(Vibiznews – Commodity) – Harga minyak kelapa sawit mencapai titik terendah dalam empat bulan, bahkan saat pejabat AS menaikkan ekspektasi untuk output Indonesia, dan ekspor minyak nabati, dengan alasan prospek kenaikan tingkat curah hujan La Nina.
Kontrak minyak sawit berjangka untuk Februari menyentuh 2.544 ringgit per ton di Kuala Lumpur, terendah untuk kontrak patokan sejak Juli, sebelum pulih beberapa titik untuk bertahan di 2.564 ringgit per ton, turun 1,0%.
Penurunan tersebut disebabkan oleh kekuatan ringgit, yang membatasi daya saing ekspor Malaysia, dengan mata uang pada satu titik menyentuh level tertinggi 15 bulan di 4.045 sampai $ 1, sebelum kembali ke wilayah negatif.
Harga minyak kelapa sawit juga turun di bursa Dalian di Tiongkok, sebuah negara pengimpor utama, di mana kontrak Januari yang diperdagangkan paling mahal menyentuh level terendah empat bulan di 5.278 yuan per ton, sebelum mengurangi kerugian pada 5.318 yuan per ton, turun 0,6%.
Penurunan tersebut juga terjadi saat biro Departemen Pertanian AS di Jakarta mematok produksi minyak kelapa sawit di Indonesia – negara produsen utama, di atas Malaysia – pada rekor 38,5 m ton untuk tahun 2017-18, pada basis Oktober-ke-September.
Angka yang diupgrade adalah 2,5 juta ton menjelang perkiraan resmi USDA, dan seterusnya 2016-17 yang, dengan 36,0 juta ton, juga melihat produksi yang tidak terlalu tinggi dari pada yang telah ditulis pada laporan-laporan sebelumnya.
Untuk tahun 2016-17, kondisi cuaca yang menguntungkan memicu pertumbuhan produksi minyak kelapa sawit setelah melewati cuaca kering, dengan mengikuti pola cuaca El Nino terakhir.
Beberapa emiten perkebunan dan asosiasi industri melaporkan adanya pertumbuhan produksi tandan buah segar yang kuat selama sembilan bulan pertama tahun 2017.
Dan untuk tahun 2017-18, biro Depertemen Pertanian AS memperkirakan potensi pertumbuhan lebih lanjut dalam produksi Indonesia, sebagian dari 100.000 hektar perkebunan masuk ke produksi aktif, yang juga mendapat dorongan dari awal terjadinya La Nina. Datangnya La Nina telah diumumkan oleh pejabat Australia pada hari Selasa . Siklus La Nina akan membawa curah hujan yang lebih tinggi ke Indonesia.
Dengan harapan berlanjutnya kondisi pertumbuhan yang baik dan curah hujan rata-rata di atas rata-rata selama 12 bulan ke depan, produksi diperkirakan akan mencapai 38,5 m ton.
Biro memperkirakan beberapa minyak sawit ekstra ditelan oleh konsumsi lebih banyak, termasuk dari tanaman yang akan dipakai untuk mengubah minyak nabati menjadi biodiesel. Setelah sedikit penurunan pada bulan Mei – Juni, produksi biodiesel bulanan telah kembali normal.
Selain itu, penggunaan untuk bahan makanan diharapkan terus berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk. Meskipun demikian, ekspor minyak sawit Indonesia diperkirakan mencapai rekor 28,0 m ton pada 2017-18, 1,8 m ton di atas perkiraan resmi USDA.
Bursa komoditi tersebut mengatakan bahwa ada kenaikan ekspor untuk tahun 2017 dan ekspektasi akan pasokan dan harga yang kompetitif sampai tahun 2018.
Selasti Panjaitan/VMN/VBN/Senior Analyst Stocks-Vibiz Research Center Editor : Asido Situmorang