Kolapsnya Silicon Valley Apa Dampaknya Bagi Indonesia

704
Kolapsnya Silicon Valley Bank
Foto : Wikipedia
(Vibiznews – Banking & Insurance) – Silicon Valley Bank (SVB) kolaps pada Jumat (10/3) setelah 48 jam bank tersebut bangkrut mengalami krisis modal karena penarikan dana besar-besaran.

Salah satu faktor penyebab kebangkrutan adalah kenaikan suku bunga agresif the Fed selama setahun terakhir.

Awalnya, SVB menjual obligasi senilai US$ 21 miliar di bawah harga tersebut. Kerugian penjualan mencapai US$ 1,8 miliar.

SVB juga berniat mencari pendanaan dari perusahaan venture capital General Atlantic dan menjual obligasi konversi ke publik. Secara total, SVB berniat mencari pendanaan sekitar US$ 42 miliar.

Belum jelas penyebab kebutuhan pendanaan ini. Namun, langkah penjualan obligasi dengan kerugian plus rencana pendanaan ini memicu potensi penurunan peringat dari Moody’s Investors Service.

Pasar pun terkejut dengan rencana pendanaan SVB. Kabar ini memicu kepanikan klien SVB terutama perusahaan modal ventura yang mengarahkan klien portofolio untuk ramai-ramai menarik dana dari SVB.

Hal ini patut dimaklumi karena SVB merupakan bank yang berspesialisasi dalam pembiayaan start up dan berstatus bank AS terbesar ke-16 berdasarkan asset.

Kegagalan SVB menjadi yang terbesar setelah Washington Mutual bangkrut pada 2008. Saat itu, peristiwa kebangkrutan memicu krisis keuangan yang melumpuhkan perekonomian selama bertahun-tahun.

Berdiri sejak 1983, bank ini digagas oleh pengusaha Silicon Valley Bernama Bob Medearis dan Bill Biggerstaff. Mulanya mereka mencari cara untuk melayani komunitas perusahaan rintisan alias startup di bidang teknologi, yang pada saat itu tidak memiliki akses ke pembiayaan utang dan layanan perbankan.

CEO pertama SVB adalah Roger Smith. Bob Medearis, Bill Biggerstaff dan Roger Smith membuka kantor pertama Silicon Valley Bank di North First Street di San Jose, California, Amerika Serikat (AS).

Dikutip dari situs resmi perusahaan, Silicon Valley Bank melakukan ekspansi di AS dengan membuka 15 kantor baru sejak 1996. Hingga kini, SVB tercatat mempunyai 29 kantor internasional yang tersebar di Amerika Serikat, India, Inggris, Israel, Kanada, Cina, Jerman, Hong Kong, Irlandia, Denmark, dan Swedia.

Sejak 2011, SVB dipimpin oleh Greg Becker. Di bawah kepemimpinannya, SVB menjalankan empat bisnis utama yang melayani sektor inovasi, yakni perbankan komersial global, modal ventura dan investasi kredit, perbankan swasta dan manajemen kekayaan, dan perbankan investasi.

Berdasarkan informasi pada akhir 2022, SVB tercatat memiliki aset US$209 miliar dan deposito sekitar US$175,4 miliar.

Kolapsnya SVB berdampak besar bagi pasar AS, Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan AS Janet Yallen mengadakan pertemuan darurat dengan regulator perbankan AS. Ia berharap agar regulator perbankan dapat mengambil tindakan strategis agar sistem perbankan tetap berjalan.

Bagaimana dampaknya dengan Indonesia.

Menurut Analis Vibiz Research Center, hal ini tidak terlalu berdampak bagi Indonesia. Kenapa?

Pertama, likuiditas di negeri ini masih memadai di tengah tengah adanya pengetatan likuiditas global. Dengan adanya fundamental makro ekonomi domestik yang solid, perbankan Indonesia masih sustainable untuk menopang pertumbuhan kredit. Perlu diketahui pertumbuhan kredit tentunya ditopang oleh perekonomian domestik yang resilience.

Kedua, jika dilihat dari data kinerja makro ekonomi seperti tingkat cadangan devisa Indonesia masih sangat memadai. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) cadangan devisa Indonesia per akhir Februari 2023 mencapai US$ 140,3 miliar. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ketiga, bank-bank di Indonesia tidak memberikan kredit dan investasi kepada perusahaan technology startups maupun kripto.

Dampak dari keruntuhan SBV mulai menyebar ke seluruh dunia. Di Inggris, unit SVB dinyatakan bangkrut, telah berhenti beroperasi dan tidak lagi menerima nasabah baru.

Usaha patungan SVB di China, SPD Silicon Valley Bank Co, berusaha untuk menenangkan nasabahnya. SVB juga ada di Denmark, Jerman, India, Israel, dan Swedia. Pendiri memperingatkan bahwa kegagalan bank tersebut dapat menghapus cabang di seluruh dunia.

Belinda Kosasih/ Partner of Banking Business Services/Vibiz Consulting