(Vibiznews – Commodity) – Akhir- akhir ini pasar kripto terus menghadapi tekanan jual massif. Harga aset kripto terpantau anjlok beberapa waktu terakhir. Namun di tengah koreksi pasar tersebut, prospek pertumbuhan investor institusional di Indonesia dinilai tetap positif.
Melansir Coinmarketcap pada Selasa (25/11/2025) pukul 17.43 WIB, harga Bitcoin (BTC) menyusut 4,99% dalam tujuh hari terakhir menjadi US$ 86.799,38. Tak hanya Bitcoin, sejumlah aset kripto lain juga turut melemah.
Ethereum (ETH) dicatat memerah 5,99% dalam sepekan menjadi US$ 2.907,63. Kemudian XRP juga dicatat Solana (SOL) merosot 1,87% menjadi US$ 137,22. Kemudian BNB juga dicatat anjlok 7,46% menjadi US$ 855,07.
Namun demikian, Calvin Kizana, CEO Tokocrypto menyebut pertumbuhan investor institusi di dalam negeri masih punya prospek yang positif.
Berdasarkan data Global Crypto Adoption Index 2025, Indonesia berada di posisi ke-7 setelah India, diikuti Amerika Serikat, Pakistan, Vietnam, Brasil, dan Nigeria. Hal ini menandai peningkatan minat terhadap aset digital dalam kategori investor institusional.
“Bayangkan, kripto masih sangat baru di Indonesia. Tapi dengan pertumbuhan sedemikian cepatnya, kripto sudah mengalahkan investor saham,” ujar Calvin dilansir dari Kontan.co.id di Jakarta Barat, Rabu (26/11/2025).
Meskipun saat ini pasar kripto masih menghadapi tekanan aksi jual, menurut Calvin kondisi saat ini masih bullish. Menurutnya, price action seperti kelesuan di pasar adalah hal yang biasa. Namun, dia menyebut bahwa dari sisi fundamental, aset kripto masih baik dan tetap meneruskan tren bullish.
“Secara fundamental nggak ada perubahan. Tetap masih bullish. Dan nggak ada yang struktural yang membuat mungkin bitcoin menjadi tidak menarik (meski harga menurun). Justru malah semakin bagus. Semakin banyak institusi yang masuk,” lanjut Calvin.
Investor perlu dilihat secara jangka panjang, bukan untuk jangka pendek.
“Sekarang (harga Bitcoin) berkisar US$ 87.000, tahun depan diprediksi bisa mencapai US$ 120.000. Jadi masih lumayan kalau saat sekarang masuk untuk investasi,” ungkapnya.
Lain halnya dengan Christopher Tahir Co-founder CryptoWatch dan Pengelola Channel Duit Pintar. Ia menyampaikan bahwa memang sejumlah institusi di Indonesia sudah mulai melirik kripto sebagai aset digital. Sudah ada pertumbuhannya, namun tidak semasif dan seluas AS. Hal ini karena adopsi kripto di dalam negeri masih rumit oleh sebagian besar korporasi.
Di tengah kondisi tekanan jual massif yang terjadi pada pasar kripto saat ini, menurut Chris justru investor institutional belum tertarik untuk melirik aset kripto dan menjadikan diferensiasi aset kelolaan mereka. Menurut mereka belum saat yang tepat, mengingat kondisi harga yang masih tinggi.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting



