(Vibiznews – IDX Stocks) – Berbeda dengan para buruh, para pelaku pasar sendiri merespons positif disahkannya UU Omnibus Law atau yang dikenal juga dengan nama UU Ciptaker yang disebut akan membereskan aturan yang tumpang tindih dan memberi kejelasan investasi.
Dengan adanya kepastian investasi dan pemberesan aturan yang tumpang tindih serta semakin berpihaknya aturan ketenagakerjaan kepada investor maka tentu saja investasi para investor di sektor riil akan semakin meningkat dan tentunya kawasan industri akan semakin bergeliat. Sudah dapat di pastikan bahwa apabila di tahun-tahun kedepan setelah pandemi Covid-19 berakhir, akan banyak bermunculan pabrik-pabrik baru di kawasan-kawasan industri yang ada di seluruh Indonesia.
Kemudian Pemerintah juga sudah menetapkan beleid baru mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui omnibus law Cipta Kerja. Kini perusahaan pengusul KEK harus telah menguasai minimal 50% total luas lahan yang direncanakan.
Mendapatkan status sebagai KEK dapat memberi sentimen positif bagi saham-saham emiten kawasan industri. Prospek emiten properti semakin membaik karena dengan naiknya status kawasan industri menjadi KEK, maka para emiten akan mendapatkan banyak benefit seperti otonomi daerah, kemudahan perizinan, keimigrasian dan tax holiday dan secara tidak langsung akan menarik minat investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Emiten kawasan industry yang sudah mempunyai landbank yang cukup besar adalah PT Puradelta Lestari Tbk, (DMAS) yang memiliki lahan di Karawang seluas 1.400 hektare (ha) dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) yang memiliki lahan 1.250 ha di Subang.
Salah satu faktor fundamental yang dapat di pakai di dalam proses pemilihan saham adalah price to book value atau di singkat PBV, yang akan menunjukkan apakah sebuah saham itu masih murah atau tidak dengan tetap mempertimbangkan faktor perkembangan kinerja keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Untuk harga saham dimana PBV nya dibawah 1 cenderung dikatakan murah dibandingkan bila angka PBV nya di atas 1 yang cenderung harga sahamnya di nilai mahal.
Emiten | Lokasi | Harga Saham | PBV |
16-Okt-20 | |||
BEST | Bekasi | 179 | 0,39 |
SSIA | Subang | 448 | 0,55 |
DMAS | Cikarang | 230 | 2,03 |
KIJA | Bekasi | 204 | 0,81 |
BEST
BEST adalah pengembang dan operator untuk kawasan industri kelas dunia di Indonesia. Proyek andalan BEST adalah Kota Industri MM2100 yang berlokasi di Bekasi. BEST memiliki total land bank sebesar 695 hektare (ha) per Juni 2020.
Pada 2020 ini, BEST menargetkan pendapatan pra-penjualan sebesar 10 ha-15 ha, atau sebesar Rp 260 miliar-Rp 450 miliar.
Target tersebut turun 40% dari total penjualan sepanjang 2019. Penurunan target ini terjadi karena faktor pandemi yang berlangsung.
Penjualan BEST sepanjang semester I ini sebesar 3 ha, dengan harga rata-rata Rp 2,7 juta per meter persegi (m2), atau sebesar Rp 153,8 miliar. Realisasi ini turun 58,5% dibandingkan dengan semester I-2019.
Pada semester I-2020 BEST mencatatkan rugi sebesar Rp 37 miliar. Angka ini turun dari untung Rp 114 miliar pada semester I-2019.
Total utang BEST turun 13,2% menjadi Rp 1,9 triliun. Utang BEST dibandingkan ekuitas sebesar 0,44 dan utang dibandingkan aset sebesar 0,31. Angka tersebut bisa dikatakan baik karena total utang dibanding ekuitas dan aset masih berada di bawah 1.
SSIA
SSIA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, pengembang kawasan industri, properti komersial dan perhotelan, melalui penyertaan pada entitas anak. SSIA memiliki grandplan bernama Subang Smart & Sustainable City.
Subang Smart & Sustainable City ini memiliki total luas 2.000 ha. Sampai Juni 2020, total landbank SSIA yang siap jual di Subang Smart & Sustainable City mencapai 116 ha.
Pada 2020, manajemen SSIA menargetkan pendapatan Rp 3,4 triliun. Sampai semester I-2020, pendapatan SSIA mencapai Rp 1,4 triliun, turun 19,2% dibandingkan semester I-2019.
Pada semester I-2020, rugi SSIA semakin membesar menjadi Rp 114 miliar. Rugi ini naik dari Rp 7 miliar pada semester I-2019.
Total utang SSIA mengalami penurunan 4,3% menjadi Rp 3,5 triliun. Utang SSIA dibandingkan ekuitas sebesar 0,45 dan utang dibandingkan aset sebesar 0,81. Angka tersebut bisa dikatakan baik karena total utang dibanding ekuitas dan aset masih berada di bawah 1.
Angka PBV nya adalah 0,55 berarti masih di bawah 1, dinilai lebih murah dari yang seharusnya.
DMAS
DMAS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang properti, khususnya lahan industri. DMAS memiliki proyek strategis bernama Kota Deltamas, dengan luas kurang lebih 3.200 di Cikarang.
Di dalamnya terdapat kawasan industri Greenland International Industrial Center (GIIC) yang luasnya sekitar 1.500 ha. Per 30 Juni, total landbank DMAS mencapai 1.293 ha, dengan landbank untuk industri sebesar 423 ha.
Pada tahun ini, DMAS menargetkan pendapatan pra penjualan sebesar Rp 2 miliar. Sampai Juni lalu, pendapatan pra penjualan DMAS sudah mencapai Rp 1.1 miliar.
Pendapatan yang dibukukan DMAS sepanjang semester I sebesar Rp 252 miliar, turun 74,4% dibandingkan penjualan semester I-2019. Laba DMAS pun turun sebesar 87,4% menjadi Rp 78 miliar.
Total utang DMAS meningkat 25,8% menjadi Rp 1,5 triliun. Utang DMAS dibandingkan ekuitas sebesar 0,22 dan utang dibandingkan aset sebesar 0,28. Angka tersebut bisa dikatakan baik karena total utang dibanding ekuitas dan aset masih berada di bawah 1.
Faktor lain yang perlu di pertimbangkan ke depannya adalah, SSIA memiliki potensi untuk menarik investor karena wilayah proyeknya di Subang memiliki upah minimum regional (UMR) yang jauh lebih kecil dibanding BEST dan DMAS yang berada di Bekasi dan Cikarang.
UMR Kabupaten Subang pada tahun ini sebesar Rp 2.965.468. Sedangkan UMK Bekasi dan Cikarang sebesar Rp 4.498.961 dan Rp 4.589.708.
SSIA juga memiliki valuasi sebesar PBV 0,47, lebih murah dibanding DMAS.
Selain itu, jika ditinjau dari lokasi proyek, SSIA memiliki tempat yang strategis. Lokasinya sangat didukung dengan infrastruktur yang dibangun dekat lokasi proyek SSIA. Dimana terdapat tol trans jawa, pelabuhan Patimban yang menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia, Bandara Kertajati, juga ada lintas kereta.
KIJA
PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) menderita rugi bersih sebesar Rp 84,24 miliar pada semester I-2020. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, mereka meraih laba bersih Rp 52,21 miliar.
Pihak KIJA mengaku terkena efek pergerakan selisih kurs di semester I-2020. Pada semester pertama tahun lalu, emiten ini bahkan memperoleh laba selisih kurs sebesar Rp 90 miliar.
Angka PBV saham KIJA adalah 0.81, masih dibawah 1 dengan demikian harga sahamnya cenderung lebih murah.
Selasti Panjaitan/Vibiznews
Editor : Asido Situmorang