Ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga Federal Reserve Amerika Serikat terus menguat, menyusul tanda pelemahan di pasar tenaga kerja dan moderasi inflasi. Namun, di balik keyakinan bahwa pemotongan pada Desember hampir pasti terjadi, terdapat ketidakpastian lebih besar mengenai arah kebijakan moneter pada 2026. Bagi pelaku pasar, pertanyaan krusial bukan lagi apakah The Fed akan memangkas suku bunga, tetapi seberapa agresif langkah itu dilakukan, serta bagaimana dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan dinamika tenaga kerja di tahun mendatang.
Goldman Sachs Research menggaris bawahi bahwa prospek kebijakan moneter tahun depan bergantung pada keseimbangan antara perlambatan pertumbuhan jangka pendek dan pemulihan yang diperkirakan terjadi seiring meredanya tekanan harga dari tarif serta meningkatnya stimulus fiskal. Dalam laporan terbarunya, tim ekonomi bank tersebut memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga secara bertahap, sebelum menuntaskan siklus pemotongan di pertengahan tahun.
Pemotongan Desember Hampir Tak Terbantahkan
Data makro yang tertunda termasuk laporan ketenagakerjaan untuk September mencerminkan melemahnya pasar tenaga kerja AS, dan menjadi landasan kuat bagi ekspektasi pemotongan 25 basis poin pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan depan. Dengan publikasi data penting berikutnya jatuh pada pertengahan Desember, Goldman Sachs menyatakan bahwa hampir tidak ada peng signifikan di kalender ekonomi yang berpotensi menggagalkan keputusan tersebut.
Pasar telah mulai memosisikan diri untuk siklus pelonggaran, tercermin dalam moderasi imbal hasil obligasi dan peningkatan risk appetite di sejumlah kelas aset. Namun, ekspektasi pelaku pasar tetap beragam, sejalan dengan pandangan bahwa ruang bagi pelonggaran kebijakan secara agresif masih terbatas.
Berapa Pemotongan yang Mungkin Terjadi pada 2026?
Ketidakpastian terbesar dalam outlook kebijakan The Fed terletak pada durasi dan kedalaman pemotongan suku bunga tahun depan. Goldman Sachs Research memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan menguat ke kisaran 2–2,5% pada 2026, seiring normalisasi dampak tarif, implementasi pemotongan pajak, dan pelonggaran kondisi keuangan. Kombinasi faktor tersebut dipandang mampu mendorong penciptaan lapangan kerja dan menstabilkan tingkat pengangguran—meski berada sedikit di atas level 4,4% saat ini.
Proyeksi dasar Goldman memperkirakan The Fed akan melakukan jeda pada Januari sebelum memangkas suku bunga pada Maret dan Juni. Dalam skenario ini, suku bunga acuan diperkirakan turun ke kisaran 3–3,25%, dibandingkan 3,75–4% saat ini. Namun, ruang untuk langkah yang lebih dalam tetap terbuka apabila melemahnya pasar tenaga kerja terbukti lebih persisten.
Dari perspektif investor, proyeksi ini menyiratkan bahwa reli aset berisiko mungkin berlangsung secara bertahap, sejalan dengan pelonggaran kebijakan yang tidak agresif. Di sisi lain, tekanan terhadap pendapatan tetap dapat berkurang, membuka peluang bagi rebalancing portofolio berbasis yield.
Pergantian Ketua The Fed Dapat Mengubah Arah Kebijakan
Di luar dinamika ekonomi, pasar juga memperhitungkan pengaruh dari pergantian Ketua The Fed pada awal 2026, yang diperkirakan akan menggeser bank sentral ke arah yang lebih dovish. Kandidat terdepan diyakini lebih mendukung kebijakan pelonggaran yang pro pertumbuhan dan lebih peka terhadap risiko pelemahan tenaga kerja. Hal ini berbeda dengan pendekatan ortodoks yang menekankan kontrol inflasi sebagai prioritas utama. Perubahan kepemimpinan ini dipandang sebagai potensi katalis bagi siklus pelonggaran yang lebih dalam, terutama jika data ekonomi mengonfirmasi perlambatan pertumbuhan yang lebih tajam dari ekspektasi.
Dari perspektif investor, proyeksi tersebut menyiratkan bahwa reli aset berisiko mungkin berlangsung secara bertahap, sejalan dengan pelonggaran kebijakan yang tidak agresif. Di sisi lain, tekanan terhadap pendapatan tetap dapat berkurang, membuka peluang bagi rebalancing portofolio berbasis yield.
Inflasi: Risiko yang Menahan Ruang Pelonggaran
Meskipun arah inflasi menunjukkan perbaikan, risiko kenaikan harga tetap menjadi tantangan struktural. Inflasi inti personal consumption expenditures (PCE) AS bertahan di 2,8% pada September, lebih tinggi dari target 2% The Fed. Fakta bahwa inflasi bertahan di level tersebut meski pertumbuhan melemah menunjukkan adanya tekanan harga yang masih kuat.
Goldman Sachs menilai bahwa tingkat inflasi mendasar sebenarnya telah turun ke sekitar 2%, tetapi angka resmi tetap terdistorsi akibat tarif dan kenaikan nilai ekuitas. Laporan tersebut memperkirakan tekanan harga akibat tarif akan memudar pada pertengahan 2026, selama tidak terjadi efek putaran kedua yang signifikan.
Dari perspektif kebijakan moneter, kondisi ini menciptakan dilema. Di satu sisi, risiko inflasi menahan ruang pelonggaran agresif. Di sisi lain, pengetatan berlebihan dapat memperburuk pelemahan tenaga kerja. Bagi pasar, hasil akhirnya akan tercermin pada volatilitas obligasi dan penilaian ulang ekspektasi kebijakan.
Pasar Tenaga Kerja Melemah, Risiko Ekonomi Meningkat
Jika inflasi menjadi faktor penahan pelonggaran moneter, pasar tenaga kerja mungkin menjadi katalis bagi kebijakan yang lebih akomodatif. Data nonfarm payrolls mencatat kenaikan 119.000 lapangan kerja pada September, lebih tinggi dari perkiraan. Namun, Goldman Sachs memperkirakan bahwa tren pertumbuhan lapangan kerja sebenarnya hanya sekitar 39.000—tingkat yang mendekati stagnasi.
Indikator lain juga menunjukkan tekanan di pasar tenaga kerja, termasuk meningkatnya pemutusan hubungan kerja pada Oktober dan penurunan peluang kerja untuk talenta berpendidikan tinggi. Tingkat pengangguran lulusan perguruan tinggi usia 25 tahun ke atas naik menjadi 2,8%, sementara untuk usia 20–24 tahun melonjak ke 8,5%. Lonjakan ini mencapai 70% dari titik terendah pada 2022.
Dengan kelompok ini menyumbang lebih dari 40% angkatan kerja dan hingga 60% pendapatan tenaga kerja nasional, pelemahan berkelanjutan berpotensi memukul konsumsi domestik. Goldman Sachs menilai risiko ini semakin relevan di era otomasi, di mana adopsi kecerdasan buatan mendorong efisiensi sekaligus mengubah lanskap permintaan tenaga kerja.
Dari perspektif pasar, tekanan pada tenaga kerja berpendidikan tinggi dapat meningkatkan volatilitas belanja konsumen, dan pada akhirnya mempercepat tekanan terhadap pertumbuhan PDB. Hal ini pada gilirannya dapat memaksa The Fed melakukan pelonggaran tambahan.
Apa Artinya Bagi Pasar pada 2026?
Ketika pasar bersiap memasuki tahun 2026, investor menghadapi situasi kebijakan yang kompleks. Di satu sisi, skenario “soft landing” tetap memungkinkan dengan pertumbuhan stabil, inflasi moderat, dan suku bunga lebih rendah. Di sisi lain, risiko resesi teknis masih membayangi, terutama bila tekanan tenaga kerja dan penyesuaian industri berlangsung lebih cepat dari ekspektasi.
Dalam konteks pasar keuangan, arah kebijakan The Fed akan menjadi pendorong sentimen utama, mempengaruhi valuasi aset berisiko, dinamika likuiditas, dan pergerakan mata uang. Sementara itu, sektor-sektor sensitif suku bunga seperti properti, keuangan, dan teknologi dapat memperoleh keuntungan apabila pelonggaran moneter terjadi konsisten dengan proyeksi pasar.
Namun, investor mungkin perlu bersiap untuk siklus pemulihan yang lebih bertahap. Dengan ruang pelonggaran terbatas dan tekanan struktural masih nyata, prospek keuntungan di pasar keuangan kemungkinan tidak akan simetris.
Bagi pembuat kebijakan, 2026 akan menjadi ujian penting: apakah penyesuaian kebijakan moneter dapat menstabilkan ekonomi tanpa memicu risiko inflasi baru atau justru memperlambat pemulihan pasar tenaga kerja karena hal ini dapat menentukan arah ekonomi global pada tahun-tahun mendatang.



