BI Mempertahankan Suku Bunga Acuan Tetap 3,50%

442
RDG BI Juli 20-21 2022
Sumber: Bank Indonesia

(Vibiznews – Banking & Insurance) – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%. Lalu suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%.

Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Lihat: Bank Indonesia Tidak Mengubah BI7DRR Pada Posisi Terendah

Bank Indonesia terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan. Serta memperkuat respons bauran kebijakan moneter yang diperlukan baik melalui stabilisasi nilai tukar Rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga.

Untuk itu, Bank Indonesia memperkuat bauran kebijakan sebagai berikut:
1. Memperkuat operasi moneter sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti. Ini dilakukan melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang dan penjualan SBN di pasar sekunder;

2. Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi melalui intervensi di pasar valas. Yang didukung dengan penguatan operasi moneter sebagaimana butir 1;

3. Melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit Konsumsi (Lampiran);

4. Memperluas QRIS antarnegara antara lain melalui akselerasi implementasi, piloting dengan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal (local currency settlement) dengan negara-negara di Asia. Serta melaksanakan Pekan QRIS Nasional untuk pencapaian target 15 juta pengguna baru;

5. Memastikan operasionalisasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) khususnya Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) first mover berjalan lancar dan mempersiapkan implementasi second mover. Dengan target Desember 2022 serta memperluas QRIS crossborder, antara lain melalui piloting dan akselerasi implementasi.

6. Memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya. Serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.

Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan instansi terkait melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPIP dan TPID). Bertujuan untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi serta mendukung ketahanan pangan. Guna menjaga stabilitas makroekonomi dengan tetap mendukung proses pemulihan ekonomi nasional, koordinasi kebijakan moneter dan fiskal terus ditingkatkan.

Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Juga mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan.

Perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, di tengah meningkatnya risiko stagflasi dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan sejalan dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina. Serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pangan.

Berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS) merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif. Akibatnya menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi.

Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Hal ini disertai dengan peningkatan kekhawatiran resesi di AS. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi global pada 2022 diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 3,5% menjadi sebesar 2,9%. Sejalan dengan perkembangan tersebut, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi. Ini mengakibatkan terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Perbaikan ekonomi domestik diprakirakan terus berlanjut, meskipun dampak perlambatan ekonomi global perlu tetap diwaspadai. Perekonomian domestik pada triwulan II 2022 diprakirakan terus melanjutkan perbaikan. Hal ini ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi nonbangunan serta kinerja ekspor yang lebih tinggi dari proyeksi awal.

Berbagai indikator dini pada Juni 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya. Khususnya pada komoditas batu bara, bijih logam, dan besi baja didukung oleh permintaan ekspor yang tetap kuat. dan harga komoditas global yang masih tinggi.

Pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh perbaikan berbagai lapangan usaha, seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, serta Transportasi dan Pergudangan. Sementara itu, secara spasial, perbaikan ekonomi ditopang oleh seluruh wilayah terutama Jawa, Sumatera, dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua).

Ke depan, perbaikan perekonomian domestik didukung oleh peningkatan mobilitas, sumber pembiayaan, dan aktivitas dunia usaha. Namun demikian, perlambatan ekonomi global dapat berpengaruh pada kinerja ekspor, sementara kenaikan inflasi dapat menahan konsumsi swasta. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan bias ke bawah dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%.

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) diprakirakan tetap baik, di tengah meningkatnya tekanan terhadap arus modal. Transaksi berjalan triwulan II 2022 diprakirakan mencatat surplus, lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus pada triwulan sebelumnya. Terutama didukung oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas, sejalan dengan masih tingginya harga komoditas global.

Neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan tetap terjaga didukung oleh aliran modal masuk dalam bentuk penanaman modal asing (PMA). Sementara itu, investasi portofolio pada triwulan II 2022 mencatat net inflow sebesar 0,2 miliar dolar AS. Namun demikian, memasuki triwulan III 2022 (hingga 19 Juli 2022), investasi portofolio mencatat net outflow sebesar 2,0 miliar dolar AS. Hal ini sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.

Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2022 tercatat sebesar 136,4 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor. Dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Ke depan, kinerja NPI pada 2022 diprakirakan akan tetap terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,3% sampai dengan defisit 0,5% dari PDB. Terutama ditopang oleh harga komoditas global yang tetap tinggi. Kinerja NPI tersebut juga didukung neraca transaksi modal dan finansial. Terutama dalam bentuk PMA sejalan dengan iklim investasi dalam negeri yang terjaga.

Nilai tukar Rupiah mengalami tekanan yang meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang regional lainnya. Ini terjadi di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Nilai tukar pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,60% (ptp) dibandingkan akhir Juni 2022, namun dengan volatilitas yang terjaga. Depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara. Dilakukan untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global, di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.

Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah sampai dengan 20 Juli 2022 terdepresiasi 4,90% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021. Ini relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia 6,41%, India 7,07%, dan Thailand 8,88%.

Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar. Dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting