Hasil Asesmen KSSK Tw III – 2020: Stabilitas Sistem Keuangan yang Terjaga Menopang Proses Pemulihan Ekonomi

973
Sumber: Kemenkeu, 27-10-2020

(Vibiznews – Economy, Banking, Bonds) – Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyimpulkan bahwa stabilitas sistem keuangan triwulan III – 2020 tetap terjaga sehingga menopang pemulihan ekonomi yang berangsur membaik. Indikator SSK tetap berada pada kondisi normal di tengah masih tingginya ketidakpastian sebagai dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Menghadapi ketidakpastian tersebut, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus memperkuat sinergi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan menjaga SSK. Demikian kesimpulan rapat berkala KSSK pada Jumat, 23 Oktober 2020 yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui konferensi video, sebagaimana yang dilansir dari Departemen Komunikasi Bank Indonesia kepada media, Selasa (27/10).

Selengkapnya hasil asesmen dalam rapat KSSK adalah berikut ini.

Stabilitas sistem keuangan (SSK) triwulan III 2020 tetap terjaga sehingga menopang pemulihan ekonomi yang berangsur membaik. Indikator SSK tetap berada pada kondisi normal di tengah masih tingginya ketidakpastian sebagai dampak dari pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Menghadapi ketidakpastian tersebut, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan terus memperkuat sinergi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan menjaga SSK. Komitmen tersebut ditegaskan oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Rapat Berkala KSSK IV tahun 2020 pada Jumat (23/10) melalui konferensi video.

Aktivitas perekonomian global di triwulan III 2020 menunjukkan pemulihan pasca mengalami tekanan yang dalam pada triwulan II 2020 akibat pembatasan sosial di berbagai negara semenjak diumumkannya pandemi Covid-19 oleh World Health Organization (WHO). Perkembangan ini sejalan dengan revisi International Monetary Fund (IMF) terhadap proyeksi pertumbuhan PDB global tahun 2020 menjadi -4,4 persen (yoy), dari proyeksi Juni 2020 sebesar -5,2 persen (yoy). Revisi tersebut terutama ditopang pemulihan aktivitas ekonomi triwulan III 2020 di negara maju dan Tiongkok yang lebih baik dari perkiraan serta mobilitas global yang kembali meningkat pasca pelonggaran pembatasan sosial.

Perekonomian domestik juga secara berangsur-angsur membaik, terutama setelah mengalami tekanan pada triwulan II 2020 sebesar -5,32 persen, didorong oleh percepatan realisasi stimulus fiskal dan perbaikan ekspor. Belanja Pemerintah pada triwulan III 2020 meningkat untuk bantuan sosial dan dukungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam kerangka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Langkah tersebut mengurangi kontraksi pada konsumsi rumah tangga yang menunjukkan adanya perbaikan. Selain itu, kinerja ekspor menunjukan perbaikan, terutama pada komoditas seperti besi dan baja, pulp dan waste paper, serta tekstil dan produk tekstil (TPT), ditopang berlanjutnya peningkatan permintaan global terutama dari Amerika Serikat dan Tiongkok. Meskipun investasi masih dalam tekanan, beberapa sektor menunjukan perbaikan, seperti sektor bangunan, seiring berlanjutnya berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN).

Pemulihan ekonomi didukung stabilitas makroekonomi yang tetap baik. Inflasi berada pada level yang rendah sebesar 1,42 persen (yoy) pada September 2020 sejalan permintaan yang belum kuat di tengah pasokan yang memadai. Ketahanan sektor eksternal terjaga tercermin pada defisit transaksi berjalan keseluruhan tahun 2020 yang diperkirakan tetap rendah ditopang surplus neraca perdagangan triwulan III 2020 sebesar USD8,03 miliar. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir September 2020 tetap tinggi sebesar USD135,2 miliar, meningkat dari USD131,7 miliar pada Juni 2020, setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Nilai tukar Rupiah relatif terkendali didukung langkah langkah stabilisasi BI. Pada triwulan III 2020, nilai tukar Rupiah secara point to point mengalami depresiasi 4,20 persen sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan baik karena faktor global maupun domestik.

KSSK terus mendukung proses pemulihan ekonomi yang telah berjalan dengan memobilisasi seluruh instrumen kebijakan dan regulasi. Koordinasi kebijakan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan kredit, baik dari sisi penawaran maupun permintaan, dengan terus menjaga SSK. Dari sisi fiskal, pelaksanaan anggaran hingga akhir tahun akan terus dimaksimalkan. Kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif akan terus ditempuh. Program kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dan lembaga pembiayaan akan terus didukung.

Dari sisi pengelolaan fiskal, APBN telah melaksanakan fungsi countercyclical yang efektif pada triwulan III 2020, ditunjukkan dengan defisit APBN hingga akhir triwulan III 2020 yang mencapai Rp682,1 triliun atau 4,16 persen terhadap PDB. Realisasi Pendapatan Negara adalah sebesar Rp1.159,0 triliun atau 68,2 persen dari target dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020, atau tumbuh negatif 13,7 persen (yoy), seiring kontraksi pada penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sesuai dengan perlambatan aktivitas ekonomi dan peningkatan pemanfaatan stimulus perpajakan. Realisasi Belanja Pemerintah mengalami akselerasi pada triwulan III 2020 dengan pertumbuhan 15,5 persen (yoy), mencapai Rp1.841,1 triliun atau 67,2 persen dari anggaran. Belanja meningkat tajam pada program PEN serta percepatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Ke depan, Pemerintah akan terus mendorong pelaksanaan APBN sampai dengan akhir tahun anggaran 2020 dan mulai mempersiapkan pelaksanaan APBN 2021 untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi.

Dari sisi moneter, BI melanjutkan kebijakan moneter dan makroprudensial yang longgar. Selama triwulan III 2020, suku bunga kebijakan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) telah diturunkan sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen. BI juga memperkuat bauran kebijakan dengan (i) melanjutkan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan fundamental dan mekanisme pasar; (ii) melanjutkan injeksi likuiditas (Quantitative Easing) ke pasar keuangan dan perbankan; (iii) melanjutkan komitmen pendanaan APBN melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar perdana dalam mendukung program PEN; (iv) memperpanjang periode ketentuan insentif pelonggaran giro wajib minimum (GWM) Rupiah sebesar 50 bps bagi bank yang menyalurkan kredit UMKM dan ekspor impor serta kredit non-UMKM sektor-sektor prioritas dalam PEN sampai dengan 30 Juni 2021; (v) memberikan jasa giro kepada bank yang memenuhi kewajiban GWM dalam Rupiah; dan (vi) melanjutkan perluasan akseptasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk percepatan pemulihan ekonomi dan keuangan digital khususnya UMKM sebagai bagian dari upaya pemulihan ekonomi.

Ketahanan sektor jasa keuangan masih dalam kondisi yang baik dan terkendali ditunjukkan oleh permodalan dan likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga. Rasio permodalan bank, Capital Adequacy Ratio (CAR), terjaga di level yang cukup tinggi pada Agustus 2020, yaitu 23,39 persen dibandingkan triwulan II 2020 yang berada di level 22,50 persen serta Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330,5 persen. Kecukupan likuiditas perbankan juga terjaga dengan ditunjukkan oleh indikator Alat Likuid per NonCore Deposit (AL/NCD) hingga 14 Oktober 2020 menguat menjadi 153,60 persen sementara triwulan II 2020 tercatat sebesar 122,59 persen dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di level 32,88 persen dibandingkan 26,24 persen pada triwulan II 2020, jauh berada di atas threshold minimum.

Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Agustus 2020 tumbuh sebesar 11,64 persen (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan II 2020 yang sebesar 7,95 persen, didominasi oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai 15,26 persen (yoy). Sementara itu, kredit perbankan tumbuh sebesar 1,04 persen (yoy) pada Agustus 2020 setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April hingga Juni 2020. Penghimpunan total premi untuk industri asuransi tercatat sebesar Rp326,7 triliun sampai dengan Agustus 2020, lebih tinggi dibandingkan triwulan II 2020 yang mencapai Rp243,2 triliun. Di pasar modal, penghimpunan dana hingga 20 Oktober 2020 mencapai Rp92,2 triliun dengan 45 emiten baru, dan terdapat 50 emiten yang akan melakukan penawaran umum mencapai Rp21,2 triliun.

Profil risiko lembaga jasa keuangan sedikit mengalami peningkatan pada Agustus 2020 tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) gross sebesar 3,22 persen sementara pada triwulan II 2020 sebesar 3,11 persen. Non-perfoming financing (NPF) perusahaan pembiayaan pada Agustus 2020 berada pada level 5,23 persen, sedikit meningkat dari posisi pada triwulan II 2020 yang berada di level 5,17 persen.

OJK tetap fokus memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi potensi risiko terhadap SSK dan terus memitigasi dengan kebijakan countercyclical untuk membantu percepatan pemulihan sektor riil dan perekonomian secara keseluruhan. Program restrukturisasi kredit di sektor perbankan per 28 September 2020 mencapai Rp904,3 triliun untuk 7,5 juta debitur dan di perusahaan pembiayaan per 29 September 2020 mencapai Rp170,17 triliun untuk 4,6 juta kontrak.

Dalam rangka mendorong pemulihan kredit, Pemerintah melakukan penempatan dana Pemerintah di perbankan, di mana Bank Himbara menerima penempatan dana sebesar Rp47,5 triliun yang mendorong kredit sebesar Rp166,39 triliun. Sementara, Bank Pembangunan Daerah telah menerima penempatan dana sebesar Rp14 triliun yang mendorong penyaluran kredit sebesar Rp17,39 triliun dan Bank Syariah mendapatkan penempatan dana sebesar Rp3 triliun yang disalurkan dalam bentuk kredit sebesar Rp1,7 triliun. OJK akan terus mendorong penyaluran kredit dari penempatan dana Pemerintah.

Sejalan dengan tren penurunan suku bunga simpanan dan kondisi likuiditas perbankan yang relatif terjaga, LPS pada September 2020 telah menurunkan tingkat bunga penjaminan. Tingkat bunga penjaminan yang berlaku untuk simpanan Rupiah pada Bank Umum dan BPR masing-masing turun 25 bps menjadi 5,00 persen dan 7,50 persen. Sementara itu, tingkat bunga penjaminan untuk valuta asing pada Bank Umum juga turun 25 bps menjadi 1,25 persen. LPS akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan tingkat bunga penjaminan sesuai dengan kondisi likuiditas perbankan, hasil asesmen atas kondisi makroekonomi, dan SSK.

Per September 2020, jumlah rekening simpanan yang dijamin LPS adalah sebesar 99,91 persen dari total rekening atau setara dengan 335.311.847 rekening. Sementara itu, secara nominal jumlah simpanan yang dijamin sesuai dengan ketentuan program penjaminan (maksimum Rp2 miliar per nasabah per bank) mencapai Rp3.418,95 triliun.

Sejalan dengan masih adanya ketidakpastian akibat penyebaran Covid-19, KSSK akan terus memperkuat sinergi kebijakan dan siap mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan untuk menjaga SSK dan mendorong pemulihan ekonomi, dengan mencermati dinamika perekonomian dan pasar keuangan global dan domestik.

KSSK akan kembali menyelenggarakan rapat berkala pada bulan Januari 2021.

 

Alfred Pakasi/VBN/MP Vibiz Consulting

Editor: Asido

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here