Harga timah di bursa komoditas Malaysia membukukan hasil negatif -2,7% selama bulan Januari 2016 ini. Pelemahan harga timah sebagian besar tertekan kekuatiran ekonomi Tiongkok. Harga timah awal tahun 2016 (04/01) dibuka pada posisi 14,550 dollar per ton, dan ditutup pada akhir bulan pada posisi 14,150 (29/01).
Titik terendah harga timah terjadi pada tanggal 18 Januari yang mencapai 13,250. Melemahnya harga minyak mentah dan perlambatan ekonomi Tiongkok, memicu kekuatiran investor terjadinya perlambatan ekonomi global, yang akan semakin menurunkan permintaan logam dasar, termasuk permintaan komoditas timah ini.
Penurunan tertinggi terjadi pada tanggal 7 Januari, dimana harga timah turun sebesar -3,2%, turun dari posisi 14,150 ke posisi 13,700, turun -450 poin. Penurunan harga timah dipicu anjloknya bursa Tiongkok yang meningkatkan kekuatiran melemahnya permintaan dari negara tirai bambu tersebut.
Pada perdagangan saham pagi Kamis (07/01), bursa Saham Tiongkok dihentikan dari seluruh perdagangan setelah indeks CSI300 anjlok lebih dari 7 persen pada awal perdagangan, memicu sirkuit pemutus pasar untuk kedua kalinya minggu ini. Anjloknya kembali bursa Tiongkok dipicu kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok dengan depresiasi mata uangnya serta anjloknya harga minyak. Melemahnya data aktivitas jasa di Tiongkok memberikan sentimen kekuatiran permintaan Tiongkok sebagai negara konsumen logam dasar yang besar di dunia ini.
Namun pelemahan harga timah akibat kekuatiran Tiongkok tersebut, terbayarkan dengan sentimen positif Tiongkok, yaitu pada tanggal 27-28 Januari, harga timah melonjak 790 poin atau 5,5% ke posisi 14,410. Penguatan harga timah terdorong meningkatnya permintaan Tiongkok.
Pihak pabean Tiongkok, di data mereka, menyatakan bahwa negara itu mengimpor timah konsentrat 4,8% lebih, konsentrat tembaga 12,5% lebih dan 47,4% lebih seng konsentrat pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014. Impor yang tinggi kemungkinan besar karena kapasitas peleburan tinggi di Tiongkok dan pemurnian dan pengolahan biaya yang menarik.
Data secara keseluruhan menguatkan permintaan yang kuat Tiongkok untuk logam. Permintaan Tiongkok kemungkinan akan menuntut jumlah besar logam pada tahun 2016 sebagai langkah pembangunan infrastruktur dan harga rendah.
Bagaimana pergerakan harga timah selanjutnya?
Sentimen Tiongkok lagi-lagi membayangi harga timah. Pada awal bulan ini, terjadi hasil aktifitas manufaktur Tiongkok yang memburuk.
Sektor manufaktur besar Tiongkok melambat pada awal tahun 2016, tergambar dari indeks pembelian manajer kembar (PMI) survei yang dirilis pada hari Senin (01/02), menandakan kelemahan dalam perekonomian negara ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Biro Statistik pemerintah menyatakan data PMI resmi jatuh 3,5 tahun terendah 49,4 pada Januari, lebih buruk daripada 49,7 terdaftar pada bulan Desember dan perkiraan median 49,6 dari jajak pendapat Reuters. Hal ini juga menandai bulan keenam berturut-turut bahwa indeks resmi menunjukkan kontraksi.
The Caixin / Markit PMI manufaktur, yang diterbitkan 45 menit setelah data resmi, berada di 48,4 pada bulan Januari, naik sedikit dari 48,2 yang tercatat pada bulan Desember tapi menandai kontraksi 11 bulan berturut-turut dalam aktivitas manufaktur.
Sementara itu, data non-manufaktur PMI resmi berada pada 53,5 pada Januari, dibandingkan dengan pembacaan bulan sebelumnya 54,4, menantang harapan bahwa konsumsi bisa mengambil alih manufaktur sebagai kekuatan pendorong untuk perekonomian Tiongkok.
Hasil buruk ini dipastikan akan menekan harga timah di bursa Malaysia untuk selanjutnya.
Pasar lokal ditutup pada Senin ini untuk liburan Hari Federal Territory.
Analyst Vibiz Research Center memperkirakan bahwa pergerakan harga timah Malaysia pada perdagangan selanjutnya untuk jangka pendek akan berpotensi melemah merespon memburuknya data aktifitas manufaktur Tiongkok. Harga timah akan mencoba bergerak menembus level Support di posisi 13.850 dollar dan 13.550 dollar. Akan tetapi jika berbalik rebound akan menghadapi level Resistance di 14.450 dollar dan 14.750 dollar.
Freddy/VMN/VBN/Analyst-Vibiz Research Center
Editor: Asido Situmorang