Bubble Properti dan Bengkaknya Utang Pemerintah Tiongkok Patut Diwaspadai

891

Perekonomian Tiongkok di sepanjang tahun 2015 ini diprediksi akan bukukan pertumbuhan di bawah 7 persen, pada Q3 lalu laju pertumbuhan ekonomi negara ini dilaporkan tumbuh sebesar 6,9 persen dimana angka pertumbuhan tersebut adalah yang terendah sejak Q1-2009 yang kala itu pertumbuhannya tercatat sebesar 6,2 persen. Perlambatan ekonomi Tiongkok disebut-sebut terjadi karena penurunan pasar properti Tiongkok yang sebagian besar didanai utang, lesu nya pasar properti di negara ini atau bubble properti yang sedang terjadi sekarang ini perlu diwaspadai oleh dunia karena dikhawatirkan dapat memicu krisis keuangan global.

Perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu terjadi seiring dengan upaya otoritas setempat mengatasi gelembung pasar properti yang selama ini digerakkan oleh utang. Tentu saja untuk mengatasi hal ini tidak mudah dilakukan dan diyakini akan memakan waktu yang tidak singkat. Sekedar mengingatkan, pertumbuhan gelembung pasar properti Tiongkok sudah dimulai sekitar tujuh tahun yang lalu, sebagian sebagai reaksi terhadap krisis keuangan juga telah meningkatkan urbanisasi.

Meski demikian nampaknya sekarang ini sektor properti sudah tidak menjadi pilihan investor akibat gelembung properti yang terjadi. Kondisi ini tercermin dari rilis data ekonomi yang keluar baru-baru ini dimana di sepanjang periode Januari-September 2015, laju investasi aset tetap Tiongkok bukukan pertumbuhan yang melambat yaitu sebesar 10,3 persen (yoy) atau tercatat lebih lambat dari pertumbuhan yang diharapkan ekonom sebelumnya yaitu sebesar 10,8 persen. Sebagai informasi saja, laju pertumbuhan investasi aset tetap Tiongkok di sepanjang 9 (sembilan) bulan terakhir ini adalah yang terendah sejak terakhir kali tercatat pada tahun 2000 silam. Investasi di sektor properti memang kian melemah di negara ini bahkan telah menembus level terendahnya di sepanjang tahun 2015 ini. (Lihat juga: Output Industri Tiongkok Lagi-Lagi Tergelincir, Bisnis Ritel Tetap Tumbuh)

Semenatara itu nilai utang dalam negeri yang diberikan kepada sektor swasta Tiongkok tercatat mencapai 140 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, pemerintah Tiongkok juga mengantongi utang yang cukup tinggi. Selama ini sebagian besar dari uang yang dihimpun Tiongkok memang kerap disalurkan ke proyek-proyek investasi aset tetap, terutama perumahan dan infrastruktur lainnya. Oleh karena itu, rasio investasi terhadap PDB Tiongkok pada tahun 2014 lalu meningkat sekitar 47 persen atau hampir dua kali lipat dari rata-rata negara E7 (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, Meksiko,  Turki dan Indonesia).

Di sisi lain, hanya dalam kurun waktu yang relatif singkat, Tiongkok berhasil menjadi negara pengimpor terbesar bijih besi, baja dan bahan bangunan siap saji di dunia. Secara mengagumkan, Tiongkok juga berhasil mengkontribusikan sekitar sepertiga pertumbuhan kapasitas jalur kereta di dunia sejak tahun 2008. Pemburukan ekonomi Tiongkok cukup serius dampaknya bagi ekonomi global apalagi terhadap negara berkembang di Asia Tenggara meskipun negara ini masih memegang gelar negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia dan masih memiliki ruang fiskal yang cukup besar.

 

 

 

Stephanie Rebecca/VM/BNV/ Analyst at Vibiz Research Center
Edior: Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here