(Vibiznews – Economy) – Terkait peluang besar untuk Indonesia lolos dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap, pada bagian 1 telah diuraikan antara lain tentang: Faktor Penyebab; Strategi Pemerintah Mengatasinya; Tantangan Pandemi.
Mendorong Akselerasi
Telah disebutkan di atas bahwa untuk menembus MIT (middle income trap) diperlukan momentum pertumbuhan ekonomi yang terus konsisten tinggi. Ini tantangan besar ketika seluruh dunia menghadapi pandemi yang memicu munculnya resesi dunia. Team penulis melihat bahwa sejalan dengan strategi komprehensif pemulihan ekonomi yang dijalankan pemerintah, perlu didorong adanya akselerasi agar pemulihan ekonomi berjalan lebih cepat, bahkan kemudian dapat melaju lagi untuk momentum periode pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
Potensi dua sumber daya besar yang sudah dimiliki bangsa kita harus dipacu lebih optimum lagi, yakni sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Sejumlah rekomendasi yang relevan dan kiranya dapat mendorong akselerasi pemulihan dan pertumbuhan ekonomi kita, disampaikan team penulis selanjutnya ini.
Dari sisi komoditas SDA, Indonesia sudah dikenal sebagai penghasil nomor satu atau terbesar di dunia untuk sejumlah komoditas: kelapa sawit, kelapa, cabai, kayu manis, cengkeh, dan vanili. Serta termasuk tiga besar dunia untuk komoditas: karet, kopi, papaya, avokad, pala, dan kakao. Dari sisi produk laut, Indonesia merupakan penghasil rumput laut terbesar di dunia dan penghasil ikan terbanyak yang ketiga di dunia.
Belum lagi dari sisi pertambangan mineral. Indonesia adalah produsen timah dan nikel terbesar di dunia. Sedangkan produksi tembaga kita adalah yang kedua terbesar dunia. Indonesia praktis adalah salah satu penghasil komoditas terbesar di dunia.
Penulis berpandangan perlu terus dikembangkan inovasi pada produk-produk SDA kita sehingga semakin bernilai tambah, dan karenanya dapat memberikan kontribusi lebih besar dalam PDB kita dan pertumbuhannya. Misalnya, inovasi industri terkini dalam sektor agrikultur dapat dikembangkan di Indonesia. Belakangan inovasi ini disebut sebagai Revolusi Industri 4.0 pada bidang pertanian dengan metode “Smart Farming Precision Agriculture” yang terbagi atas: smart farming dan precision agriculture.
Di lapangan, pada prakteknya, metode ini menggabungkan antara platform berbasis IoT (Internet of Things) dengan alat dan mesin pertanian yang terkoneksi. Dengan informasi cuaca yang akurat, dan aplikasi penggunaan input berupa pestisida dan pupuk yang sesuai kebutuhan berdasarkan informasi olahan data akan dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan. Secara keseluruhannya ini meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian dan perkebunan kita di tingkat global.
Sedangkan untuk produk tambang, khususnya di sini mineral dan batu bara (minerba), perlu diupayakan peningkatan nilai tambah (value added) dengan memproses lebih lanjut produk-produk industri pertambangan untuk menghasilkan produk antara atau diversifikasi produk-produk yang sudah ada, sehingga ujungnya meningkatkan pendapatan devisa bagi negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
UU No.3. Tahun 2020 yang diundangkan pada Juni 2020 telah menetapkan agar semua perusahaan tambang domestik wajib membangun pabrik smelter dalam negeri. Ini patut didukung tindak lanjutnya mengingat pembangunan pabrik smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) dapat memberikan multiplier effect bagi pembangunan nasional. Ini kemajuan signifikan dari proses pertambangan sebelumnya yang serba ekstraktif; menjual bahan tambang dengan murah dan telah memicu eksploitasi berlebihan.
Terkait pabrik smelter ini memang membutuhkan nilai investasi yang besar sehingga banyak perusahaan domestik memerlukan kerja sama dengan investor-investor asing. Ini bukan tahap yang mudah. Tetapi sejauh pengamatan selama ini, nampaknya korporasi kita perlu lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan investor dari China. Belum lama ini, misalnya, dikabarkan ada investor China untuk pabrik stainless steel hasil dari smelter nikel yang angkat kaki dari Morowali karena akan membangun pabrik sendiri di daratan China.
Selanjutnya tentang SDM. Sejumlah lembaga internasional memprediksi 5 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2050 urutannya adalah: China, India, US, Indonesia, dan Brazil. Terlihat bahwa kelimanya memiliki populasi penduduk (SDM) yang besar, dan secara bersamaan memiliki SDA berlimpah. Size is matter. Demikian rupanya di masa depan. Indonesia juga memiliki potensi besar dengan SDM yang berlimpah plus bonus demografinya. Bahkan sampai 2045 diprakirakan penduduknya akan didominasi kelompok muda yang produktif dan 73%-nya tinggal di perkotaan sebagai kelas menengah.
Potensi dari populasi yang besar ini pertama adalah sebagai pendorong domestic demand yang besar. Ekonomi Indonesia sampai saat ini ditopang sebagian besar (hampir 60%) oleh sektor konsumsi. Ini juga yang membuat kejatuhan pertumbuhannya tidak sedalam banyak negara tetangga lainnya dan diperkirakan memiliki peluang pemulihan ekonomi yang lebih cepat.
Memanfaatkan populasi yang besar, gerakan seperti “Bangga Buatan Indonesia” perlu terus secara konsisten digaungkan dan diperkuat. Gerakan yang juga mendorong perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia untuk meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam memproduksi produk ini patut didukung. Ekonomi dalam negeri yang berputar di antara masyarakat Indonesia sendiri sudah merupakan kekuatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memicu pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi selanjutnya.
Team penulis berpandangan bahwa gerakan ini dapat mendorong percepatan inovasi UMKM digital dan e-commerce. Indonesia sangat potensial sebagai pasar digital yang bertumbuh. Untuk tahun 2020 ini disebutkan pertumbuhan nilai e-commerce di Indonesia mencapai 78%, ini tertinggi di dunia. Hal tersebut berpotensi untuk menumbuhkan pelaku industri UMKM di dalam negeri kita.
Selanjutnya, produktivitas dan kreativitas dari populasi kita harus digenjot lagi. Dari sisi rasio wirausahawan, misalnya, saat ini baru sekitar 3,1% dari jumlah penduduk. Sementara itu, di Malaysia, Thailand dan Singapura rasionya masing-masing sekitar 6%, 5% dan 7% dari populasi penduduknya. Ini yang perlu ditingkatkan. Dalam hal ini, adanya UU Cipta Kerja diharapkan bisa menjadi satu pemicu pentingnya.
Pengembangan kreatifitas SDM kita tentunya akan dapat memicu pengembangan ekonomi kreatif di negeri kita. Sebagaimana diketahui, ekonomi kreatif sangat berprospek menjadi tulang punggung perekonomian nasional di masa depan. Sejumlah tantangan memang masih menghadang di depan, termasuk kualitas SDM kita, terbatasnya pendanaan dan investor yang bersedia terlibat di dalamnya, juga kurang terbukanya pasar.
Namun demikian, kondisi pandemi ini justru memberikan peluang lebih besar bagi pengembangan ekonomi kreatif berbasiskan digital, ketika less contact economy memegang porsi peranan yang semakin besar di tengah mobilitas dan konsumsi masyarakat. Indonesia dengan populasi besarnya dan aset bonus demografinya punya prospek sangat kuat untuk mengembangkan inovasi pada ekonomi kreatif yang bernilai tambah tinggi, dan pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk lepas dari perangkap MIT.
Menuju Indonesia Emas
Satu visi Presiden Joko Widodo adalah Visi Indonesia Emas 2045, dimana saat itu Indonesia akan tergolong sebagai negara maju dan masuk ke dalam lima negara terbesar PDB di dunia.
(Lihat: https://www.vibizmedia.com/2019/11/18/menuju-indonesia-emas-2045-ini-tahapannya/)
Segenap elemen pemerintah, misalnya Kementerian PPN/Bappenas, disebutkan telah menyiapkan rencana strategi untuk mendukung Indonesia 2045 menjadi negara yang memiliki ekonomi kuat. Sejumlah sektor seperti sektor ketahanan pangan, air, energi, lingkungan, sektor pembangunan, serta sektor ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan sudah memiliki alur program yang bisa mendukung tercapainya program Indonesia 2045.
Mengejar visi emas tersebut pastinya tidak mudah. Segenap elemen masyarakat, pemerintah, dan dunia industri harus terlibat aktif untuk satu tujuan. Apalagi sekarang, semakin besar tantangannya dengan pandemi yang melanda dunia yang diikuti ancaman risiko resesi ekonomi global.
Diperlukan upaya-upaya yang “out of the box” dan berbasis visioner untuk mengejar visi besar tersebut untuk menembus badai pandemi. Adalah Presiden Jokowi, kembali, yang menyatakan semangat optimismenya dalam pidato kenegaraan Sidang Tahunan MPR 2020, Agustus lalu: “Ketika krisis kesehatan berdampak kepada perekonomian nasional, kita juga harus cepat bergerak.”
Dalam pidato tersebut Presiden juga menyatakan, “Bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan kemajuan: reformasi di segala sektor dan pembenahan diri secara fundamental, reformasi fundamental. Itulah strategi kita di masa krisis ini, meraih kemajuan di segala bidang, dan mencegah resesi di bidang perekonomian, lalu mempercepat pertumbuhan ekonomi pada 2021 dengan perkiraan 4,5 – 5,5 persen.”
(Lihat: https://www.vibizmedia.com/2020/09/08/menanti-titik-balik-perekonomian-indonesia-suatu-optimisme/)
Indikasi pemulihan ekonomi Indonesia belakangan ini sudah semakin terlihat. Di antaranya dengan berkurangnya kontraksi pertumbuhan pada triwulan III-2020 menjadi – 3,49% (yoy) dari -5,32% (yoy) triwulan sebelumnya. Semakin terlihat dampak dari peningkatan realisasi stimulus Pemerintah serta berlanjutnya stimulus moneter Bank Indonesia. Kinerja ekspor juga membaik didorong oleh naiknya permintaan global. Sejumlah indikator pun menunjukkan perbaikan, seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran nonmakanan dan online, PMI Manufaktur, serta pendapatan masyarakat. Bank Indonesia memprakirakan secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mulai positif pada triwulan IV-2020 dan akan mencapai 4,8-5,8% pada tahun 2021.
Bila BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2020 akan membaik dan mulai positif, Menteri Keuangan menilai pertumbuhan akhir 2020 akan lanjut dalam pemulihan, dengan tumbuh -0,6% hingga -1,7%. Sementara berbagai instansi lain memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh -1% sampai -1,5%. Dengan optimisme pada kekuatan ekonomi domestik, kita akan melihat segera jalur pemulihan ekonomi nasional kita.
Bagaimanapun, jalan pemulihan sudah semakin terlihat. Ini membuka langkah bagi ekonomi kita: dari krisis global menjadi momentum lompatan menuju “Indonesia Emas”. Mari kita upayakan bersama dengan semangat dan optimisme yang kuat.
Bernhard Sumbayak, Founder and Advisor Vibiz Consulting
Alfred Pakasi, Managing Partner Vibiz Consulting