Ditengah Kontroversi Kebijakan BEI Untuk Hapus Tampilan Kode Broker, Hasan Zein Angkat Bicara

922

(Vibiznews – IDX Stocks) – Bursa Efek Indonesia (BEI) membuat kebijakan baru yaitu tidak menampilkan kode broker dalam running trade di sistem perdagangan saham. Menurut rencana kebijakan ini akan mulai berlaku 26 Juli 2021 nanti.

Setelah aturan ini berlaku, investor tidak dapat melihat Anggota Bursa (AB) mana yang akan mentransaksikan saham tertentu, kode broker ini baru akan bisa terlihat pada akhir perdagangan.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan pertimbangannya dilakukan kebijakan ini terutama untuk mengurangi adanya kebiasaan menggiring (herding behaviour) pasar ke saham-saham tertentu. Lainnya adalah untuk meningkatkan tata kelola pasar dan meningkatkan market governance dengan mengurangi herding behavior.

Pertimbangan lainnya adalah dari segi teknis. Laksono menyebut dengan ditutupnya kode broker ini akan dapat mengurangi kebutuhan bandwidth data.

Sebab tingginya kebutuhan bandwidth ini menyebabkan keterlambatan aktivitas trading mengingat tingginya frekuensi perdagangan akhir-akhir ini.

Laksono menegaskan, penutupan kode broker ini merupakan best practise yang juga dilakukan di bursa saham lain. Hal ini juga dinilai tidak membuat bursa menjadi tertutup, sebab data ini masih bisa diakses di akhir hari perdagangan.

“Ini tidak membuat bursa semakin tertutup karena memang begitu prakteknya di bursa-bursa lain di dunia,” tandasnya.

Penutupan kode broker ini nantinya juga akan dilanjutkan dengan adanya penutupan tipe investor, yakni investor lokal dan investor asing. Kebijakan ini akan mulai efektif enam bulan setelah penutupan kode broker dilakukan.

Kebijakan baru ini menimbulkan banyak kontrovesi, karena dianggap akan sangat merugikan investor ritel dimana data kode broker alias broker summary yang menjadi salah satu alat analisis yang sering digunakan oleh peritel berpotensi tak lagi dapat digunakan secara efektif.

Salah satu analisis yang paling getol menggunakan broker summary adalah analisis bandarmologi dimana analisis ini memprediksikan aktivitas pembelian (akumulasi) dan penjualan (distribusi) para pemain-pemain besar di bursa atau biasa dikenal dengan sebutan bandar.

Investor ritel ini nantinya akan mengikuti aktivitas bandar tersebut, apabila sang bandar mengakumulasi saham, maka para pengguna analisis bandarmologi akan melakukan pembelian dan apabila sang bandar sedang mengakumulasi dan apabila sang bandar sedang mendistribusikan barangnya, maka para peritel ini juga akan turut menjual barangnya.

Dengan hilangnya broker summary maka para bandar tersebut kemungkinan akan semakin leluasa dalam melakukan pergerakanya baik akumulasi maupun distribusi tanpa adanya gangguan berarti karena pergerakan bandar akan semakin sulit terdeteksi oleh para investor ritel.

Secara objektif memang benar bahwa bursa-bursa lain di luar negeri jarang ada yang menampilkan broker summary dalam running trade akan tetapi perlu diingat, di bursa luar terutama bursa Amerika Serikat, perlindungan terhadap investor ritel sangatlah ketat.

Dimana apabila ada aksi goreng-menggoreng saham baik aksi cornering maupun pump and dump ataupun kejahatan pasar modal lain dengan intensi atau tujuan tidak baik maka bisa dipastikan sang bandar akan segera diperiksa oleh SEC (Securities and Exchange Comission) alias OJK-nya AS.

Catat saja kasus cornering serta pump and dump saham IPO Stratton Oakmont yang dikisahkan ulang di film Wolf of Wallstreet, kasus Enron dimana eksekutif perusahaan memalsukan laporan keuangan untuk menjual sahamnya di harga atas, Kasus Park Financial Group, dan Kasus Langbar International semuanya terciduk oleh SEC dan diharuskan meringkuk di penjara dan atau membayar denda dengan nominal yang tidak main-main.

Bahkan tidak hanya investor institusi, investor ritel yang melakukan aksi pump and dump pada era dot com bubble yakni Jonathan Lebed, juga turut terciduk oleh SEC. Singkat cerita, regulator Wall Street benar-benar menjadi wasit yang adil di pasar modal.

Hal ini tentu berbeda dengan bursa dalam negeri dimana regulator sepertinya acuh tak acuh menangani kejahatan pasar modal yang terindikasi banyak terjadi di pasar modal lokal. Tengok saja saham-saham yang baru saja melantai alias IPO di BEI banyak yang terbang melesat secara tidak wajar.

Kenaikan saham-saham yang baru melantai memang sering terjadi bagi saham-saham yang melantai di BEI sebab saham-saham yang beredar di pasar tidak menyebar rata ke para investor dan hanya dikuasai oleh segelintir individu atau kelompok saja sehingga harganya mudah digerakkan naik (cornering) alias aksi goreng saham.

Regulator sendiri biasanya hanya menetapkan saham tersebut masuk kedalam UMA (Unusual Market Activity) yakni peringatan bahwa adanya akitivitas pergerakan saham yang tidak wajar atau melakukan suspensi terhadap saham tersebut, tanpa melakukan tindakan lebih lanjut.

Maka dari itu banyak investor ritel yang menganggap broker summary adalah salah satu senjata dan perisai untuk melawan aksi goreng menggoreng saham yang diindikasikan marak terjadi di bursa lokal.

Memang pada akhir hari nantinya investor masih bisa menganalisa broker summary akan tetapi tentu saja hal ini sudah too little too late, karena tentunya strategi para bandar di hari esok belum tentu sama dengan hari ini.

Jadi apakah tega BEI mengambil senjata terakhir ritel untuk bertahan di tengah gempuran bandar?

Mantan Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta periode 1991-1996, Hasan Zein Mahmud BEI merasa keberatan dengan rencana PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyembunyikan kode broker sebagai bagian informasi dalam running price saat jam perdagangan berlangsung.

Hasan mengungkapkan ada beberapa alasan dirinya keberatan terhadap rencana BEI tersebut. Transaksi broker menurutnya menurunkan kualitas transparansi dan level playing field.

Bagi para traders, info transaksi para broker menjadi relevan dan merupakan informasi yang sensitif. Dia pun menyoroti aksi pom-pom saham yang kerap menggiring investor untuk masuk ke saham tersebut. Hal itu bisa dikurangi bila para buzzers, pom-pom, influencers, ditampilkan di depan publik, serta dibuat aturan tata cara dan kode etik.

“Jadi influencers bisa diatur dan diminta register. Salah kaprah paling parah di pasar modal Indonesia adalah menyamakan bandar dan market makers. Market makers itu profesi jelas dan terang benderang. Bandar itu makhluk halus. Market makers itu registered, punya aturan, diawasi, punya kode etik. Bandar adalah pencari lubang, pembuat lubang,” paparnya dalam keterangannya, Kamis (25/2/2021).

Hasan mencontohkan Bursa Amerika Serikat NASDAQ bertransaksi lewat market makers. Obligasi pemerintah juga diperdagangkan lewat market makers. Semua primary dealers di pasar perdana wajib menjadi market makers di pasar sekunder. Dengan demikian, harga surat utang pemerintah federal tersebut menjadi sangat likuid, harganya transparan dan transaksinya fair.

Di NYSE ada market maker yang disebut specialist. Specialists itu menyediakan likuiditas, bertindak sebagai traders of the last resort dan menjaga kewajaran harga.

“Jangan sekedar mengobati gejala penyakit. Obati sumber penyakit. Tantang para bandar itu menjadi spesialis di bursa. Beri fasilitas. Itu kalau mereka berani! Di negara yang well-regulated, bandar judi aja diatur, dan dibuat transparan,” tegasnya.

Menurutnya, mayoritas investor ritel saat ini adalah trader, yang sering mengambil keputusan hanya berdasar info di running price. Menghapus info tersebut ekuivalen dengan menutup mata pemain ritel saat masuk ke lapangan pertandingan. “Pada saat yang sama menyembunyikan dan melindungi para bandar,” imbuhnya.

Hasan menuturkan Pasar Modal Indonesia butuh partisipasi masyarakat luas dalam mengembangkan dan memperdalam aktivitas bursa, tapi abai terhadap edukasi. Ada tiga tugas utama sebuah perusahaan broker, yakni edukasi, membuat pasar, dan first line filter of transaction. “Tugas yang pertama itu sungguh mereka abaikan. Mengumpulkan calon nasabah, dicelotehi setengah sampai satu jam, dijamu makan siang, lalu disodori pembukaan rekening, bukan edukasi,” ujarnya. Di akhir tulisannya, Hasan pun berharap Pasar Modal Indonesia dan Bursa Efek Indonesia ke depannya semakin maju.

Sebelumya, berdasarkan dokumen sosialisasi pengembangan sistem dan infrastruktur teknologi informasi tahun 2021, setidaknya ada tujuh pengembangan sistem perdagangan yang akan diterapkan bursa. Salah satunya, BEI berencana mengubah tampilan post trade antara lain menutup kode broker dan tipe investor pada tampilan post trade.

Selasti Panjaitan/Vibiznews
Editor : Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here