Indonesia sebagai negara berkembang sampai kini memang tidak pernah lelah untuk memacu pembangunan ekonominya. Salah satu upaya yang dilakukan guna memacu pertumbuhan ekonomi ini adalah dengan mengutamakan pembangunan di bidang infrastruktur. Mengingat keterbatasan pembiayaan yang bersumber dari penerimaan dalam negeri, maka pinjaman luar negeri menjadi salah satu sumber pembiayaan yang penting dalam APBN. Dalam masa pemerintahan orde lama dan orde baru pinjaman luar negeri merupakan sumber utama penerimaan alternatif untuk membiayai belanja pembangunan setelah penerimaan dalam negeri berupa pajak dan non pajak.
Perlu dipahami, saat ini pemerintah memang tengah fokus dalam membangun infrastruktur Tanah Air, oleh karena itulah sektor bidang ini menjadi yang diutamakan dalam pemanfaatan pinjaman luar negeri. Pembenahan infrastruktur telah menjadi program prioritas pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pengembangan infrastruktur dengan baik akan mengurangi efek jarak antardaerah, menghubungkan dan mengintegrasikan pusat-pusat kegiatan ekonomi baik daerah, nasional maupun internasional dengan pasar-pasarnya dengan biaya yang rendah
Kinerja serapan pinjaman luar negeri Indonesia untuk pelaksanaan proyek pembangunan pemerintah di sepanjang semester I-2015 terpantau masih rendah. Sepanjang paruh pertama tahun ini, realisasi pinjaman luar negeri Indonesia untuk pembiayaan proyek baru mencapai 746,4 juta dollar AS atau setara 21,9 persen dari total target di tahun 2015 sebesar 3,4 miliar dollar AS. Terkait hal ini, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Pendanaan Pembangunan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah kendala atas minimnya serapan pinjaman asing tersebut.
Berdasarkan data Bappenas, nilai pinjaman luar negeri Indonesia mencapai 15,69 miliar dollar AS untuk pembiayaan 147 proyek. Dengan penarikan pinjaman pada semester pertama lalu sebesar 746,4 juta dollar AS, maka jumlah komulatif serapan yang telah dilaksanakan mencapai 6,13 miliar dollar AS. Pinjaman luar negeri untuk pembiayaan proyek ini dilaksanakan oleh 22 Kementerian/Lembaga, empat BUMN, serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Adapun krediturnya antara lain Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), serta pinjaman bilateral sepert Jepang, Australia, Jerman, Korea, dan Tiongkok.
Beberapa proyek yang pencairannya rendah sampai saat ini terjadi lantaran terkendala pembebasan lahan di antaranya pembangunan jalan tol Medan Kualanamu, Proyek pengembangan jalan nasional lintas Sumatera bagian barat atau Western Indonesia National Roads Improvement (WINRIP), serta proyek jaringan listrik di Kalimantan Barat. Sebagai gambaran, dari rencana pencaiaran sebesar 44,7 juta dollar AS di tahun 2015 ini, proyek jalan tol Medan-Kualanamu baru merealisasikan pencairan senilai 10,7 juta dollar AS hingga pertengahan tahun 2015.
Selain persoalan lahan dan pengadaan, hambatan lain dari minimnya serapan juga karena perubahan nomenklatur kementerian/lembaga selaku pelaksana pinjaman. Kondisi ini contohnya terjadi pada proyek-proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi, Terkait hal ini, Bappenas telah melakukan koordinasi dengan para pelaksana proyek untuk mengidentifikasi kendala-kendala yang terjadi di 147 proyek.
Taufik Widjoyono, Sekretaris Jenderal Kementerian PU-Pera juga menjelaskan secara terpisah bahwa meskipun dalam paruh pertama tahun 2015 serapan anggaran kementerian masih terbilang rendah, namun pihaknya akan berupaya menyelesaikan hambatan yang ada. Bahkan, sampai awal Oktober ini, pihaknya telah mampu menyerap pinjaman senilai Rp 3,59 triliun dari alokasi sebesar Rp 7,7 triliun di APBN Perubahan 2015. Hingga akhir Desember mendatang, pihaknya optimis dapat menyerap pinjaman hingga 93 persen.
Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang