(Vibiznews – Banking & Insurance) – Memperingati Hari Fintech Nasional yang diperingati setiap 11.11 sekaligus membuka rangkaian Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) kembali menggelar 4th Indonesia Fintech Summit (IFS). Yang berlangsung pada 10-11 November 2022 di Bali.
Selama dua hari rangkaian kegiatan, para pendiri fintech lokal dan internasional, regulator, lembaga keuangan, investor, akademisi, dan pemangku kepentingan utama lainnya membahas topik industri dan peraturan terkini. Mengembangkan jejaring, serta merumuskan strategi atau aksi advokasi guna mempercepat digitalisasi pada industri jasa keuangan serta mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Dalam pidatonya secara virtual pada hari kedua kegiatan 4th IFS, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto menyambut baik penyelenggaraan kegiatan 4th IFS. Kegiatan ini bagian dari Bulan Fintech Nasional 2022. Airlangga menyebutkan bahwa meski berada di tengah gejolak tantangan global, perekonomian Indonesia cukup resilient.
“Terbaru dalam kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh di atas ekspektasi, yakni sebesar 5,72% (YoY). Dengan tingkat inflasi yang terkendali sebesar 5,71% (YoY) pada bulan Oktober 2022 di tengah lonjakan inflasi di berbagai negara. Pertumbuhan tersebut juga seiring dengan perbaikan sektor jasa keuangan yang juga tumbuh konsisten dan stabilitas tetap terjaga,” ungkap Airlangga.
Oleh karenanya, Airlangga menyampaikan optimisme pemerintah dalam pemulihan perekonomian nasional yang akan terus berlanjut ke depannya. Termasuk pertumbuhan ekonomi di atas 5% hingga Triwulan IV-2022. Ia menambahkan, sektor keuangan digital memiliki potensi yang sangat menjanjikan, sehingga dibutuhkan kolaborasi para stakeholder.
Termasuk asosiasi sehingga beragam platform layanan keuangan digital semakin inklusif dan mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat. Melalui Menko Perekonomian, pemerintah bekerja sama dengan OJK dan BI akan terus mendukung kontribusi industri fintech terhadap penguatan ekonomi nasional.
Dalam pemulihan ekonomi secara nasional dan global, Indonesia menghadapi tantangan dari tingkat inflasi dunia yang lebih tinggi dari perkiraan. Berdasarkan Dana Moneter Internasional (IMF), pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat, dari 6,1% pada 2021 menjadi 3,2% pada 2022. Alhasil, negara-negara di seluruh belahan dunia memprioritaskan upaya untuk “menjinakkan” inflasi.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani mempertegas bahwa masalah yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah yang juga dihadapi oleh seluruh negara secara global. “Tidak ada negara yang dapat menyelesaikan hal ini sendirian. Indonesia sebagai anggota G20 merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar. Dan kita setidaknya punya sumber pertumbuhan ekonomi domestik.
Sebagai negara yang besar, kita harus memastikan sumber ekonomi domestik harus dalam kondisi sehat dan baik utk menghadapi ketidakpastian eksternal. Itulah (red: sumber pertumbuhan ekonomi domestik) yang menjadi jaminan pertama kita untuk terus berprogres. Kami ingin memastikan sumber domestik ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.”
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar menyampaikan, “Layanan digital saat ini bergerak menuju konvergensi, seperti kehadiran multi apps atau super apps. Tentunya hal ini tidak dapat dihindari.
Di sisi lain, hal ini dapat menghadirkan tantangan tersendiri bagi regulator. Namun, paling tidak, saat ini kita merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki koordinasi yang solid antara pemerintah dengan pemangku kepentingan lainnya. Dalam memfasilitasi perkembangan layanan keuangan digital sekaligus memperkuat integrasi antar pihak.”
“Bagi regulator, tantangan menghadapi kondisi global ada pada upaya dalam menyediakan kepastian hukum dan layanan yang terlegitimasi. Dalam hal ini tentu kami membutuhkan proses, sehingga kita semua membutuhkan komunikasi yang baik, kolaborasi yang solid. Serta membangun kepercayaan di antara semua pemangku kepentingan. Kita harus memiliki pemahaman terhadap ekosistem, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada bagaimana kita dapat menawarkan proposisi bisnis yang matang. Namun tetap terbuka dengan solusi yang kreatif.”
Selanjutnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti menyampaikan strategi BI dalam mengarahkan digitalisasi sistem pembayaran untuk mendukung ekonomi keuangan digital. Yaitu melalui Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025. “Blueprint tersebut memperkenalkan QRIS sejak 2019 untuk meningkatkan akses pembayaran kepada UMKM.
Kini QRIS telah semakin berkembang dengan perluasan target pengguna melalui kenaikan limit, dan implementasi QRIS lintas negara (cross border). Dimana dalam waktu dekat akan terdapat penandatanganan MOU dengan 4 negara ASEAN untuk mendukungnya yang sekaligus merupakan aksi konkrit Presidensi G20 2022.
Selain itu, terdapat layanan BI-FAST pada lebih dari 77 bank peserta untuk memperkuat transaksi ritel. Selanjutnya, BI juga memperkuat infrastruktur sistem pembayaran dengan prinsip Integrated, Interoperable, dan Interconnected (3I). Sejalan dengan itu, BI melakukan reformasi regulasi yang lebih kuat dan berbasis prinsip dengan penyempurnaan pada sisi perizinan.”
Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting