(Vibiznews – Banking) – Lima bank global besar, yaitu Barclays, Citigroup, JP Morgan, MUFG dan Royal Bank of Scotland didenda dengan nilai total 1,07 miliar euro ($ 1,2 miliar), atau setara Rp 17,28 triliun, oleh Uni Eropa pada hari Kamis karena mencurangi pasar valuta asing yang bervolume multi-triliun dolar.
Perbankan telah dihantam denda miliaran dolar di seluruh dunia selama dekade terakhir karena manipulasi acuan harga yang digunakan dalam banyak transaksi finansial hari per harinya, semakin merusak reputasi rapuh industri ini sejak masa krisis keuangan.
Dilansir dari Reuters (16/05), Komisi Eropa mengatakan para individu trader di bank-bank tersebut terlibat dalam membentuk dua kartel untuk memanipulasi pasar spot valuta asing untuk 11 mata uang, termasuk dolar, euro, dan pound.
“Keputusan kartel ini mengirimkan pesan yang jelas bahwa Komisi tidak akan mentolerir perilaku kolusi di setiap sektor pasar keuangan,” kata Komisaris Persaingan Eropa Margrethe Vestager dalam sebuah pernyataan.
Citigroup dipukul dengan denda tertinggi senilai 311 juta euro, sementara bank Swiss UBS tidak didenda karena telah mengingatkan tentang kedua kartel kepada Komisi Eropa.
Penyidik dari Uni Eropa mengatakan sebagian besar traders ini mengenal satu sama lain secara pribadi dan mendirikan ruang obrolan seperti “Essex Express ‘n the Jimmy”, yang diberi nama ini karena mereka semua kecuali “James” tinggal di Essex, sebelah Ttimur London, dan kerap bertemu di kereta saat pergi ke ibukota Inggris.
Hasil investigasi selama lima tahun menemukan bahwa sembilan pedagang di bank-bank tersebut saling bertukar informasi sensitif dan rencana perdagangan di chatroom dan kadang-kadang berkoordinasi dalam strategi trading.
“Para traders, yang sebenarnya merupakan pesaing langsung, biasanya masuk ke chatroom multilateral … dan melakukan percakapan tentang berbagai subyek, termasuk selalu update tentang aktivitas trading mereka,” kata Komisi dalam pernyataannya.
Disebutkan bahwa kartel “Essex Express”, yang juga melibatkan ruang chatroom yang disebut “Semi Grumpy Old Men”, berlangsung antara Desember 2009 dan Desember 2012. Kartel kedua – disebut dengan “Three Way Banana Split” dan melibatkan ruang obrolan lainnya bernama “Two and a half men” dan“ Only Marge ”- berjalan dari Desember 2007 hingga Januari 2013.
Informasi yang ditukar oleh para pedagang di ruang obrolan termasuk perincian tentang order klien mereka, spread bid-ask untuk transaksi tertentu, posisi risiko terbuka (open risk positions) mereka dan detail lain dari aktivitas trading yang berlangsung maupun yang direncanakan.
Kadang-kadang para traders disebutkan akan mengkoordinasikan kegiatan trading mereka, misalnya melalui praktik yang disebut ‘standing down’ di mana beberapa group akan stop trading sementara untuk menghindari saling silang dengan yang lain, kata komisi itu.
JP Morgan dan RBS sama-sama mengatakan bahwa mereka senang telah menyelesaikan kasus-kasus tersebut dan bahwa mereka telah melakukan perubahan pada pengawasan mereka.
MUFG mengatakan pihaknya juga telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kembali. Sedangkan, Barclays dan Citigroup menolak memberikan komentar, demikian rilis Reuters (16/05).
Sementara itu, JPMorgan, Citi, Barclays, dan RBS sebelumnya pernah tersandung kasus serupa pada tahun 2015. Saat itu Departemen Kehakiman AS mengenakan denda lebih dari US$ 2,5 miliar.
Analis Vibiz Research Center melihat ini telah terjadi pelanggaran dalam ‘code of conduct’ pada dunia trading forex di industri perbankan. Serta merupakan kecolongan dalam praktek manajemen risiko dan kepatuhan. Padahal kelima bank global tersebut dikenal ketat dan detail dalam menjalankan aplikasi manajemen risiko, termasuk yang menyangkut risiko pasar dan risiko operasional. Bagaimanpun, ini menjadi kasus baru yang harus dipelajari dan dikembangkan dengan control atau pengawasan serta manajemen risiko yang lebih ketat.
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido