Pada pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Rabu (30/11) di Wina Austria, Presiden OPEC Mohammed Bin Saleh Al-Sada dari Qatar menegaskan bahwa kesepakatan OPEC adallah mengurangi produksi 1.2 juta barel per hari. Hal ini akan menurunkan total produksi menjadi 32,5 juta barel per hari, berlaku sejak Januari 2017.
Dalam pertemuan tersebut juga Al-Sada menyatakan menangguhkan keanggotaan OPEC Indonesia.
Seperti yang dilansir dalam situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan keputusan Indonesia untuk membekukan sementara ( temporary suspend ) keanggotaan di OPEC diambil menyusul keputusan sidang untuk memotong produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari, di luar kondensat.
Sidang juga meminta Indonesia untuk memotong sekitar 5 persen dari produksinya, atau sekitar 37 ribu barel per hari.
“Padahal kebutuhan penerimaan negara masih besar dan pada RAPBN 2017 disepakati produksi minyak di 2017 turun sebesar 5 ribu barel dibandingkan 2016,” jelas Jonan. Dengan demikian pemotongan yang bisa diterima Indonesa adalah sebesar 5 ribu barel per hari.
Jonan menambahkan, sebagai negara net importer minyak ( crude oil ), pemotongan kapasitas produksi ini tidak menguntungkan bagi Indonesia, karena harga minyak secara teoritis akan naik.
Dengan pembekuan keanggotaan ini, Indonesia tercatat sudah dua kali membekukan keanggotaan di OPEC. Pembekuan pertama pada tahun 2008, efektif berlaku 2009. Indonesia memutuskan kembali aktif sebagai anggota OPEC pada awal 2016.
Pembekuan sementara ini adalah keputusan terbaik bagi seluruh anggota OPEC. Sebab dengan demikian keputusan pemotongan sebesar 1,2 juta barel per hari bisa dijalankan, dan di sisi lain Indonesia tidak terikat dengan keputusan yang diambil, sejalan dengan kepentingan nasional Indonesia.
Doni/ VMN/VBN/ Analyst-Vibiz Research Center Editor: Asido Situmorang