(Vibiznews – Banking & Insurance) – Untuk mewujudkan Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025 dan mendukung terciptanya ekosistem digital, Bank Indonesia (BI) segera meluncurkan BI-FAST pada Desember 2021, yang pada tahap awal difokuskan untuk layanan transfer kredit individual. BI-FAST dibangun untuk mendukung konsolidasi industri dan integrasi Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) nasional secara end-to-end, bersifat national driven sebagai wujud implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, dan mendukung tercapainya sistem pembayaran yang cepat, murah, mudah, aman, dan andal (CEMUMUAH).
Implementasi BI-FAST juga selaras dengan arah kebijakan Bank Indonesia ke depan, baik di sektor moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah, untuk mendukung terciptanya ekosistem digital yang integrated, interoperable, dan interconnected (3i). Dalam mengimplementasikan BI-FAST, BI menetapkan kebijakan sebagai berikut:
1. Kepesertaan BI-FAST terbuka bagi bank, Lembaga Selain Bank (LSB), dan pihak lain, sepanjang memenuhi kriteria umum dan khusus yang telah ditetapkan.
2. Penetapan 22 calon Peserta Batch 1 pada Desember 2021 dan 22 calon Peserta Batch 2 pada Januari 2022.
3. Penyediaan infrastruktur BI-FAST oleh Peserta dapat dilakukan secara: (i) independen, (ii) subindependen (afiliasi), atau (iii) sharing antar-Peserta/Pihak Ketiga, sesuai persyaratan yang berlaku.
4. Penetapan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST pada implementasi awal ditetapkan sebesar Rp250 juta per transaksi dan akan dievaluasi secara berkala.
5. Penetapan skema harga BI-FAST dari BI ke Peserta ditetapkan Rp19 per transaksi dan dari Peserta ke nasabah ditetapkan maksimal Rp2.500 per transaksi, yang akan direviu secara berkala.
Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dan implementasi BI-FAST dengan pelaku industri, dalam rangka mengintegrasikan EKD nasional dan mewujudkan terciptanya layanan sistem pembayaran yang CEMUMUAH, untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan, serta inklusi ekonomi dan keuangan.
Arus digitalisasi ekonomi dan keuangan terjadi di hampir seluruh aspek kehidupan. Pola konsumsi bergeser menggunakan platform digital dan menuntut metode pembayaran yang serba mobile, cepat, mudah, murah, dan pada saat yang sama tetap aman. Meluasnya pandemi COVID-19 menciptakan tantangan baru namun juga membuka sejumlah peluang. Digitalisasi menjadi kunci untuk akselerasi pemulihan ekonomi nasional sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Untuk menjawab tantangan digitalisasi di seluruh aspek kehidupan masyarakat, Bank Indonesia menerbitkan BSPI 2025.
Dalam BSPI 2025, inovasi digital sistem pembayaran ritel diarahkan untuk mewujudkan layanan sistem pembayaran yang CEMUMUAH. BI-FAST akan menjadi backbone infrastruktur sistem pembayaran ritel masa depan, yang mengakselerasi pembayaran menggunakan berbagai instrumen dan kanal secara real time, aman, mudah, dan beroperasi 24/7. Pada tahap awal di Desember 2021, implementasi BI-FAST fokus pada layanan transfer kredit individual[1]. Selanjutnya, layanan BI-FAST akan diperluas secara bertahap mencakup layanan bulk credit, direct debit, dan request for payment[2].
Bank Indonesia menetapkan kebijakan kepesertaan BI-FAST. Kepesertaan BI-FAST terbuka bagi industri sistem pembayaran baik bank maupun LSB dan pihak lainnya, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Kriteria umum kepesertaan mencakup pemenuhan aspek kelembagaan, aspek kinerja keuangan, dan aspek kapabilitas sistem informasi. Terdapat pula adanya kriteria khusus 3C, yaitu Contribution (Kontribusi terhadap EKD), Capability (kemampuan permodalan dan likuiditas), dan Collaboration (dukungan terhadap kebijakan BI kedepan). Peserta juga harus memenuhi kriteria Champion in Readiness yang antara lain diukur dari kesiapan people, process, technology, serta kesiapan sebagai pengelola dana.
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria kepesertaan, komitmen, dan kesiapan calon Peserta, termasuk pemenuhan aspek people, process, dan technology, Bank Indonesia menetapkan 22 calon Peserta Batch 1 pada Desember 2021 (Lampiran 1) dan 22 calon Peserta Batch 2 pada Januari 2022 (Lampiran 2). Selanjutnya, penetapan Peserta Batch 1 dan Batch 2 akan dilakukan setelah calon Peserta memenuhi threshold checkpoint 4 dan lolos Industrial Test. Bagi calon Peserta lainnya yang belum masuk sebagai calon Peserta Batch 1 dan Batch 2, Bank Indonesia tetap membuka gelombang-gelombang berikutnya untuk menjadi Peserta BI-FAST.
Bank Indonesia menetapkan kebijakan penyediaan infrastruktur BI-FAST oleh Peserta, yang dapat dilakukan secara (i) independen, (ii) subindependen (afiliasi) dan (iii) sharing antar-Peserta/Pihak Ketiga, sesuai persyaratan yang berlaku. Penyediaan infrastruktur secara independen dilakukan oleh Peserta secara mandiri, sementara subindependen (afiliasi) dilakukan melalui kerja sama antara Peserta dengan Peserta lain dalam satu grup perusahaan. Sharing antar-Peserta/Pihak Ketiga dilakukan melalui kerja sama antara Peserta dengan peserta lain diluar grup atau dengan Pihak Ketiga.
Bank Indonesia menetapkan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST secara bertahap, dengan tahap awal s.d. Rp250 juta per transaksi. Penetapan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST tersebut mempertimbangkan prinsip efisiensi dan efektivitas, inovasi dan kompetisi, inklusivitas, customer oriented, review berkala, serta keamanan dan mitigasi risiko. Batas maksimal tersebut akan dievaluasi secara berkala, dengan memperhatikan: (i) kelancaran sistem BI-FAST baik di Penyelenggara maupun Peserta; (ii) memberikan waktu shifting transaksi dari SKNBI ke BI-FAST; dan (iii) kesesuaian dengan aspek CEMUMUAH.
Indonesia juga menetapkan skema harga BI-FAST dengan mempertimbangkan pelaksanaan tugas dan kewenangan di bidang sistem pembayaran, penyediaan infrastruktur publik yang efisien dan mendukung layanan sistem pembayaran yang CEMUMUAH, percepatan EKD, dan tetap menjaga keberlangsungan industri. Skema harga yang ditetapkan terdiri atas: (i) harga dari Penyelenggara ke Peserta sebesar Rp19,- per transaksi; dan (ii) harga maksimal dari Peserta ke Nasabah sebesar Rp2.500 per transaksi, atau sedikit lebih rendah dari skema harga SKNBI. Skema harga akan diturunkan secara bertahap berdasarkan evaluasi secara berkala. Diharapkan, penetapan harga ke peserta maupun ke nasabah tersebut dapat memberikan ruang bagi keberlangsungan industri sistem pembayaran, sekaligus menyediakan infrastruktur publik yang efisien dan mendukung percepatan EKD nasional.
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting