Ekonomi Global 2018 dan Kesempatan Ekspor

1367

Banyak ekonom memprediksi bahwa ekonomi global tahun 2018 akan lebih kuat dari ekonomi 2017, karena momentum yang cukup baik terjadi di 2017 akan berefek positif pada tahun 2018. The International Monetary Fund (IMF) telah meningkatkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,7% untuk tahun 2018 karena perkembangan yang semakin sehat dari sektor manufaktur di beberapa negara maju juga Cina, dimana sektor manufaktur agak terhambat pertumbuhannya pada tahun 2014 karena kerugian besar yang terjadi pada para pengekspor produk-produk Cina yang lebih mengandalkan strategi harga murah, demikian juga dampak kebangkrutan yang terjadi di negara-negara zona Eropa seperti Yunani sangat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan sektor manufaktur secara global.

Kelihatannya faktor-faktor penghambat pertumbuhan sektor manufaktur relatif lebih ringan tantangannya pada tahun 2018 ini, terjadi dorongan cukup kuat pada pabrik-pabrik hampir seluruh dunia untuk bisa menghasilkan output-nya lebih banyak lagi belakangan ini, terlihat dari sejak November 2017, sehingga kecenderungan ini diharapkan berlanjut hingga akhir tahun 2018.

Bila kebijakan pemotongan pajak yang dilakukan oleh Presiden Donald Trump telah diaplikasikan pada dunia usaha, maka hal ini kemungkinan besar akan memberi dampak peningkatan gairah usaha dan juga kepercayaan konsumen akan meningkat pada tahun 2018.

Namun demikian dari sisi harga minyak, terus menunjukkan peningkatan hingga di atas $60 per barrel dari harga terendah tahun lalu di bawah $40 per barrel, namun para ekonom memperkirakan bahwa harga tidak akan terus meroket karena tidak mengharapkan juga harga minyak akan mengganggu kinerja usaha dari masing-masing negara penghasil minyak.

Kancah Global

Untuk mencermati perkembangan ekonomi Global 2018, mari kita lihat dua negara super power yang menjadi salah satu indikator kekuatan ekonomi dunia, tentunya tanpa mengabaikan kekuatan ekonomi negara-negara seperti Cina dan negara berkembang lainnya yang semakin menunjukkan kontribusi kekuatan ekonominya seperti India, Brazil dan negara-negara ASEAN yang terus bertumbuh.

Kita bisa lihat bahwa kestablian ekonomi suatu negara sangat ditentukan kekuatan ekonomi domestiknya, namun demikian tidak akan terlepas dari pengaruh ekonomi global. Faktor lain yang bisa kita lihat bahwa kondisi ekonomi mempengaruhi geopolitik namun demikian juga sebaliknya. Faktor-faktor ini sangat menentukan kancah global 2018 dimana goncangan pada sektor ekonomi bila disertai dengan goncangan pada sektor politik bahkan sosial akan membuat badai yang lebih buruk dampak kerusakannya, namun bila goncangan-goncangan ini bisa diprediksi maka diharapkan tidak menjadikan kapal menjadi kandas.

Goncangan Pasar Global dan/atau Domestik ?

Kestabilan ekonomi di era global ini memang tidak bisa dipisahkan lagi antara global dan domestik, goncangan bisa terjadi dari salah satu pasar atau bahkan terjadi bersamaan di kedua pasar ini. Negara-negara yang bertumpu pada pasar domestik seperti Inggris dan Amerika Serikat maka fluktuasi ekonominya lebih seiring dengan daya beli pasar domestiknya, namun negara pengekspor seperti Jerman sering mengalami goncangan karena pasar tujuan ekspor yang sedang tergoncang seperti melemah daya beli negara tujuan menjadi pukulan bagi ekonomi Jerman.

Germany Government Budget

Jerman adalah negara dengan ekonomi beranggaran belanja yang surplus dimana uang yang dihasilkan lebih besar daripada pembelanjaannya, bahkan menjadi negara pemberi pinjaman karena kas-nya yang terus menggunung. Bahkan ketika negara-negara di Eropa terancam kebangrutan maka ekonomi Jerman terus menunjukkan surplus. Surplus yang terjadi pada tahun terakhir diperkirakan sebesar €38,3 milyar atau $47 milyar. Sementara tingkat penganggurannya sangat rendah hanya 3,6% atau sekitar separo dari rata-rata pengangguran negara Uni Eropa.

Jika dibandingkan dengan anggaran belanja negara maju lainnya, anggaran pemerintah Amerika Serikat  dan China selalu defisit dalam 10 tahun terakhir. Demikian juga dengan Indonesia yang masih defisit, bahkan terus membengkak defisitnya. Surplus belanja Jerman per akhir tahun 2017 sama dengan 1,2 persen PDB-nya, sedangkan Indonesia defisit sama dengan -1,02 persen PDB.

Lalu negara yang kuat ini dari mana goncangan ekonominya ? Memang guncangan tidak terjadi dari pasar domestik, negara kuat ini bertumpu pada kekuatan ekspor, bahkan kontribusi ekspor-nya hingga setengah dari kekuatan ekonominya. Pada tahun 2009 ekonominya mengalami penyusutan sekitar 6% karena negara-negara Eropa terhantam krisis, sementara pasar ekspor Jerman 60% adalah ke negara-negara Eropa. Berangkat dari pengalaman ini maka Jerman melihat pasar tujuan ekspor selain Eropa, dan rupanya Amerika Serikat menjadi pasar yang menarik, bahkan pada tahun 2016 ekspor Jerman ke AS sudah mencapai 9% dari kontribusi ekpor-nya. Sehingga sekitar 4% kekuatan ekonomi Jerman berasal dari penjualan barang dan jasa ke AS.

Dengan kontribusi 9% ekspornya ke AS, maka dari sisi AS, Jerman berada di urutan pertama, disusul oleh Perancis yang memberi kontribusi 8,3% ekspor Perancis, UK 7,1% dan Cina 6,2% dari kontribusi ekspornya. Jadi terlihat di sini bahwa Jerman lebih tergantung pasar AS dibanding negara-negara pesaingnya. Maka ketika ekonomi AS melambat, goncangan eksternal ini sangat berdampak pada ekonomi Jerman.

Pada tahun 2016 sekitar 20% dari ekspor Jerman ke AS adalah otomotif, maka ketika terjadi pelambatan ekonomi AS berakibat permintaan otomotif segara jatuh. Pada tahun 2009 ketika ekonomi AS menurun 2,8%, maka penurunan import untuk otomotif jauh lebih besar lagi, dimana ekspor Jerman ke AS turun 27% pada tahun 2009 dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun itu, 5% penurunan ekspor Jerman berarti 2,5% penurunan ekonomi Jerman.

Imbas Politik dan Ekonomi

Pasca PD II politik Jerman selalu menghendaki jalur main stream, dimana dihindarkan sayap kanan atau kiri mendominasi suasana politik, namun perkembangan belakang ini menunjukkan geliat bahwa politik Jerman menghendaki perubahan.

Efek goncangan ekonomi pada negara dengan potensi goncangan politik akan membuat negara tersebut menjadi rentan. Sebagai negara yang sangat sensitif dengan pasar ekspor terutama pada AS, maka guncangan ekonomi AS akan berdampak pada ekonomi Jerman dan kalau goncangan ini merembet pada goncangan politik maka efeknya akan semakin buruk.

Ekonomi AS selalu diambang krisis, namun apakah krisis terjadi secara tiba-tiba, mungkin jadi tidak namun resiko bahwa ekonom AS akan mengalami krisis hingga sekarang belumlah hilang. Oleh sebab itu kontraksi ekonomi di AS akan membawa kontraksi ekonomi Jerman dan dampak yang sangat sensitif berikutnya adalah meningkatnya pengangguran. Efek peningkatan pengangguran ini yang akan dimanfaatkan oleh sayap kiri dan atau kanan untuk menggeser penguasa main stream dan kalau dampak politiknya tidak berlangsng dengan mulus dan goncangan politk maka hal ini akan berdampak lebih buruk di Jerman.

Politik Ekonomi Bilateral

Belakangan hubungan politik antara Presiden AS Donald Trump dan Kanselir Jerman Angela Merkel, terlihat dari komentar para petinggi negara ini setelah pertemuan NATO dan G7, terutama seringnya AS mengkritik Jerman atas defisit perdagangan yang terjadi di AS atas hubungan perdagangan kedua negara.

Germany Balance of Trade
Perbandingan Data Neraca Dagang Amerika Serikat dan Jerman

Ada beberapa dasar sikap politik yang berbasis pada hubungan ekonomi yang disoroti oleh Presiden AS atas Jerman, diantaranya :

  • Defisit Perdagangan. Defisit perdagangan AS atas perdagangan dengan Jerman pada tahun 2016 adalah $67,8 milyar. Sebenarnya import mengalami penurunan tajam sebesar 5,7% menjadi $148,1 milyar, namun ekspor tidak menanjak justru menurun 0,7% menjadi $80,4 milyar. Jerman menjadi negara no 2 setelah Cina ($310 mlyar) dalam urutan defisit perdagangan AS, dimana negara-negara berikutnya adalah Mexico ($62 milyar) dan Jepang ($56 milyar). Dengan mitra dagang lainnya AS masih surplus pada perdagangan jasa, namun terhadap Jerman perdagangan jasa juga defisit hingga sebesar $2,3 milyar.
  • Import. AS sangat bergantung pada import dari Jerman, sehingga Jerman sangat menikmati hubungan perdagangan dengan AS sebagai pasar ekpor yang dominan. Dari sisi urutan negara-negara sumber import AS, maka Jerman berada pada urutan ke lima, di bawah Cina ($480 milyar), Mexico (324 milyar), Canada ($313,5 milyar) dan Jepang ($165 milyar). Import dari Jerman terutama barang modal hingga $40 milyar, sedang mesin, otomotif dan suku cadang mencapai $32 milyar, selanjutnya barang-barang konsumsi sebesar $20 milyar.
  • Ekspor. Jerman adalah negara urutan ke enam untuk tujuan ekspor dari AS, di bawah Canada ($322 milyar), Mexico ($262 milyar), Cina ($170 milyar), UK ($121 milyar) dan Jepang ($109 milyar).
  • Investasi. Pada tahun 2015 perusahaan-perusahaan Jerman menanamkan investasi di AS sebsar $255,5 milyar, meningkat 14% dari tahun sebelumnya, menempati urutan ke tujuh sebagai negara penanam modal investasi di AS. Dimana UK adalah urutan pertama ($484 milyar), selanjutnya Jepang ( sekiar $484 milyar).
  • Tenaga Kerja. Jerman adalah negara urutan ke tiga dalam hal kontribusi tenaga asing yang bekerja di AS, lebih dari 670 ribu tenaga kerja dari Jerman yang bekerja hampir setengahnya di sektor manufaktur.

Secara struktur defisit perdagangan antara AS dan Jerman sebenarnya tidaklah terlalu faktor yang membahayakan untuk kedua negara, tetapi diplomasi politik dari ke dua petinggi ini justru yang membahayakan hubungan perdagangan kedua negara. Sebab kita tahu bersama bahwa hubungan perdagangan yang sehat adalah didasari kepercayaan kedua belah pihak.

Faktor Brand dan Zona Ekonomi

Apakah faktor politik akan mendominasi perdagangan antara dua negara tersebut ? sepertinya memang berpengaruh tetapi tidak sepenuhnya menjadi pukulan yang sangat telak.

Beberapa faktor yang menjadikan Jerman memiliki surplus perdagangan terhadap AS diantaranya adalah produk-produk otomotif seperti Mercedes dan BMW telah menembus hati para penggemarnya, sehingga ekpor otomotif relatif stabil dan cukup mendominasi.

Selain produk otomotif, Jerman mampu menguasai pasar untuk alat-alat medis yang canggih ke pasar AS. Para medis di AS sudah mempercayai produk-produk medis dari Jerman sehingga produk ini juga cukup mendominasi ekspor Jerman ke AS.

Sementara faktor Zona Ekonomi yang menjadi unsur yang menguntungkan ekspor Jerman ke AS, dengan Jerman menjadi anggota Uni Eropa yang menggunakan mata uang Euro, maka melemahnya negara-negara anggota Uni Eropa telah menyeret Euro terus melemah. Hal ini justru menjadi keunggulan perdagangan Jerman terhadap AS dimana melemahnya Euro terhadap dollar AS menjadikan produk ekspor Jerman semakin kompetitif.

Peluang dan Strategi Ekonomi Indonesia 2018

Melihat perkembangan dua negara yang menjadi sebagian gambaran ekonomi global, maka kita bisa melihat bahwa ekonomi global tidak pernah berhenti dari berbagai gejolak. Namun seperti pemain papan selancar, gelombang atau gejolak yang terjadi bisa menjadi ancaman tetapi juga bisa menjadi peluang karena gelombang tidak pernah sama.

Peluang ekspor bagi Indonesia adalah sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baik konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor serta belanja pemerintah bisa menjadi pendorong kontribusi pertumbuhan ekonomi apabila dikelola secara produktif dan efisien.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ekonomi Indonesia tahun 2018 ini :

  • Konsumsi rumah tangga Indonesai telah tumbuh sekitar 5,4%, untuk mendorong konsumsi rumah tangga maka perlu diciptakan peningkatan kesempatan kerja, inflasi yang terjaga cukup rendah, dan juga dukungan belanja sosial.
  • Sementara Investasi bertumbuh sekitar 8,0% untuk tahun 2017, hal ini akan meningkatkan output Indonesia sekaligus penyerapan tenaga kerja. Peringkat rating lndonesia menjadi Investment Grade oleh Standard & Poor’s (S&P) diharapkan memperbaiki kepercayaan swasta dan meningkatkan aliran modal masuk ke Indonesia. Dengan peningkatan investasi, maka kapasitas produksi meningkat dan lapangan kerja baru dapat diciptakan.
  • Bersama dengan penciptaan lapangan kerja melalui peningkatan investasi, maka output-nya perlu ada penyerapan pasar, selain diserap pasar domestik, perlu dilakukan penerobosan dan pemanfaatan peluang-peluang pasar ekspor. Khusunya mendorong ekspor produk-produk manufaktur yang kompetitif dan komoditas sumber daya alam yang bernilai tambah.

Melihat perkembangan ekspor Indonesia dalam 5 tahun terakhir dari data statistik, ekspor sempat menurun lalu mulai bangkit kembali masuki tahun 2017. Namun neraca perdagangan Indonesia masuki tahun 2018 menunjukkan defisit.  Perdagangan Indonesia pada Januari 2018 mengalami defisit sebesar $676 juta. Nilai ekspor pada periode tersebut sebesar $14,46 milir atau turun 2,81% dibanding Desember 2017 dengan nilai impor sebesar $15,13 miliar atau naik 0,26% dibanding Desember 2017.

Indonesia Balance of Trade
Perbandingan Neraca Perdagangan dan Ekspor Indonesia 5 tahun terakhir

Untuk menciptakan produk yang kompetitif di pasar ekspor maka perlu perbaikan produktivitas yang didukung sistem logistik, infrastruktur, regulasi yang sederhana dan tidak kalah penting adalah kualitas sumber daya manusia, hal ini perlu menjadi fokus Pemerintah.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan oleh pemerintah tahun 2018 sebesar 5,4% maka pengembangan pasar ekspor menjadi penyeimbang kekuatan pasar domestik yang dimiliki Indonesia. Pemanfaatan daya serap pasar domestik menjadi kekuatan yang terus dipertahankan namun penerobosan pasar dan pemanfaatan peluang pasar dari berbagai negara tujuan yang juga selalu terjadi pergeseran perlu dimanfaatkan juga.

Sementara goncangan non ekonomi, terutama kondisi politik 2018 sangat perlu diwaspadai juga, seperti halnya yang terjadi di Jerman, maka kegagalan di bidang ekonomi oleh pemerintah yang berkuasa akan menjadi kesempatan bagi lawan-lawan politiknya.

Mencari titik keseimbangan dalam segala goncangan dan memperhatikan dimana saja terjadi goncangan, itulah yang perlu dicermati oleh para pelaku ekonomi.

 

Bernhard Sumbayak Advisor Vibiz Consulting Group
Bernhard Sumbayak Advisor Vibiz Consulting Group
 Kristanto Nugroho  Advisor Vibiz Consulting Group

 

 

 

 

 

 

Editor: Jul Allens

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here