(Vibiznews – IDX Stocks) – Direktur PT Ekuator Swarna Investama dan Ketua Bidang Pendidikan dan Humas Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) Hans Kwee memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang konsolidasi menguat pada pekan perdana 2022. Dengan kisaran support di level 6,562 sampai 6,529 dan resistance di level 6,621 sampai 6,688.
Hans Kwee mengatakan, hal itu terjadi karena awal tahun pelaku pasar akan bertransaksi dengan hati-hati. Mengingat, masih tingginya kasus Covid-19 varian Omicron di dunia. Sejumlah negara bahkan melaporkan lonjakan tinggi kasus varian Omicron, seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Alhasil, pelaku pasar masih menanti konfirmasi tingkat keparahan varian baru ini. Terlebih, di dalam negeri mulai terlihat tren kenaikan Covid-19 varian Omicron dan mungkin akan meningkat signifikan 2 minggu setelah tahun baru.
Selain itu, Hans Kwee menilai IHSG mengalami penguatan 10,08% sepanjang tahun 2021. Capaian ini jauh lebih baik dibanding sepanjang tahun 2020 yang melemah -5,09%. IHSG berakhir di level 6.581,48, posisi tersebut menguat 10,08% dibanding penutupan perdagangan saham tahun lalu pada 30 Desember 2020 sebesar 5.979,07. Sementara, pada penutupan 30 Desember 2020, IHSG pada saat itu justru melemah -5,09% dibandingkan penutupan perdagangan saham pada 30 Desember 2019 di level 6.299,54.
Pada 2021, IHSG sempat bergerak ke level tertinggi sepanjang sejarah (all-time high) ketika menyentuh level 6.723,39 pada 22 November 2021. Sebaliknya, pada 2020 IHSG terbilang berada di masa sulit karena sempat turun tajam ke level 3.937,63 pada 24 Maret 2020.
Penguatan IHSG 2021 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali positif di kuartal ke II dengan tumbuh 7,07% dan kuartal III tumbuh 3,51%. Vaksinasi yang mulai dari awal 2021 juga menjadi salah satu katalis positif bagi pasar keuangan.
“Ditambah lagi, terjadi kenaikan komoditas sejak awal tahun menjadi faktor utama lainnya yang mendorong penguatan IHSG dan masuknya dana asing ke pasar modal Indonesia,” paparnya.
Tidak hanya itu, lanjut dia, sentimen dari luar negeri lainnya juga masih akan menjadi perhatian pelaku pasar. Sebut saja Ketegangan di perbatasan Rusia-Ukraina meningkat selama beberapa minggu terakhir, dan sekutu AS dan Eropa itu khawatir dengan penumpukan pasukan Rusia. Presiden Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara melalui video call pada 7 Desember.
Putin meminta keanggotaan Ukraina di North Atlantic Treaty Organization (NATO) ditolak, tetapi Amerika tidak menerima permintaan itu.
“Kemungkinan tidak ada niat bagi NATO untuk menerima Ukraina ke dalam aliansi tersebut, tetapi ada kebutuhan untuk ‘strategi ambiguitas’. Ukraina tidak akan menjadi bagian dari NATO. Pertanyaannya adalah bagaimana mencapai kesepakatan yang ‘menyelamatkan muka bagi semua orang’. Negosiasi akan sulit dan beresiko menimbulkan fluktuasi harga komoditas khususnya minyak,” jelas Hans Kwee.
Ditambah lagi, Hans Kwee menyebut pelaku pasar juga tengah memperhatikan sentimen data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional Tiongkok, yaitu Mulai dari aktivitas pabrik Tiongkok mengalami percepatan pertumbuhan selama Desember. Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur resmi berada di 50,3 untuk bulan itu dari level November 50,1. Angka itu di atas ekspektasi analis yang memperkirakan PMI akan turun sedikit dari angka 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi.
“Pembacaan PMI berurutan dan mewakili ekspansi atau kontraksi dari bulan ke bulan. Naiknya PMI merupakan sinyal yang positif bagi pertumbuhan negara tersebut, setelah ada indikasi awal terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok beberapa bulan terakhir,” tutupnya.
Selasti Panjaitan/Vibiznews