Apakah Sudah Waktunya BI Melonggarkan Kebijakan Suku Bunga?

1193

Bank Indonesia sementara ini nampaknya masih belum akan menerapkan kebijakan pelonggaran moneter. Gubernur BI Agus DW Martowardojo menyatakan bahwa kendati fundamental ekonomi domestik sudah nampak menguat, akan tetapi risiko global masih mengintai, demikian penjelasannya kepada sejumlah media baru-baru ini (22/10/2015).

Perbaikan fundamental ekonomi domestik yang membaik dapat dilihat dari berbagai indikator, seperti inflasi yang terjaga di kisaran 4 persen plus-minus 1 persen. Perkiraannya akan berada di kisaran 3,6 persen. Indikator lain membaiknya ekonomi domestik, yakni kondisi current account deficit (CAD) kuartal II-2015 yang ada di level 1,8 persen dari GDP.

Gubernur BI menyebutkan, apabila kondisi perbaikan ekonomi konsisten hingga akhir tahun, maka diperkirakan CAD akan ada di kisaran 2,1 persen tahun ini. Disebutkan juga kondisi neraca perdagangan yang konsisten mencatatkan surplus sejak Januari hingga September 2015 yang lalu.

 

Risiko Eksternal

Lebih lanjut Agus menerangkan kepada media bahwa kendati ada perbaikan di fundamental ekonomi domestik, namun bank sentral harus tetap mewaspadai perkembangan eksternal.

Yang pertama, pelemahan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan masih akan berlanjut, dan kemungkinan berdampak pada perekonomian global. Isyu lain yang gencar dikabarkan adalah peluang negeri tirai bambu itu melakukan internationalisasi mata uang, Renminbi (RMB).

Risiko global kedua yang menjadi perhatian BI yaitu, ketidakpastian normalisasi kebijakan bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve. Selanjutnya, risiko terakhir adalah masih berlanjutnya penyesuian harga komoditas.

Atas dasar pertimbangan faktor domestik dan eksternal itulah, maka BI memutuskan untuk belum melonggarkan kebijakan moneternya.

 

Sinergi Kebijakan

Melihat kepada penjelasan di atas, nampaknya BI memang ekstra hati-hati dalam menetapkan kebijakan moneternya. Gejolak keuangan global masih belum reda, bahkan berpotensi berkepanjangan dengan belum jelasnya kapan keputusan kenaikan suku bunga the Fed akan dinaikkan. Spekulasi di pasar uang global memperkirakan kenaikan bunga baru akan dieksekusi the Fed pada tahun 2016, bukan lagi di tahun ini.

Hanya saja, barangkali ada baiknya untuk dipertimbangkan BI sehubungan dengan peranannya untuk mempercepat pemulihan ekonomi dalam negeri. Dengan telah dirilisnya lima paket kebijakan ekonomi dari Kemenko Perekonomian yang berusaha menyentuh berbagai sektor riil, dari infrastruktur, perumahan, tenaga kerja, sampai kepada kebijakan fiskal berupa pelonggaran perpajakan valuasi aset, ada baiknya dibangun sinergi kebijakan fiskal dan moneter. Suatu kombinasi kebijakan yang cepat menyentuh aneka faktor produksi dan sektor produksi di sektor riil sehingga segera terlihat dampaknya.

Pada masa-masa ini, menurut hemat penulis, rasanya memang sangat diperlukan kebijakan kombinasi yang punya daya ungkit signifikan melawan tren pelemahan pertumbuhan ekonomi. Belajar dari sejarah ekonomi pada saat krisis, apakah itu era great depression ataupun resesi-resesi besar setelahnya, maka salah satu tindakan yang dibutuhkan melawan resesi adalah kebijakan yang terus mendongkrak geliat dunia usaha dan belanja (expenditure) baik pemerintah maupun masyarakat. Pada masa kabinet sebelum ini, misalnya, saat terjadi krisis ekonomi global, pemerintah bertahan pada kebijakan “keep buying strategy”. Prinsipnya, aktivitas perekonomian tidak boleh mengendur, apalagi mengalami stagnasi.

 

Efek Cepat dan Timing

Kebijakan penentuan suku bunga adalah kebijakan yang punya efek cepat dalam perekonomian karena langsung masuk kepada sistem perbankan, yang segera juga berpengaruh kepada dinamika dunia usaha. Karenanya, cukup tepat rasanya kalau BI mendukung akselerasi dampak kebijakan deregulasi yang agresif dari Kementerian Keuangan dengan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat ini.

Pasar modal dalam negeri dan mata uang rupiah hari-hari ini terbukti mengalami penguatan sebagai akibat dari berbagai paket kebijakan deregulasi ekonomi yang telah diterbitkan. Eksekusi penurunan suku bunga dari otoritas moneter, harusnya, akan dapat menambah tingkat kepercayaan masyarakat dan bisa melanjutkan penguatan di pasar modal dan di pasar uang. Ini tentunya akan memberikan efek positif terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi timing, penulis juga melihat saat ini cukup tepat waktunya untuk suatu pelonggaran kebijakan moneter. Di tataran global, the Fed masih menunda kenaikan suku bunganya, lalu dari Eropa ECB bakal melanjutkan pelonggaran moneternya, sementara China baru saja kembali memangkas suku bunganya –yang keenam kalinya sejak tahun lalu. Sedangkan di dalam negeri pemerintah sudah proaktif dan agresif menggelontorkan ribuan proyek infrastruktur di seluruh negeri, bahkan sampai daerah-daerah perbatasan. Kemudian, para pengusaha juga dewasa ini terpantau sudah melewati fase wait and see, yaitu sedang masuk kepada aksi untuk membangun.

Dari pertimbangan dan pemikiran di atas, penulis berpandangan, barangkali sudah sudah waktunya untuk BI melonggarkan kebijakan moneternya dengan segera menurunkan tingkat suku bunga BI Rate. Tentunya BI memiliki berbagai pertimbangan lainnya. Apapun itu nantinya, dipercaya akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kita nantikan bersama.

 

alfredBy Alfred Pakasi ,

CEO Vibiz Counsulting
Vibiz Consulting Group

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here