Sekalipun jumlah produksi minyak mentah mendekati rekor tinggi, Arab Saudi bersiap-siap jika tiba waktunya dunia akan lagi memerlukan minyak dari negara eksportir terbesar tersebut.
Arab Saudi, sebagai eksportir minyak mentah terbesar di dunia, kini juga berfokus pada sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dalam persiapan untuk ekonomi global pasca-minyak, Menteri Perminyakan Ali al-Naimi mengatakan pada konferensi di Berlin, Kamis. Namun, ia tidak berharap hal era tersebut terjadi dalam waktu dekat, diperkirakan bahwa konsumen masih akan menggunakan bahan bakar fosil untuk setidaknya 50 tahun.
“Saya tidak berpikir ada negara yang lebih ideal untuk memanfaatkan energi terbarukan selain dari Arab Saudi,” mengingat sinar matahari yang melimpah, tersedia lahan dan pasir berlimpah, yang diperlukan untuk membuat panel surya, kata al-Naimi. Studi dilakukan oleh kerajaan dan negara-negara lain untuk menghasilkan energi alternatif yang mencari cara untuk beralih dari minyak dan gas untuk energi terbarukan, katanya.
Lihat : Harga Minyak Mentah Akhir Pekan Tergelincir, Mingguan Masih Naik 2%
Ini bukan pertama kalinya bahwa pemimpin OPEC de facto tersebut mengisyaratkan bahwa pemerintah berjanji untuk membatasi kenaikan suhu global, mengambil langkah-langkah untuk mempersiapkan energi di luar minyak. Pada konferensi iklim di Paris Mei lalu, al-Naimi mengatakan Arab Saudi berencana untuk “mengekspor gigawatt listrik” yang dihasilkan dari panel surya dalam beberapa dekade mendatang.
Proposal untuk menjual saham di beberapa aset minyak negara seperti Saudi Arabian Oil Co, diumumkan oleh Deputi Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada awal Januari, memicu spekulasi bahwa kemerosotan harga minyak mentah telah mengintensifkan rencana Arab Saudi untuk diversifikasi ekonomi.
Negara ini bertujuan untuk memasang 54 gigawatt kapasitas energi bersih tahun 2040, menurut Bloomberg New Energy Finance. Energi terbarukan saat ini menyumbang sekitar 14 persen dari konsumsi global dan akan meningkat menjadi 19 persen pada tahun 2040, menurut Badan Energi Internasional yang berbasis di Paris.
Sementara itu, Arab Saudi berfokus pada cara-cara untuk menangkap emisi proses karbon dioksida, al-Naimi mengatakan, perdebatan yang mencoba untuk meninggalkan bahan bakar hidrokarbon sekarang tidak praktis. Pemerintah kerajaan mengumpulkan gas buang dan mengubahnya menjadi petrokimia.
Freddy/VBN/VMN/Analyst Vibiz Research Center
Editor : Asido Situmorang