Strategi BRI Hadapi Status Kredit BUMN, Garuda dan WSKT

419

(Vibiznews – IDX Stocks) – Pandemi yang berlarut telah menekan likuiditas korporasi seperti PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Akibatnya, kedua perusahaan pelat merah ini kesulitan membayar kredit dari perbankan termasuk dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Direktur Utama BRI Sunarso buka-bukaan terkait status kredit kedua BUMN itu. Sunarso menyatakan kredit ke segmen korporasi BRI semakin mengecil lantaran bank fokus menyasar segmen ke sektor UMKM yang memberi kontribusi sekitar 80% terhadap portofolio kredit BRI.

“Kondisi kualitas di korporasi, memang NPL (non performing loan)-nya paling tinggi, ini harus kita katakan. Makanya kita tidak nafsu salurkan di korporasi. Di mana saja NPL-nya? Swasta dan BUMN tinggi,” ujar Sunarso kepada media secara virtual pada Rabu (30/6).
Ia menyatakan untuk BUMN yang memenuhi hajat orang banyak, maka BRI tetap mempertahankan dan memberi dukungan. Namun BRI membentuk pencadangan yang lebih optimal.

Seharusnya kredit berstatus kolektibilitas 2 harusnya bentuk pencadangan 5% namun BRI bentuk pencadangan hingga 100% sehingga tidak ganggu industri bila terjadi gagal bayar.
“Seperti Garuda, itu kan belum jelas keputusannya mau diapakan. Tapi untuk Garuda, perusahaan sudah melakukan pencadangan hingga 60%. Waskita sudah kita cadangkan dengan cukup. Begitupun dengan korporasi yang lain termasuk swasta sudah kita cadangkan. Karena ini lah laba turun, karena pencadangan naik, sehingga bila gagal masyarakat tidak perlu panik,” tambah Sunarso,

Terkait kredit BRI di Waskita, Sunarso melihat bahwa masalah likuiditas di perusahaan ini terjadi karena pandemi. Lanjutnya, sebenarnya Waskita selain menjadi kontraktor juga sekaligus menjadi pemilik proyek sehingga terbilang lebih aman, karena dapat menjual asset yang dimiliki bila diperlukan untuk membayar hutang.

Hingga saat ini, kredit mikro yang tercatat di BRI sekitar Rp 400 triliun, kredit konsumer sudah Rp 200 triliun. Kredit kecil sekitar Rp 200 triliun dan kredit menengah Rp 20 triliun.
Sisanya adalah kredit korporasi yang tidak sampai Rp 200 triliun yang terbagi antara korporasi swasta dan BUMN.

Selasti Panjaitan/Vibiznews
Editor : Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here