Swedia Geser Swiss Jadi Safe Haven Baru di Tengah Krisis Fiskal Dunia

227

(Vibiznews-Economic) Ketika kepercayaan terhadap negara-negara berutang tinggi mulai terkikis, pasar global beralih ke negara dengan disiplin fiskal ketat , maka Swedia kini menjadi bintang baru dalam dalam peta safe haven dunia.

Dalam beberapa bulan terakhir, dunia keuangan global kembali diramaikan oleh fenomena yang disebut “debasement trade” . Yang dapat diartikan dengan meningkatnya kekhawatiran pasar bahwa banyak negara akan menggunakan inflasi untuk “menghapus” beban utang yang tak lagi terkendali.

Kekhawatiran ini sempat memuncak ketika harga logam mulia melonjak tajam usai pidato dovish Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, di Jackson Hole pada 22 Agustus lalu. Pidato tersebut dianggap memberi sinyal terhadap potensi kebijakan longgar yang bisa memicu persepsi monetisasi utang di Amerika Serikat.

Namun, perdagangan “debasement” tak lagi sekadar soal emas atau perak. Ia kini mencerminkan pergeseran besar dalam preferensi investor global, dimana investor dari sekadar mencari lindung nilai terhadap inflasi, menjadi upaya menemukan “pelabuhan aman” dari risiko fiskal negara-negara besar. Dalam konteks inilah, pasar mulai menilai ulang siapa yang layak disebut safe haven di dunia yang tengah bergulat dengan utang publik yang melonjak, defisit anggaran yang melebar, dan prospek pertumbuhan yang rapuh.

Sebelumnya, negara-negara seperti Amerika Serikat, Swiss, dan Jepang kerap dianggap sebagai pilihan utama bagi investor yang mencari stabilitas. Namun, dinamika itu kini mulai bergeser.

Kajian terbaru mengenai “convenience yield” . Yaitu selisih antara imbal hasil obligasi pemerintah AS dengan rata-rata imbal hasil obligasi pemerintah negara maju lainnya setelah disesuaikan menggunakan FX  forwards yang menunjukkan bahwa posisi Amerika Serikat sebagai safe haven tradisional telah terkikis dalam satu dekade terakhir.

Convenience yield mengukur seberapa besar pasar bersedia mengorbankan imbal hasil demi kenyamanan dan keamanan memegang obligasi suatu negara. Jika imbal hasil AS lebih rendah dibandingkan negara lain setelah penyesuaian valuta, itu menandakan investor masih melihat Treasury AS sebagai aset yang sangat aman. Namun, jika imbal hasilnya lebih tinggi, artinya pasar menuntut premi risiko tambahan sebagai tanda bahwa daya tarik AS sebagai aset safe haven mulai memudar.

Selama sepuluh tahun terakhir, convenience yield AS mengalami erosi yang konsisten. Menariknya, dalam beberapa bulan terakhir, selisih tersebut mulai menyempit kembali. Meski kebijakan fiskal AS di bawah pemerintahan saat ini dinilai berantakan, pasar tampaknya berpendapat bahwa kekacauan fiskal bukan hanya milik Washington. Banyak negara lain kini menghadapi situasi serupa, dengan utang publik yang membengkak dan defisit yang terus melebar. Dalam konteks perbandingan relatif, AS tampak “tidak terlalu buruk” dibandingkan dengan beberapa negara besar lainnya.

Tetapi sorotan utama justru datang dari Eropa Utara. Swedia, negara dengan ekonomi terbuka dan mata uang yang selama ini dianggap sangat sensitif terhadap siklus global, kini muncul sebagai safe haven baru. Data terbaru menunjukkan bahwa convenience yield Swedia telah turun di bawah Swiss,  sebuah pencapaian yang tak banyak diprediksi pelaku pasar.

Mengapa Swedia?

Jawabannya sederhana namun kuat: disiplin fiskal dan utang publik yang sangat rendah. Saat sebagian besar negara maju bergulat dengan rasio utang terhadap PDB di atas 80–100 persen, Swedia berhasil mempertahankan level sekitar 33 persen dari PDB, bahkan lebih rendah daripada Swiss yang berada di kisaran 38 persen. Di tengah keresahan global akan risiko fiskal, angka ini menjadikan Swedia tampak seperti oasis stabilitas di antara badai ketidakpastian.

Pasar kini tampak memberi penghargaan kepada negara-negara yang mampu menjaga rasio utang tetap rendah tanpa harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Swedia berhasil melakukannya melalui kombinasi kebijakan anggaran yang disiplin, transparansi fiskal yang kuat, serta kredibilitas kebijakan moneter yang terjaga di bawah otoritas Riks bank. Meskipun krona Swedia dikenal sebagai mata uang yang volatil, perhitungan convenience yield ini sudah memperhitungkan lindung nilai mata uang (currency hedged), sehingga hasilnya murni mencerminkan persepsi risiko fiskal dan keamanan aset.

Dengan posisi fiskal yang sehat dan tingkat utang yang relatif kecil, Swedia kini menjadi magnet baru bagi arus modal yang mencari tempat berlindung dari gejolak global. Investor institusional mulai menaruh perhatian pada obligasi pemerintah Swedia sebagai alternatif dari Treasury AS maupun Bund Jerman, terutama bagi mereka yang mencari aset berisiko rendah namun tetap menawarkan imbal hasil kompetitif setelah disesuaikan dengan risiko nilai tukar.

Di sisi lain, posisi AS dalam peta safe haven global kini lebih kompleks. Meski status Dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia tetap memberikan kekuatan struktural, pasar tampaknya mulai menimbang ulang apakah imbal hasil Treasury yang tinggi benar-benar mencerminkan keunggulan atau justru kompensasi atas risiko fiskal yang meningkat. Dengan defisit anggaran tahunan AS yang mendekati 6 persen dari PDB dan beban bunga utang yang melonjak, imbal hasil yang tinggi bisa jadi lebih mencerminkan “premi risiko fiskal” ketimbang “premi keamanan.”

Fenomena ini mengindikasikan pergeseran paradigma: safe haven tidak lagi semata ditentukan oleh ukuran ekonomi atau status mata uang global, melainkan oleh kualitas neraca fiskal dan kredibilitas kebijakan publik. Negara kecil dengan tata kelola fiskal yang kuat kini justru tampil sebagai alternatif yang menarik di mata pasar.

Jika tren ini berlanjut, bukan tidak mungkin bahwa dalam beberapa tahun mendatang, investor global akan semakin banyak mengalihkan dana ke negara-negara berutang rendah seperti Swedia, Singapura, atau bahkan Norwegia, sementara negara-negara besar dengan beban fiskal berat mungkin harus mulai membayar lebih mahal untuk mempertahankan kepercayaan pasar.

Pasar keuangan global sedang mengubah definisi ulang “safe haven.”  Di dunia yang semakin penuh utang, keamanan tampaknya bukan lagi milik negara besar dengan kekuatan militer atau ekonomi, melainkan milik mereka yang mampu menyeimbangkan buku keuangan dengan disiplin dan transparansi. Dalam pencarian baru akan aset safe haven, pasar kini menghargai negara mana pun dengan utang pemerintah yang rendah, dan Swedia kini menempati posisi teratas dalam daftar tersebut.