(Vibizmedia – Nasional) Melalui inisiasi Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini Kamis (19/3) diadakan Penandatanganan Nota Kesepakatan Rencana Aksi Bersama tentang “Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia” di Istana Negara pukul 08.30. Penandatanganan Nota ini dihadiri oleh para pemimpin lembaga penegak hukum di tanah Air. Ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrahman Ruki, Jaksa Agung HM. Prasetyo, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti, serta 20 menteri dan 9 (sembilan) pimpinan lembaga
Kegiatan ini merupakan upaya KPK dalam menjalankan fungsi trigger mechanism dalam mengatasi persoalan pada pengelolaan sumber daya alam di beberapa faktor sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Beberapa sektor yang menjadi kajian yaitu sektor mineral, batubara, kehutanan dan kelautan.
Dalam sambutannya Taufiqurrahman Ruki mengatakan potensi besar hilangnya penerimaan sektor minerba pada tahun 2012 mencapai Rp 28,5 triliun dan potensi kerugian negara sebesar Rp 10 triliun/tahun. Sektor kehutanan merupakan sektor yang potensial dengan total luas kawasan hutan mencapai 128 juta Ha meliputi 70% wilayah darat. Pada sektor kelautan rendahnya PNBP hanya sebesar 0,3% per tahun dan sektor perikanan dalam 5 tahun terakhir hanya sebesar 0,02% terhadap penerimaan pajak nasional.#
Berdasarkan rating tingkat korupsi di Indonesia berada pada rating paling bawah yaitu 107 dari 175 negara dengan skor 34 jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura peringkat 7 dengan skor 84. Malaysia peringat 50 dengan skor 52 dan Filipina peringkat 45 dengan skor 38 ungkap Ruki.
Perlu adanya perbaikan pada pelayanan publik sumber daya alam sehingga dapat kembali bersinergi dalam menuntaskan masalah-masalah tersebut. Untuk inilah diadakan penandatanganan nota kesepakatan 20 kementerian dan 7 lembaga negara.
Presiden Jokowi mengatakan bahwa Indonesia telah mengalami kecolongan sebanyak 3 kali, Jokowi juga memberikan data bahwa pada tahun 1967 jika dibandingkan dengan Korea Selatan maka GDP Indonesia masih lebih tinggi sebesar USD 5,9 miliar sedangkan Korea Selatan USD 4,7 miliar. Kecolongan itu terjadi pada era tahun 70an, 80an dan 90an atau 2000an dimana saat itu booming minyak, hasil kayu dan eksplorasi pertambangan umum besar-besaran tetapi Indonesia gagal untuk mengelolanya.
Lebih mengenaskan lagi dikatakan bahwa sebagai penghasil batubara kita banyak mengekspor batubara ke negara-negara lain yang dapat mendukung industrialisasi negara lain dan ironisnya kembali masuk ke Indonesia dan kita kembali membelinya, “ini kekeliruan” harus dihentikan…
Presiden Jokowi menekankan bahwa sumber daya alam harus benar-benar dapat memberikan manfaat kepada rakyat dan korupsi sebagai kejahatan yang sangat besar perlu untuk diperangi bersama-sama.
Rully/Senior Analyst at Vibiz Research/VMN/VM Editor : Mark Sinambela