(Vibiznews – Property) – Wabah penyebaran Covid-19 telah merupakan tantangan berat yang harus dihadapi, baik dalam lingkungan industri bisnis maupun kehidupan masyarakat. Kota dan jalan-jalannya yang biasanya begitu ramai sampai hampir selalu macet, tiba-tiba menjadi lengang dan sepi. Hampir semua penduduk praktis tertahan tinggal di rumah, taat mengikuti anjuran dan ketentuan dari pemerintah untuk menekan penyebaran wabah virus corona ini.
Salah satu sektor industri yang kerap disebutkan terpukul adalah sektor properti. Setelah sempat stagnan pertumbuhannya, sejak tahun 2015 sampai pertengahan 2019, aktivitas properti sebenarnya sudah sempat menunjukkan geliatnya kembali di tahun 2019. Namun, nampaknya tantangan datang lagi menekan industri melalui wabah Covid-19 dari Wuhan ini.
Dapat disebutkan di sini, misalnya sejumlah properti retail atau pusat perbelanjaan yang terpaksa menutup operasinya sejak social distancing diterapkan dan masyarakat menjalankan stay home, di rumah saja.
Kemudian, transaksi jual beli properti yang melambat karena wabah virus ini, dimana psikologis calon pembeli, end user dan –terutama- investor saat ini lebih memprioritaskan pada hal-hal yang lebih primer. Maka, penyaluran KPR pun menjadi lebih tersendat.
Di pasar juga telah terdengar bagaimana para investor –domestik dan asing- menahan pelaksanaan pembangunan proyek-proyek properti karena mereka memilih untuk mengamankan likuiditasnya dahulu di tengah ketidakpastian ekonomi global dewasa ini.
Di tengah penyebaran wabah yang tidak diketahui sampai kapan ini akan berakhir, para pelaku industri properti, atau para stakeholder properti, tetap berupaya untuk mencari terobosan dan celah untuk dapat mengatasi dampak Covid-19 ini, minimum tetap dapat bertahan, dan kemudian siap untuk bangkit bila badai ini berlalu.
Yang pertama, dari Pemerintah sendiri telah berupaya menggelontorkan banyak program stimulus untuk mengatasi dampak negatif dari Covid-19 ini, di antaranya menambah kuota rumah subsidi dengan menyiapkan anggaran Rp1,5 triliun. Ini direalisasikan pada April 2020 dengan mengaktifkan kembali program Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
Kemudian dari OJK sudah ada ketentuan untuk relaksasi kredit, dimana prinsipnya bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit kepada seluruh debitur, termasuk debitur UMKM, sepanjang debitur-debitur tersebut teridentifikasi terdampak COVID-19. Sementara dari BI sudah menurunkan suku bunga acuannya dua kali sebesar total 50 bps, yang berdampak kepada penurunan suku bunga kredit perbankan. Kemungkinannya lagi akan ada penurunan suku bunga acuan kembali di pertemuan RDG Bank Indonesia berikut-berikutnya.
Sementara itu, dari pihak pemasaran, agen atau broker properti menyikapi adanya social distancing ini dengan memperbanyak pemasaran secara digital. Yang sederhana dilakukan, misalnya, penyebaran promosi serta memberitakan progres proyek melalui media sosial. Yang lebih canggih, umpamanya melalui home touring secara online, sudah lengkap data gambar-gambarnya secara 360 derajat. Kabarnya seperti di Amerika sana juga sudah menggunakan robot yang menggunakan video chat, serta juga secara solo atau mandiri dimana calon pembeli diberi akses kode masuk kunci digital untuk rumah kosong yang sedang dijual.
Di dalam negeri, ada terobosan yang dilakukan, di antaranya oleh Travelio, perusahaan start-up yang menyediakan layanan penyewaan properti online dengan fokus apartemen. Travelio menangkap adanya kenaikan permintaan dari segmen milenial yang ingin work from home atau juga self-quarantine dengan menyewa apartemen. Melalui website atau apps, konsumen disebutkan dapat menggunakan Fitur kamera 360 untuk melihat pilihan unit apartemen secara lebih real. Kemudian, disediakan unit-unit yang dilengkapi dengan fully furnished, wifi dan peralatan dapur. Serta juga sanitasi dengan desinfektan untuk setiap adanya perpindahan tenant.
Untuk properti hotel, khususnya milik BUMN, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir baru-baru ini menyatakan akan mengubah hotel BUMN menjadi rumah sakit yang akan digunakan untuk penanganan Orang Dalam Pemantauan (ODP) atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP) virus korona.
Untuk hotel-hotel swasta, sebagian telah mengambil inisiatif memperkuat layanan food delivery dari restoran-restoran favorit hotel dengan menu-menu andalannya kepada para konsumen yang stay at home. Hotel Mulia Senayan, Jakarta, misalnya, menyediakan layanan antar ke depan pintu rumah dengan minimum order Rp 1 juta, atau diambil langsung di car call station yang berlokasi di pelataran lobi hotel.
Bagaimana dengan para pengembang? Ini memang masa sulit bagi pengembang properti. Tetapi di sisi lain, banyak yang melihat masih ada potensi untuk target pasar segmen konsumen akhir atau end user yang diyakini tidak akan menunda pembelian rumah karena merupakan kebutuhan primer mereka. Khususnya lagi, untuk produk segmen menengah ke bawah karena ini merupakan dorongan real demand mereka. Diharapkan juga, dukungan stimulus pemerintah bagi segmen ini akan cukup membantu para pengembang untuk survive.
Di pasar, belakangan ini penulis juga mendengar adanya sebagian investor yang menaruh minat kembali ke sektor properti setelah banyak yang kecewa oleh merosotnya kinerja investasi di pasar finansial. Mereka memandang setidaknya properti itu basisnya real: tanah dan bangunan. Karenanya, tidak akan anjlok secara mendalam seperti produk-produk finansial. Tentu saja, mereka tetap berhati-hati dengan cenderung memilih produk properti yang sudah jelas target pasarnya.
Demikian, kita melihat melihat di tengah tantangan yang luar biasa seperti wabah Covid-19 dari China ini, inovasi dan terobosan tetap bisa bermunculan, termasuk di sektor properti. Mereka yang inovatif selalu menjadi pemenang di tengah tantangan, bahkan badai sekalipun. Bukankah demikian?
Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting
Editor: Asido