The Fed Pangkas Suku Bunga, Fokus Lindungi Pasar Tenaga Kerja

405
The Federal Reserve Board Building in Washington DC on a bright spring morning. The building was completed in 1937. It was named after Marriner S. Eccles (1890–1977), a former Chairman of the Federal Reserve by an Act of Congress on October 15, 1982.

(Vibiznews – Economy & Business) Federal Reserve kembali menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi kisaran 3,75%–4%, langkah yang telah lama diantisipasi oleh pelaku pasar global. Keputusan tersebut menandai upaya lanjutan bank sentral Amerika Serikat untuk menjaga stabilitas pasar tenaga kerja di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi dan ancaman perlambatan pertumbuhan.

Langkah terbaru ini menegaskan bahwa fokus utama The Fed saat ini adalah mempertahankan momentum pekerjaan dan mencegah lonjakan pengangguran, bahkan ketika inflasi masih berada di atas target tahunan 2%. Dalam beberapa bulan terakhir, tanda-tanda pelemahan di pasar tenaga kerja semakin nyata, dengan laju penciptaan lapangan kerja yang melambat dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang stagnan.

Prioritas Beralih: Dari Inflasi ke Pekerjaan

Sebelum September, Federal Reserve mempertahankan suku bunga stabil sepanjang tahun dengan harapan inflasi dapat ditekan ke level yang diinginkan tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Namun, kondisi pasar tenaga kerja yang kini menunjukkan pelemahan memaksa para pembuat kebijakan untuk beralih fokus.

“Ketidakpastian mengenai prospek ekonomi tetap tinggi,” tulis Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) dalam pernyataan resminya. “Komite menilai risiko terhadap lapangan kerja meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dan tetap memperhatikan mandat ganda The Fed untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong lapangan kerja maksimal.”

Dengan keputusan ini, The Fed tampak mengambil pendekatan preventif untuk mengantisipasi risiko resesi ketenagakerjaan, meskipun sebagian pelaku pasar memperingatkan bahwa langkah ini berpotensi menghidupkan kembali tekanan inflasi.

Perpecahan di Dalam The Fed

Keputusan menurunkan suku bunga kali ini tidak diambil secara bulat. Dua anggota dewan menentang langkah tersebut dengan pandangan yang saling bertolak belakang.

  • Stephen Miran, pejabat yang ditunjuk oleh Presiden Donald Trump, menginginkan pemotongan lebih dalam sebesar 50 basis poin, menilai langkah agresif diperlukan untuk mencegah penurunan tajam dalam perekrutan tenaga kerja.
  • Sebaliknya, Jeffrey Schmid, Presiden The Fed Kansas City, justru memilih untuk menahan suku bunga demi menghindari kebangkitan inflasi yang berlebihan.

Perbedaan pandangan ini mencerminkan ketegangan internal di tubuh The Fed, di mana sebagian anggota khawatir terhadap inflasi yang kembali meningkat, sementara yang lain menilai pelemahan ekonomi menjadi risiko yang lebih mendesak.

Akhiri Pengetatan Kuantitatif

Selain menurunkan suku bunga, The Fed juga mengumumkan penghentian program pengetatan kuantitatif (quantitative tightening), yakni kebijakan yang selama ini mengurangi likuiditas dengan menjual surat berharga pemerintah dari neraca bank sentral.

Mulai 1 Desember, The Fed akan berhenti mengurangi kepemilikan asetnya, langkah yang diyakini akan menambah likuiditas ke sistem keuangan dan membantu menurunkan biaya pinjaman lebih jauh.
Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa era kebijakan moneter superketat telah berakhir, dan The Fed mulai mengalihkan perhatian ke arah stabilisasi pertumbuhan ekonomi.

Meski demikian, beberapa analis memperingatkan bahwa kebijakan longgar secara bersamaan—baik melalui penurunan suku bunga maupun penghentian QT—bisa memperburuk tekanan harga di tahun depan. “The Fed sedang berjalan di atas tali tipis antara menjaga lapangan kerja dan menahan inflasi agar tidak kembali melonjak,” ujar Ellen Zentner, Kepala Ekonom Morgan Stanley.

Data Ekonomi Terbatas Akibat Penutupan Pemerintah

Keputusan kali ini diambil dalam kondisi yang tidak biasa: minimnya data ekonomi terbaru.
Penutupan sebagian pemerintahan federal yang telah berlangsung sejak 1 Oktober menyebabkan penundaan publikasi data ekonomi utama, termasuk laporan ketenagakerjaan dan data inflasi produsen.

Satu-satunya data penting yang sempat dirilis adalah Indeks Harga Konsumen (CPI) bulan September, yang menunjukkan inflasi masih berada di atas target The Fed, namun kenaikannya lebih rendah dari perkiraan. Hal ini memberikan sedikit ruang bagi The Fed untuk melanjutkan pelonggaran kebijakan tanpa kehilangan kredibilitas inflasi.

Ketidakpastian data ini juga membuat panduan kebijakan ke depan semakin sulit diprediksi. “The Fed saat ini terbang dengan radar kabur,” ujar Michael Feroli, Ekonom JPMorgan. “Tanpa data tenaga kerja dan inflasi yang lengkap, setiap keputusan kebijakan didasarkan pada ekspektasi dan risiko, bukan pada bukti empiris.”

Dampak Langsung ke Pasar dan Konsumen

Suku bunga dana federal memengaruhi hampir semua jenis pinjaman di ekonomi AS, mulai dari kartu kredit, kredit mobil, pinjaman bisnis kecil, hingga hipotek perumahan.
Dengan pemotongan ini, suku bunga acuan kini berada di level terendah sejak Desember 2022, yang berarti biaya pinjaman jangka pendek akan semakin murah.

Namun, efek positif bagi konsumen bisa tertahan jika inflasi kembali naik atau dolar AS melemah secara tajam.
Di sisi lain, pelaku pasar keuangan menyambut keputusan ini dengan positif. Indeks S&P 500 sempat menguat tipis, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS turun moderat. Pasar kini memperkirakan peluang sekitar 65% untuk satu kali lagi pemotongan suku bunga pada Desember mendatang, tergantung pada perkembangan data ketenagakerjaan.

The Fed Hadapi Dilema: Inflasi atau Resesi?

Kebijakan ekonomi Presiden Donald Trump menambah kompleksitas bagi langkah The Fed.
Tarif impor terhadap sejumlah barang dari Tiongkok dan Eropa telah mendorong kenaikan harga konsumen, memperburuk tekanan inflasi di satu sisi. Namun pada saat yang sama, ketegangan dagang ini juga menciptakan ketidakpastian bisnis dan menekan investasi perusahaan, yang berujung pada perlambatan perekrutan tenaga kerja.

Situasi ini membuat The Fed berada dalam posisi sulit. Jika menurunkan suku bunga terlalu dalam, inflasi bisa meningkat tajam. Tetapi jika menahannya terlalu tinggi, risiko resesi dan pengangguran meluas akan meningkat.

“The Fed saat ini berada di persimpangan yang sangat krusial,” kata Diane Swonk, Kepala Ekonom KPMG. “Kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat memperlambat ekonomi terlalu cepat, sementara kebijakan yang terlalu longgar dapat membangkitkan kembali inflasi. Keseimbangan adalah segalanya.”

The Fed Ubah Fokus: Dari Inflasi ke Lapangan Kerja

Keputusan The Fed untuk kembali memangkas suku bunga mencerminkan pergeseran strategis dalam prioritas kebijakan moneter: dari menekan inflasi menuju melindungi lapangan kerja di tengah ketidakpastian global.
Dengan inflasi yang mulai melandai namun pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda pendinginan, langkah ini menjadi bagian dari strategi pencegahan yang hati-hati.

Namun, tanpa data ekonomi yang lengkap dan dengan tekanan eksternal dari kebijakan perdagangan AS yang agresif, perjalanan The Fed dalam menavigasi ekonomi tahun depan masih jauh dari pasti.
Yang jelas, pesan dari Washington kali ini tegas: lapangan kerja menjadi pusat perhatian utama, sementara perjuangan melawan inflasi untuk sementara ditempatkan di kursi penumpang.