Selusin Lebih Peritel Besar Amerika Bangkrut di 2018; Termasuk Sears, Nine West, Rockport

1894

(Vibiznews – Business) – Lebih dari selusin retailers besar Amerika mengajukan perlindungan kebangkrutan pada tahun 2018, termasuk di antaranya jaringan department store raksasa, perusahaan sepatu terkenal dan penjual kasur, meskipun terdapat data belanja konsumen AS yang kuat yang harusnya mengangkat ekonomi A.S.

CNBC baru saja (31/12) merilis data yang menunjukkan suramnya bisnis ritel di Amerika. Bagaimanapun, laju penutupan peritel ini lebih lambat dibandingkan yang di tahun 2017. Ketika itu tercatat lebih dari 20 pengecer termasuk Toys R Us, Hhgregg dan Gymboree yang terpental. Demikian pun, pengajuan dan penutupan toko ini masih menyakitkan bagi karyawan dan para pemilik mal yang terkait.

Kebangkrutan terbesar di tahun 2018 adalah Sears, bisnis berusia 125 tahun yang dulunya merupakan pengecer terbesar di AS. Jaringan rantai department store ini berjuang keras untuk menghidupkan kembali bisnisnya ketika menutup ratusan toko dan menjual aset lain dalam upaya untuk mendapatkan uang tunai. Nasib Sears masih belum jelas memasuki 2019 ini, dimana chief dari perusahaan, Eddie Lampert, sedang dalam proses untuk mencoba membeli kembali toko Sears yang tersisa dan mencegah masuk dalam kegelapan secara bersama. Sears mempekerjakan sekitar 70.000 orang di A.S. ketika bangkrut pada bulan Oktober.

 

Berikut ini, daftar tiga belas peritel AS yang mengajukan kebangkrutan pada tahun 2018, sebagaimana dilansir oleh CNBC (31/12).

 

David’s Bridal

Ritel ini bangkrut pada bulan November 2018. Pengecer gaun pengantin ini bergulat dengan beban utang yang besar di tengah selera konsumen yang berubah di industrinya, dengan lebih banyak milenial yang menikah belakangan dan memilih gaun yang nontradisional. Toko ini dinyatakan pailit dengan meminta kreditur untuk mengurangi utang lebih dari US$ 400 juta.

 

Sears

Bisnis yang tutup di tahun 2018 lainnya adalah Sears. Bisnis berusia 125 tahun ini menyatakan kebangkrutan pada Oktober 2018. Padahal, Sears telah berjuang untuk menghidupkan kembali bisnisnya dengan menjual aset-aset yang dimilikinya. Perusahaan induk dari toko Sears dan Kmart ini mengajukan kebangkrutan setelah bertahun-tahun mencoba untuk tetap hidup melalui berbagai manuver finansial dan menutup ratusan toko.

 

Rockport

Perusahaan sepatu Rockport Group juga mengajukan perlindungan kebangkrutan pada bulan Mei. Pada bulan Juli, Rockport setuju untuk menjual sahamnya kepada Charlesbank Capital Partners. Dari penjualan saham tersebut, Charlesbank mengambil alih bisnis grosir Rockport. Merek Rockport dijual di lebih dari 60 negara.

 

Nine West

Perusahaan pakaian Nine West mengajukan kepailitan pada bulan April bersamaan dengan rencana mereka untuk menutup 70 toko. Peritel ini telah meminta bank untuk membantu dalam menjual aset yang tersisa. Nine West telah tenggelam karena para mitra ritelnya – terutama rantai department store – menutup toko mereka atau bangkrut sama sekali.

 

Mattres Firm

Mattres Firm, toko kasur terbesar di AS juga mengalami kepailitan. Dengan cepat perusahaan ini menutup sekitar 900 toko dari 3.500 toko di seluruh AS di bulan Oktober sebelum menyatakan kebangkrutan pada November lalu. Peritel ini kalah bersaing dengan para star-up yang aktif menargetkan kaum milenial dalam berbelanja kasur.

 

Claire’s

Peritel aksesoris Claire’s mengajukan perlindungan kepailitan pada bulan Maret karena memiliki utang sebesar US$ 2 miliar. Claire’s berjuang dengan beban utang yang besar dan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya karena penjualan semakin menurun oleh pembelian yang semakin bergeser ke online dan volume penjualannya menurun.

 

National Store

Berikutnya, retailer National Store. Toko ritel asal Los Angeles ini mengajukan perlindungan kepailitan di bulan Agustus. Perusahaan itu berencana untuk menutup 74 dari lebih dari 340 toko di AS dan Puerto Riko. Para analis mengatakan bahwa National Store memiliki banyak utang yang akhirnya membuat bisnis secara menyeluruh menurun.

 

Sejumlah nama peritel besar lain yang telah mengajukan kepailitan di tahun 2018 adalah:

  • Gump’s, department store yang bermarkas di San Fransisco;
  • Brookstone, penjual peralatan teknologi;
  • The Walking Company, telah melakukan dua kali pengajuan kepailitan dalam satu decade;
  • Bon-Ton, department store yang dalam proses penutupan lebih dari 200 lokasi di seluruh AS;
  • Kiko USA, sebuah perusahaan kosmetik; dan
  • A’gaci, peritel pakaian wanita yang tertekan antara lain oleh biaya sewa yang tinggi.

 

 

Di 2019: Walmart, J.C. Penney, dll dalam perhatian

CNBC juga menguraikan bahwa untuk bisnis retail lain yang di ambang kebangkrutan, kasus Sears memberikan pelajaran menyakitkan tentang apa yang dapat terjadi pada perusahaan ketika gagal berinvestasi di toko dan situs webnya dalam mengimbangi industri lainnya. Perusahaan-perusahaan seperti Walmart dan Target telah memangkas investasi di toko-toko fisik dan operasi e-commerce mereka pada tahun 2018, melakukan renovasi toko dan menambahkan opsi pengiriman yang lebih cepat.

Daftar pengecer yang disusun oleh Moody’s menunjukkan adanya risiko gagal bayar atas pembayaran pinjaman – dan karenanya bisa dipaksa mengajukan kebangkrutan di tahun 2019- termasuk di dalamnya J.Crew, Neiman Marcus, dan Toms Shoes. Analis disebutkan akan mengamati nama-nama ini lebih dekat, selain juga J.C. Penney, yang pekan lalu sahamnya jatuh di bawah $1 untuk pertama kalinya.

 

Bagaimana di Indonesia?

Analis Vibiznews melihat bahwa isyu penutupan toko ritel juga terjadi di Indonesia. Sebut saja deretan nama seperti 7-Eleven, Lotus, Bodyshop hingga Debenhams, yang harus hengkang dari Indonesia karena tertekan berbagai faktor. Lalu, ditambah dengan peritel Matahari dan Ramayana yang harus menutup sejumlah gerainya di beberapa daerah.

 

Pola belanja yang bergeser dari offline ke online telah menjadi salah satu pemicu utama menurunnya tingkat penjualan peritel.

 

Walaupun demikian, pertumbuhan penjualan retail Indonesia di tahun 2018 secara keseluruhan telah menunjukkan kenaikan yang cukup berarti. Di tahun 2016 dan 2017 laju pertumbuhan retail hanya satu digit, sekitar 7%-9%, dipicu karena beberapa faktor seperti melemahnya tingkat konsumsi serta turunnya harga komoditas.

 

Namun pada tahun 2018, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) cukup optimis untuk memasang target pertumbuhan di akhir tahun yang double digit, setidaknya 11%. Ini karena ada beberapa indikasi kenaikan penjualan, seperti periode Lebaran lalu yang mencatat pertumbuhan 15%’an.

 

Terlihat di sini, Indonesia dengan populasi penduduk yang banyak dan pertumbuhan ekonomi yang dimotori sektor konsumsi dalam negeri, potensi bisnis ritelnya masih sangat kuat. Tantangannya adalah bagaimana para retailers menyikapi pergeseran yang terjadi. Semakin ke belanja online, dan konsumen milenial yang menginginkan gaya shopping yang berbeda dan kekinian.

 

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting Group

Editor: Asido

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here