijakan moneter longgar dari The Fed.
Lonjakan Permintaan Safe Haven
Dalam kondisi global yang dipenuhi risiko, mulai dari tensi perdagangan AS–China, ancaman terhadap independensi The Fed, hingga kekhawatiran akan potensi “shutdown” pemerintahan AS, permintaan terhadap aset safe haven seperti emas dan perak terus meningkat.
Investor juga menilai logam mulia sebagai pelindung nilai dari risiko “debasement trade”, yaitu kekhawatiran bahwa defisit anggaran besar akan mengikis nilai dolar AS dalam jangka panjang.
Analis logam mulia dari Motilal Oswal Financial Services Ltd., Manav Modi, mencatat bahwa meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok memperkuat ketidakpastian pasar, sementara ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed menambah momentum kenaikan harga emas dan perak.
Pada pukul 14:04 waktu Singapura, harga spot emas tercatat naik 1,1% menjadi US$4.187,54 per ounce, sementara indeks dolar Bloomberg melemah tipis. Perak naik hampir 2%, disusul kenaikan harga platinum dan paladium.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Emas
Harga emas di pasar global ditentukan oleh keseimbangan antara permintaan dan penawaran, baik di pasar spot maupun pasar berjangka. Sejumlah faktor utama yang memengaruhi pergerakan harga emas antara lain:
- Peristiwa geopolitik: Konflik militer dan ketegangan dagang sering mendorong investor mencari perlindungan di aset aman seperti emas.
- Pembelian bank sentral: Bank sentral menggunakan emas untuk melindungi cadangan devisa dari inflasi dan risiko nilai tukar.
- Inflasi: Emas dianggap sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Ketika harga barang dan jasa naik, daya tarik emas juga meningkat.
- Suku bunga: Penurunan suku bunga cenderung mendukung harga emas, sementara kenaikan suku bunga menekan harga karena investor lebih memilih aset berbunga.
- Produksi tambang: Kinerja dan biaya produksi pertambangan berpengaruh pada pasokan global dan struktur biaya harga emas.
Tren Historis dan Prospek Emas ke Depan
Secara historis, harga emas menunjukkan fluktuasi besar dalam jangka panjang:
- 1934–1970: turun lebih dari 65%.
- 1970–1980: naik hampir 850%.
- 1980–2001: turun 82%.
- 2001–2025: naik sekitar 591%.
Reli jangka panjang ini menunjukkan sifat siklus pasar emas yang sangat bergantung pada kondisi ekonomi dan moneter global. Melalui September 2025, harga emas berjangka telah naik 46%, dipicu oleh ketegangan geopolitik, konflik di Eropa Timur dan Timur Tengah, serta pelemahan dolar AS yang mendorong bank sentral meningkatkan cadangan emas.
Proyeksi Harga Emas 2026: Potensi Tetap Terbuka
Menurut proyeksi J.P. Morgan, harga emas diperkirakan mencapai US$4.250 per ounce pada kuartal IV 2026, setelah sebelumnya melampaui target US$3.675 pada kuartal IV 2025. Ternyata hari ini, masih di tahun 2025 harga emas sudah menyentuh level 4217.10 .
Perbedaan pandangan ini menggambarkan satu hal: emas tetap menjadi barometer utama ketidakpastian global. Selama dunia masih dibayangi risiko geopolitik dan arah kebijakan moneter yang belum pasti, emas kemungkinan akan terus mempertahankan kilau sebagai aset pelindung utama investor global.



