Kepercayaan Investor Asing atas SBN Terus Meningkat, Capital Inflow Mengalir

583

(Vibiznews – Bonds) – Di tengah pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang mengalami fase pemulihan. Berdasarkan data dari Bank Indonesia, hingga triwulan II 2021, perbaikan ekonomi terus berlanjut, terutama didorong oleh peningkatan kinerja ekspor, belanja fiskal dan investasi non bangunan. Perkembangan sejumlah indikator dini pada Juni 2021, seperti penjualan eceran dan PMI, mengindikasikan pemulihan ekonomi domestik yang masih berlangsung.

BI juga menyatakan defisit transaksi berjalan triwulan II 2021 diprakirakan tetap rendah, didukung oleh surplus neraca perdagangan sebesar 6,30 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan dengan surplus triwulan sebelumnya sebesar 5,56 miliar dollar AS. Sementara itu, neraca modal diperkirakan mengalami surplus didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing dan investasi portofolio. Investasi portofolio pada triwulan II 2021 mencatat net inflow sebesar 4,28 miliar dollar AS.

Chart Capital Inflow Indonesia: Triwulan III 2018 – Triwulan I 2021

Dari chart Capital flow Indonesia di atas ini menunjukkan pada triwulan I 2021 tercatat net capital inflow sebesar 5,562 miliar dollar AS, sedangkan pada awal pandemi Covid-19 tahun 2020 terjadi capital outflow sebesar 2,931 miliar dollar AS.

Menurut data Bank Indonesia tersebut di atas terlihat bahwa investasi portfolio mengalami pergerakan positif dan mendatangkan capital inflow di tengah pemulihan ekonomi dewasa ini, khususnya jika kita melihat kepada permintaan pasar Surat Berharga Negara (SBN). Khususnya lagi pada tiga minggu terakhir, data BI menunjukkan bahwa net cash inflow dari investor asing mengalir cukup besar atas SBN, mencapai total Rp 8,17 triliun rupiah, dengan nilai pembelian SBN Netto terbesar di minggu kedua bulan Juli yang mencapai Rp5,73 triliun.

Melihat pergerakan di pasar SBN ini, kita dapat mencermati mengapa investor asing terus tertarik untuk menanamkan dananya di Surat Berharga Negara?

Pertama, dinamika ini menunjukkan adanya kepercayaan investor asing atas prospek ekonomi dan Pemerintah Indonesia, antara lain dengan keberhasilan pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19 yang terlihat dari:
a. Respon cepat pemerintah atasi terjadinya lonjakan kasus Covid-19 dengan menambah anggaran program penanganan kesehatan menjadi Rp214,95 triliun yang digunakan untuk klaim perawatan pasien, insentif nakes, penyediaan obat Covid, pembangunan rumah sakit darurat, percepatan vaksinasi, penambahan suplai oksigen, insentif perpajakan di bidang kesehatan, dan penebalan PPKM mikro di daerah.
b. Di bidang sosial, pemerintah mempercepat penyaluran perlindungan sosial (perlinsos) di daerah melalui penetapan PMK 94/PMK.07/2021 yang bertujuan untuk optimalisasi dukungan pendanaan melalui belanja TKDD, optimalisasi penggunaan dan penyaluran DAU, DAK, Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa.

Kedua, spread yield SBN tenor 10 tahun jika dibandingkan dengan yield UST tenor 10 tahun yang cukup besar selama 3 minggu berturut-turut, di mana yield SBN tenor 10 tahun bergerak dari 6.51% – 6,27%, sementara yield UST tenor 10 tahun bergerak dari 1,293% – 1,278%.

Indikasi naiknya permintaan investor atas obligasi/ SBN terlihat juga dari minat investor dan likuiditas di pasar obligasi yang semakin tinggi. Hal tersebut terlihat pada Indonesia Composite Bond Index (ICBI) yang kembali menorehkan rekor tertinggi di level 322,48 pada Senin (26/7). Penguatan ICBI lebih dipengaruhi oleh masih terjaganya minat investor dan kondisi likuiditas yang tinggi.

Selain itu, yield US Treasury yang dalam tren menurun menandakan kinerja obligasi AS juga membaik dan ini turut mendukung pasar obligasi dalam negeri.

Penulis memproyeksikan ke depannya pasar obligasi masih memiliki sentimen positif. Dalam kondisi perekonomian yang dibayangi dampak meningkatnya kasus Covid-19, investasi di obligasi pemerintah menjadi pilihan yang bijak.

Selain kebijakan suku bunga oleh bank sentral, kelebihan likuiditas saat ini yang masih dimiliki investor menjadi sentimen positif yang mendukung harga obligasi naik. Lagi pula yield obligasi SBN tenor 10 tahun masih bisa turun mendekati 6,20%.

Sementara itu, the Fed nampaknya masih belum akan melakukan kebijakan pengetatan moneternya dalam waktu dekat. Hal ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar obligasi dalam negeri. Data ketenagakerjaan AS jadi salah satu faktor yang berpotensi menjadi pemicu fluktuasi di pasar obligasi dan investor perlu mencermati data tersebut.

Di tengah pasar global dan investor yang terus melihat prospek positif ekonomi di Indonesia, spread yield SBN yang masih menarik, sementara the Fed belum melakukan kebijakan pengurangan stimulus moneter (tapering), maka merupakan pilihan yang tepat nampaknya bagi investor dalam negeri untuk juga menanamkan dananya di Surat Berharga Negara. Selain relatif aman, kita sebagai investor juga bisa terlibat dalam membantu pemulihan ekonomi negeri.

 

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting
Editor : Asido Situmorang

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here